05 April 2022
17:28 WIB
Penulis: Wiwie Heriyani
Editor: Dian Kusumo Hapsari
JAKARTA – Harga Batubara Acuan (HBA) kembali merangkak naik di bulan April 2022 menjadi US$288,40 per ton, dari US$203,69 per ton pada Maret 2022. Kenaikan tersebut merupakan dampak dari keputusan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) yang melakukan embargo terhadap pasokan energi dari Rusia.
"Sanksi embargo energi merupakan buntut dari masih memanasnya konflik Rusia-Ukraina. Harga komoditas batubara global pun ikut terpengaruh sehingga HBA di bulan ini melonjak siginifikan hingga 41,5% dari bulan Maret 2022 sebesar US$203,69 per ton," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/4).
Agung menjelaskan, pulihnya aktivitas perekonomian selepas pandemi Covid-19 di sejumlah negara juga turut mendongkrak tingginya permintaan batubara global.
Selain itu, konsumsi listrik di Tiongkok yang tinggi juga patut diperhitungkan sebagai faktor utama ketetapan HBA.
Agung menguraikan, selama empat bulan terakhir, grafik HBA terus menanjak. Dimulai dari bulan Januari 2022 sebesar US$158,50 per ton, naik ke US$188,38 per ton di Februari. Selanjutnya, bulan Maret menyentuh angka US$203,69 per ton, dan terakhir di bulan April berada di level US$288,40 per ton.
"HBA April akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel)," terangnya.
HBA sendiri merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.
Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara, untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
Di samping itu, pemerintah juga menetapkan HBA domestik khusus kelistrikan sebesar US$70 per ton dan US$90 per ton diperuntukkan bagi HBA domestik untuk kebutuhan bahan bakar industri semen dan pupuk.
“Ini menjaga daya saing industri domestik dan utamanya memastikan keterjangkauan hasil produksi industri bagi masyarakat," tutup Agung.
Seperti yang diketahui, pada tahun ini Indonesia menargetkan bisa memproduksi batu bara mencapai 663 juta ton. Produksi tersebut diantaranya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 165,7 juta ton dan sisanya 497,2 juta ton untuk mengisi pasar ekspor.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO), Dr. Anggawira, MM mengatakan, prospek saham-saham batu bara dalam jangka pendek akan positif lantaran adanya efek ganda dari invasi Rusia ke Ukraina.
Bursa ICE Newcastle mencatat, penguatan harga komoditas batu bara terjadi untuk kontrak Maret dan April. Emas hitam diperdagangkan pada level US$270 per metrik ton untuk kontrak Maret. Harga ini naik drastis 32,85 basis poin atau 16,93 persen dari hari sebelumnya.
Menurut Anggawira, dengan kondisi ini diharapkan dapat dijadikan momentum terutama bagi seluruh pemasok Batu bara untuk penguatan harga dan meningkatkan produktivitas.
"Tentu saja jika kondisi ini bisa di manfaatkan oleh seluruh pengusaha atau pemasok batu bara bukan saja swasta yang mendapat durian runtuh namun Negara juga secara otomatis ke depan PNBP (pendapatan negara bukan pajak) akan meningkat," ujarnya.
Keuntungan lainnya, aktivitas ekspor batu bara para perusahaan tambang RI diperkirakan tidak akan terganggu lantaran 98% ekspor batubara RI menyasar Asia Pasifik.
"Dengan adanyaa situasi ini, pasti akan ada kekosongan yang tidak bisa di penuhi untuk permintaan batu bara secara global. Dan hal ini harus di eksplorasi oleh Indonesia untuk meningkatkan ekspor batu bara," terangnya.
Dia melanjutkan, Rusia menguasai 18% pasar ekspor batubara global. Volume ekspor batubara Rusia pada 2020 mencapai 198 juta ton senilai US$ 12,4 miliar.
"Pastinya krisis tersebut memicu negara konsumen mengalihkan batu bara sebagai sumber energi. Tingginya permintaan yang tidak ditopang dengan pasokan memadai menyebabkan harga emas hitam terus menguat. Kondisi ini langka, jangan sampai kita tidak bisa memanfaatkan. Ekspor batu bara saat ini sangat berpotensi namun jangan lupa kebutuhan batu bara dalam negeri kita harus tetap terpenuhi," tutupnya.