c

Selamat

Jumat, 26 April 2024

EKONOMI

18 September 2021

17:14 WIB

CORE Nilai Isu Perpajakan Global Penting untuk Konsolidasi Fiskal

Isu perpajakan global yang bisa diangkat ialah tarif minimum pajak korporasi, pajak untuk barang digital, dan kolaborasi untuk saling belajar mengenai pemberlakuan pajak karbon.

Penulis: Rheza Alfian

Editor: Fin Harini

CORE Nilai Isu Perpajakan Global Penting untuk Konsolidasi Fiskal
CORE Nilai Isu Perpajakan Global Penting untuk Konsolidasi Fiskal
Pejalan kaki melintas iklan kepatuhan pajak. ANTARA FOTO/Dok

JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengakui akan mengangkat isu perpajakan global di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 saat menjadi Presidensi G20 pada tahun depan.

Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia menilai isu perpajakan global menjadi penting bagi Indonesia sendiri untuk melakukan konsolidasi fiskal dan meningkatkan penerimaan negara.

"Isu mengenai konsolidasi fiskal juga harus diangkat. Artinya jika ingin mengembalikan rasio defisit anggaran di batas 3% terhadap PDB, tentu Indonesia harus mengangkat tema terkait isu perpajakan global," kata Peneliti Senior CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet kepada Validnews di Jakarta, Sabtu (18/9).

Asal tahu saja, pada tahun 2023 nanti Indonesia harus mengembalikan disiplin fiskal dengan kembali menurunkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali di bawah 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Adapun menurut Yusuf, isu perpajakan global yang bisa diangkat ialah tarif minimum pajak korporasi, pajak untuk barang digital, dan kolaborasi untuk saling belajar mengenai pemberlakuan pajak karbon.

Ia bilang, untuk pajak korporasi, saat ini wacana pajak minimum untuk korporasi global mencapai 15%. Namun, angka ini dinilai masih sangat rendah, bahkan beberapa kalangan menilai angkanya harus berada di kisaran 20 hingga 25%.

"Ketentuan tarif pajak minimum ini sebagai upaya Indonesia untuk meminimalisir perang tarif pajak untuk perusahaan korporasi global yang seringkali memanfaatkan selisih tarif pajak korporasi antara satu negara dengan negara yang lain," imbuhnya.

Yusuf melanjutkan, manfaat mengangkat isu pajak digital yaitu agar mendorong bagaimana kolaborasi dalam menciptakan sistem pajak yang adil untuk barang-barang yang sifatnya digital

Dengan momentum perebakan pandemi covid-19, sambungnya, penggunaan barang digital semakin meningkat sehingga diperlukan kolaborasi bersama untuk penentuan subjek atau objek pajak baru untuk barang digital yang mungkin akan muncul di masa yang akan datang.

"Negara seperti Indonesia tentu membutuhkan ini, tidak hanya dilihat dari sisi konsolidasi fiskal saja namun juga keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah sampai panjang," ucap ia.

Lebih lanjut, Yusuf menuturkan, masalah pajak akan menjadi penting didiskusikan karena banyak negara setelah akan melanjutkan reformasi perpajakan pandemi berakhir.

Alasan Yusuf, reformasi perpajakan bisa membuat penerimaan negara yang terkontraksi oleh perebakan pandemi, bisa kembali meningkat. Reformasi perpajakan bisa melalui penerapan objek pajak baru atau pengenaan tarif pajak untuk objek lama.

"Untuk kondisi Indonesia, ini kemudian menjadi lebih relevan karena kita tahu, sebelum pandemi pun rasio pajak terhadap PDB di Indonesia relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain," imbuhnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar