18 Juni 2022
14:27 WIB
Penulis: Wiwie Heriyani
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan CIPS merekomendasikan Kementerian Perdagangan untuk merevisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 dan membebaskan UMKM online dengan situs web bisnis mereka sendiri dari persyaratan Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE).
Kemudahan ini dinilai akan mendorong UMKM untuk memasuki pasar digital dan mendapatkan manfaat dari transformasi ekonomi menuju digital.
“Dukungan untuk UMKM dengan tidak mewajibkan mereka dari persyaratan SIUPMSE adalah strategi yang jauh lebih dapat dibenarkan untuk membantu mereka mengembangkan bisnis dan meningkatkan produktivitas mereka,” terangnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, (18/6).
Dalam kesempatan itu, ia mengungkapkan pembatasan operasi perusahaan e-commerce asing di Indonesia malah akan melemahkan pasar domestik.
Menurutnya, kehadiran mereka seharusnya bisa mendorong perusahaan e-commerce lokal untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan juga produknya.
“Ada anggapan bahwa perusahaan e-commerce asing selalu dapat menjual barang dengan harga lebih murah. Hal ini seharusnya disikapi positif. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan bahan baku yang digunakan UMKM supaya kualitas produknya meningkat dan mampu bersaing di pasar domestik dan juga internasional,” ujar Pingkan.
Ia menyebut, harga yang didapat dengan mengurangi biaya produksi yang tidak efisien adalah sebuah proses wajar untuk mendorong efisiensi dalam skala yang lebih besar.
Jika sebuah unit usaha mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar hanya karena produktivitasnya yang tinggi atau manajemen biaya yang cerdas, tentu hal ini tidak termasuk kecurangan usaha.
Sebaliknya, dukungan terhadap UMKM harus menjadi fokus dari revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020. Mengurangi hambatan masuk ke pasar digital bagi mereka dengan mempertimbangkan kembali persyaratan Surat Izin Usaha Perdagangan Elektronik (SIUPMSE) bagi penjual online akan sangat memudahkan mereka.
Pingkan menambahkan, upaya untuk formalisasi bisnis online melalui PP 5/2021, PP 5/2019 dan Permendag 50/2021 harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengakibatkan migrasi penjual ke platform yang kurang aman, seperti berjualan melalui media sosial, yang dapat merugikan konsumen.
UMKM yang menjalankan website mereka sendiri juga dapat dibebaskan dari kewajiban untuk mendapatkan SIUPMSE. Kegagalan mendapatkan SIUPMSE akan berdampak pada UMKM, yang biasanya memang menunjukkan kesadaran yang lebih rendah akan kewajiban perizinan.
SIUPMSE untuk UMKM dapat ditawarkan sebagai lisensi non-wajib. Kementerian Perdagangan dapat, misalnya, memberikan insentif berupa pemberian label atau sertifikat terdaftar atau bersertifikat bagi mereka yang bersedia memperoleh SIUPMSE untuk membantu branding digital mereka.