c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

23 Agustus 2024

15:04 WIB

China Akan Bangun PLTS Berkapasitas 300 MW Di Sumsel

Ini bukan pertama kali dilakukan TBEA di Indonesia. Oktober tahun lalu, perusahaan China itu menandatangani MoU dengan PT PLN di bidang penelitian, manufaktur peralatan, dan infrastruktur kelistrikan

<p>China Akan Bangun PLTS Berkapasitas 300 MW Di Sumsel</p>
<p>China Akan Bangun PLTS Berkapasitas 300 MW Di Sumsel</p>

Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi (ketiga dari kiri) dan Direktur Pemasaran TBEA Alex Chen Chuan (ketiga dari kanan) menunjukkan dokumen kerja sama pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Palembang, Rabu (21/8). Antara/Xinhua

JAKARTA - Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) dan perusahaan asal China, Tebian Electric Apparatus (TBEA) Co., Ltd., memulai kerja sama untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan kapasitas 300 megawatt (MW). Penandatanganan dokumen kerja sama dilakukan langsung oleh Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi dan Direktur Pemasaran TBEA Alex Chen Chuan di Palembang, Rabu (21/8).

Dalam keterangannya, Jumat (23/8), Elen menyebutkan kerja sama ini menandai langkah maju Provinsi Sumsel dalam memanfaatkan solusi energi terbarukan dan pengembangan sumber daya energi bersih.

Dia menyebutkan kolaborasi ini bukan yang pertama kali dilakukan TBEA di Indonesia. Pada Oktober lalu, perusahaan China itu juga menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di bidang penelitian, pengembangan manufaktur peralatan, dan infrastruktur kelistrikan.

Kemitraan ini juga mencakup pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan. Meliputi PLTS, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pembangkit listrik tenaga air pumped-storage, dan pembangkit listrik tenaga hidrogen di Indonesia.


Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioper asikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Antara Foto/Ahmad Subaidi 

Upaya Pemerintah
Asal tahu saja, dengan wilayah negara yang terletak di bawah Garis Khatulistiwa, Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan panas Matahari untuk dikonversi menjadi energi hijau. Nah, dalam mengembangkan dan memanfaatkan energi hijau di Indonesia, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan inovasi, teknologi, dan penelitian yang dapat mendukung transisi energi di Indonesia, seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Salah satu inovasi yang dilakukan adalah dengan mengembangkan PLTS terapung yang bisa diletakkan di berbagai wilayah di Indonesia, seperti Pulau Sumatera yang memiliki potensi energi surya mencapai 48.000 terawatt hours (TWh) per tahun dengan potensi pemanfaatan PLTS terapung sebanyak 94,7%.

Kemudian, Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil dengan 11.500 TWh dan potensi pemanfaatan 53,8 %, Pulau Kalimantan dengan 29.400 TWh dan potensi pemanfaatan 97,3%, Pulau Sulawesi dengan 50.200 TWh dan potensi pemanfaatan mencapai 96,9%, serta Maluku dan Papua yang memiliki potensi energi surya sebanyak 51.200 TWh dengan potensi pemanfaatan PLTS terapung mencapai 99,7%.

Kiprah Indonesia dalam pemanfaatan energi hijau tersebut diawali dengan terciptanya PLTS terapung seluas 200 hektare di Waduk Cirata, Jawa Barat, yang telah diresmikan pada 2023. PLTS yang bernilai investasi sebesar Rp1,7 triliun tersebut memiliki kapasitas sebesar 192 Megawatt peak (MWp).

Guna memaksimalkan potensi energi surya yang belum dimanfaatkan, Pemerintah juga mendorong pembangunan PLTS terapung di sejumlah wilayah dengan mengidentifikasi wilayah perairan yang berpotensi untuk dibangun PLTS terapung. 

Selanjutnya, membuat mekanisme lelang proyek pembangunan PLTS yang transparan, menyiapkan skema investasi untuk menarik minat investor, serta menyusun regulasi yang mendukung pembangunan PLTS terapung, termasuk skema pembiayaan dan kemudahan perizinan.

Relaksasi TKDN
Belum lama ini, pemerintah bahkan memberikan relaksasi penerapan tingkat kandungan komponen dalam negeri (TKDN) untuk proyek PLTS yang direncanakan beroperasi secara komersial paling lambat pada 30 Juni 2026. Ketentuan relaksasi tersebut tertuang dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

"Saat ini, kami sedang mempercepat pembangunan PLTS-PLTS yang ada di Indonesia dan sudah banyak pula pabrik-pabrik yang sudah berdiri untuk membuat modul surya, baik itu berasal dari modul wiver yang sudah jadi maupun sekarang sudah bukan. Kami sudah memperhatikan, pabrik dalam negeri sudah berupaya sedemikian rupa," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi baru-baru ini.

Dia mengatakan, hasil evaluasi dengan melakukan beberapa kunjungan ke beberapa produsen modul PLTS, pihaknya berkesimpulan menetapkan tanggal atau batas waktu sesuai di Pasal 19 yang menyebutkan, semua proyek untuk PLTS yang perjanjian jual belinya itu ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember 2024. Eniya melanjutkan dalam kurun waktu lima bulan ke depan, proyek PPA-nya ditandatangani sebelum 31 Desember, baru boleh melakukan reform.

"Direncanakan beroperasi secara komersial, COD-nya 30 Juni 2026, tetapi diberikan relaksasi untuk bisa impor sampai 30 Juni 2025. Jadi impornya ini hanya terbatas, yang sudah punya PPA sampai 31 Desember, plus yang boleh impor adalah badan usaha yang punya komitmen untuk membangun pabrik surya di Indonesia," ungkap Eniya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar