24 Desember 2022
18:00 WIB
JAKARTA – Inflasi tinggi memang jadi momok. Di sejumlah negara, pengambil kebijakan berlomba-lomba menaikkan suku bunga untuk meredam kenaikan inflasi.
Negara kita, Indonesia, tak ketinggalan. Bank Indonesia (BI) saja, telah lima kali mengerek naik suku bunga acuan BI Reserve Repo Rate (BI7DRR) sejak Agustus 2022.
Terkini, BI menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 5,5%. Sebelumnya, sejak Februari 2021, BI7DRR anteng di posisi 3,5%.
Bank Sentral berharap, kenaikan suku bunga bisa membuat inflasi jinak dan kembali ke target yang dipatok 3% plus minus 1%.
Kenaikan suku bunga, mau tak mau bakal diikuti bunga kredit, termasuk bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada 2023 nanti. Tak heran, situasi ini pun membuat Anita (35) kembali maju-mundur untuk segera memiliki rumah dalam waktu dekat.
Padahal per Juli 2022 kemarin, dirinya bersama suami sudah sempat menyurvei lokasi, mengontak developer, dan sudah membayar booking fee.
“Semenjak menikah inginnya kan pasti punya rumah sendiri. Cuma karena harganya yang kurang bersahabat dan lokasi jauh, jadi diundur terus,” ceritanya kepada Validnews, Jakarta, Rabu (21/12).
Buat ibu tiga anak ini, pertimbangan utama membeli rumah adalah harga yang harus sesuai dengan bujet yang dimilikinya. Faktor lainnya, akses mudah ke sekolah dan pembiayaan via perbankan syariah.
Hingga kini, sebutnya, pendidikan tiga anaknya adalah prioritas dari beberapa pertimbangan yang ada.
Dirinya pun tidak masalah untuk menunda membeli rumah apabila pos pengeluaran anak belum pada posisi aman.
“Karena khawatir ketika jadi menyicil rumah, fokus utama (pendidikan anak) teralihkan,” serunya.
Hanya saja, dirinya juga merasa waswas tidak bisa mendapat pinjaman KPR, mengingat umur suaminya sudah menyentuh kepala empat.
Dirinya pernah ditolak mendapat KPR di Bank Syariah Indonesia karena faktor ini.
“Jadi nunggu ada simulasi cicilannya lebih soft atau cicil beli tanah aja dulu yang mungkin lebih reachable,” terangnya.
Dirinya pun berharap, pemerintah dapat menyediakan rumah subsidi di wilayah Cilodong, Depok. Dia juga masih berharap bisa mendapat jatah rumah dengan DP nol persen, meski sadar syarat dan ketentuan yang ada diberikan pasti cukup banyak.
Di luar itu, Anita ikut mempertanyakan syarat dari bank syariah yang cukup kaku, berbeda jauh dengan bank konvensional.
“Padahal (bank) milik pemerintah, tapi kok malah enggak bisa meng-grab semua lapisan masyarakat,” imbuhnya.
Jika Anita masih masygul, beda halnya dengan Syaiqul (24) yang terang-terangan memilih menunda membeli rumah karena ekpektasi bunga peminjaman KPR naik.
Dia melihat, simulasi kredit yang didapat, tidak masuk akal, tidak sesuai dengan income yang diterimanya.
“Masak iya harus kredit selama 30 tahun,” jawab Syaiqul kepada Validnews, Rabu (21/12).
Baginya, pertimbangan awal untuk membeli rumah adalah, harga tanah yang terus naik dan rata-rata biaya mengontrak yang ternyata tidak jauh beda dengan biaya menyicil rumah itu sendiri.
Namun saat ini, dia memilih mengamankan tabungan terlebih dulu sembari memantau penurunan suku bunga. Siapa tahu, dalam waktu dekat, ada simulasi KPR syariah yang tidak memberatkan.
Syaiqul pun menyarankan, agar pemerintah bisa mengoptimalisasi penyediaan rumah subsidi di pinggiran kota.
“Jangan di ujung wilayah, masak iya rumah subsidi dibangun di Tenjo, Maja, dan Tambun Utara, itu beli rumah apa beli kebon?” ujarnya.
Rencana pembelian rumah yang tersandung bunga yang meningkat, diamini Komisioner BP Tapera Adi Setianto. Dia memaparkan, sejumlah tantangan bakal membayangi kegiatan pembiayaan perumahan nasional di 2023.
Pertama, efek inflasi akan menaikkan harga bahan baku sama saja artinya dengan kenaikan harga rumah. Kedua, kenaikan suku bunga acuan bank sentral biasanya akan diikuti oleh kenaikan suku bunga pinjaman (rate) KPR yang naik.
Faktor ketiga, penurunan daya beli masyarakat yang diprediksi menurun, karena situasi ekonomi secara keseluruhan.
Namun, cia masih menyimpan optimisme, industri perumahan, khususnya perumahan subsidi masih menjanjikan di tahun depan.
“(Karena itu), kreativitas skema pembiayaan serta dukungan stakeholder dari ekosistem perumahan diyakini akan mampu mewujudkannya,” ujar Adi dalam seminar ‘Prospek Sektor Perumahan 2023’, Jakarta, Senin (19/12).

Belum Terasa
Kepada Validnews, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menjelaskan, dampak rambatan kenaikan suku bunga ke tingkat kredit rumah Indonesia, belum terasa hari ini.
OJK melaporkan, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) KPR pada September 2022 sebesar 8,57%, lebih rendah ketimbang posisi September 2021 sebesar 9,1%.
Suku bunga pada September 2022 juga lebih rendah dibandingkan Agustus 2022 sebesar 8,61%. Totok memperkirakan, kenaikan suku bunga KPR baru akan terjadi pada akhir kuartal I atau awal kuartal II/2023, jika kondisinya terus bertahan seperti ini.
Namun, dia menilai, faktor yang memengaruhi pembelian rumah di Tanah Air adalah kondisi makroekonomi Indonesia. Argumentasinya, sebelum Presiden Jokowi menjabat, tingkat suku bunga KPR bertengger di rentang double digit.
Namun, masyarakat tetap membeli rumah juga, meski pada saat itu juga bunga KPR berada di rata-rata sekitar 18%.
“Faktor utamanya bukan di suku bunga, tapi ekonomi makronya. Selama ada pekerjaan dan kemampuan ekonomi makronya sehat, dia masih punya kemampuan membeli rumah, apapun kondisinya,” ujar Totok dalam sambungan telepon, Kamis (22/12).
Lebih lanjut, Totok menganalisis, negara tujuan dagang yang masih diliputi krisis ekonomi akan berdampak pada iklim usaha di dalam negeri. Situasi ini akan berpengaruh pada pengurangan jam kerja produksi, penyesuaian gaji.
Pada akhirnya akan mengikis kemampuan karyawan untuk membeli rumah dalam waktu dekat.
Namun masalah keperumahan Indonesia berupa tingkat kesenjangan kepemilikan rumah alias backlog yang masih amat tinggi, masih akan mendorong penjualan rumah.
“(Masalah properti) ini berbeda dengan apa yang terjadi di AS, Singapura, dan China karena mereka buat investasi. Makanya (penjualan rumah) pas covid-19 itu masih (tumbuh) plus di tiga komaan,” serunya.
REI pun tak segan memproyeksi pertumbuhan penjualan rumah di 2023, minimal masih bertahan di kisaran 10%. Ini pun telah menghitung dampak kenaikan suku bunga yang terlihat berdampak minim terhadap kinerja pembelian rumah secara keseluruhan.
Sementara ini, tingkat pertumbuhan penjualan rumah di kuartal III/2022 berada di level 13% atau turun dari kuartal sebelumnya yang sempat mencapai 15%.
“Saya melihat (pertumbuhan) di kuartal IV/2022 akan berada di 13%,” tuturnya.
Senada, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan, umumnya konsumen akan tetap membeli rumah pada banyak situasi, terutama konsumen end-user.
Meskipun kenaikan suku bunga, diakuinya tetap akan berdampak terhadap pertumbuhan penjualan properti.
Adapun, mengacu hasil survei Knight Frank Indonesia, penjualan rumah di 2023 harusnya berada di situasi stabil. Dalam artian, sektor ini dapat memelihara sustainable growth dari sisi penjualan. Pembelian rumah dari kelas menengah-bawah juga tetap tumbuh, sejalan dengan kebutuhan rumah dari backlog.
“Di pertengahan tahun ini, kelas atas juga mengindikasikan pergerakan transaksi, setelah di masa pandemi tercatat stagnan,” jelas Syarifah kepada Validnews, Rabu (21/12).
Dia menjelaskan, tren masyarakat Indonesia untuk memilih tinggal di wilayah perkotaan masih cenderung lebih besar dibanding perdesaan.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk perdesaan yang tiap tahunnya mengalami koreksi sebesar 0,03-0,05%. Sementara itu, saat ini jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan mencapai sekitar 57%.
“Angka tersebut sekaligus mencerminkan kebutuhan hunian di perkotaan,” lanjutnya.
Pertimbangan Suku Bunga
Lalu, bagaimana dengan fasilitas pembiayaan dari perbankan? Corporate Secretary Bank BTN Achmad Chaerul menyebutkan, perbankan menjadi salah satu sektor yang akan terdampak langsung kebijakan moneter Bank Indonesia.
Sejauh ini, BTN masih terus memantau beberapa komponen biaya dana (cost of fund) dan persaingan suku bunga di pasar, untuk menentukan apakah penyesuaian suku bunga KPR diperlukan dalam waktu dekat.
“Ini tentunya disesuaikan dengan kemampuan bank serta kondisi pasar ke depan, dengan terus memperhatikan spread dan profitabilitas yang optimal bagi BTN,” ungkap Achmad, Jumat (23/12).
Secara bertahap, Bank BTN secara rutin menyesuaikan suku bunga KPR yang telah habis masa fixed-nya dalam mengelola portofolio KPR berbunga floating. Pergerakan suku bunga acuan menjadi pertimbangan BTN.
Pada saat yang sama, kemampuan debitur juga jadi faktor yang dianggap penting BTN. Di tengah potensi kenaikan suku bunga, Achmad mengaku Perseroan akan tetap memberikan program- program KPR dengan suku bunga serta fitur kompetitif untuk menarik minat pelanggan.
Dengan ramuan program itu, BTN masih memproyeksi positif pembiayaan rumah di tahun depan. Apalagi, berkaca dari optimisme lembaga dunia menatap pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023.
“Berdasarkan hasil riset Housing Finance Center Bank BTN 2019, terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi, dengan pertumbuhan pembiayaan perumahan di Indonesia,” jelasnya.
Belum lagi, nilainya, pemerintah juga cukup getol mendukung tumbuhnya pembiayaan perumahantahun depan.
Pembangunan perumahan yang menggunakan 90% bahan baku lokal, dapat mendorong tumbuhnya berbagai sektor dalam negeri, sehingga dapat menjaga momentum capital inflow dan membantu mengendalikan inflasi di berbagai daerah.
Pemerintah melalui Kementerian PUPR juga akan menambah jumlah anggaran program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi Rp23 triliun di 2023. Di mana pada 2022, alokasi anggaran yang diberikan hanya sebesar Rp19 triliun.
Kelanjutan stimulus pemerintah untuk menjaga daya beli melalui BLT dan Bansos seperti subsidi BBM, upah, iuran kesehatan, bebas PPN dan lainnya diyakini ampuh menjaga daya beli masyarakat.
“Dengan adanya stimulus tersebut, diharapkan daya beli masyarakat tetap terjaga,” sebutnya.
Hingga 30 September 2022, penyaluran kredit BTN tumbuh 7,18% (yoy). Terdorong oleh pertumbuhan kredit perumahan yang didominasi oleh KPR Subsidi yang tumbuh 8,46% (yoy) dan KPR Non Subsidi yang tumbuh 6,40% (yoy).
Selain itu, pertumbuhan kredit juga didorong oleh kredit non perumahan yang tumbuh 20,41% (yoy). Didongkrak oleh pertumbuhan kredit konsumer yang tumbuh 16,39% (yoy) dan kredit korporasi yang tumbuh 39,04% (yoy).
Perseroan memproyeksi, pertumbuhan kinerja BTN pada 2023 akan terus meningkat. Antara lain outstanding kredit tumbuh kisaran 9-10%, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di kisaran 9-10%, dan laba tumbuh sekitar 8-10%.
Masih Ada Peluang
Totok memetakan, segmen rumah di range harga Rp500 juta- Rp1 miliar akan mendominasi kegiatan penjualan pada tahun depan.
Bukan tanpa alasan, pembatasan jam kerja kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan berdampak pada kemampuan mereka untuk membeli secara umum.
Adapun penjualan rumah dirasa akan moncer di sejumlah daerah yang memiliki resistensi ekonomi cukup bagus di tengah situasi perlambatan ekonomi.
Tidak hanya sekadar ditopang lewat hilirisasi industri, ekonomi di wilayah tersebut mesti ditopang juga oleh sektor perkebunan, pertambangan dan lainnya.
Diversifikasi sumber ekonomi dapat mengompensasi pelemahan sumber pertumbuhan di sektor lain.
“Ketahanan ekonominya bukan dari satu unsur, kalau cuma industri akan terpengaruh. (Jadi) pas satu (sektor) krisis, nah yang lainnya bisa membantu,” jelas Totok.
Maka dari itu, dia menyebutkan, kinerja penjualan di wilayah Sulawesi, terutama di bagian Sulawesi selatan dan Sulawesi Tenggara, bisa menjadi contoh yang baik dan patut dicermati.
“Selama krisis (kedua wilayah) ini kan tidak terlalu terpengaruh (penjualan rumah),” sebutnya.
Selanjutnya, Syarifah memperkirakan, penjualan rumah tahun depan masih akan cukup oke di daerah-daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi, alias dekat dengan transportation hub.
Kemudian, daerah rumah yang bebas banjir dengan kondisi alam yang nyaman untuk tinggal juga masih prospektif.
Spesifik, Property Outlook 2023 rilisan Knight Frank Indonesia menyebut, rumah di Jabodetabek, Ibu Kota Negara baru dan Surabaya masih potensial dan dilirik banyak orang. Syarifah juga menilai, FLPP masih berkontribusi positif terhadap penjualan rumah saat ini.
“(FLPP) memberikan kemudahan pembiayaan bagi konsumen yang dapat mengaksesnya, terutama pada segmen menengah ke bawah,” jabar Syarifah.
Sementara itu, Achmad menyebutkan, sepanjang 2022 Pulau Jawa masih menjadi daerah dengan penjualan rumah yang tinggi. Dengan posisi BTN sebagai market leader KPR di Indonesia, setiap terjadi pertumbuhan pada sektor perumahan, maka akan berdampak pada pertumbuhan bisnis bank BTN.
Ditambah dengan dilakukannya aksi rights issue, membuat permodalan BTN pada posisi semakin kuat. “Hal ini akan makin memperbesar kapasitas pembiayaan pada 2023,” ungkap Achmad.
BTN juga akan terus mendorong Program KPR unggulan di 2023. Selain KPR Subsidi bekerjasama dengan BP Tapera, pihaknya akan meningkatkan sosialisasi program dan produk KPR non subsidi, seperti KPR Rent To Own, KPR MLT yang merupakan program bersama BP Jamsostek, sekaligus KPR Gaess for Millenial.
“Selain itu, kami juga berkomitmen membangun digital mortgage ecosystem, di mana di dalam ekosistem tersebut BTN berperan besar,” katanya.

Solusi Temporer
Syarifah menyampaikan, konsumen tidak perlu gegabah untuk membeli rumah jika pada saat yang sama masih perlu waktu mengumpulkan dana membeli hunian.
Skema menyewa rumah bisa jadi salah satu solusi temporer buat masyarakat yang masih kesulitan membeli tempat tinggal ini.
Apalagi hari ini, ada banyak skema penyewaan hunian yang bisa dipilih menyesuaikan profil si konsumen. Mulai dari skema sewa untuk dimiliki (rent to own/RTO), yakni konsep membeli rumah dengan sistem kontrak atau sewa dalam waktu tertentu.
Ada juga skema staircasing ownership menggunakan konsep share to equity. Di mana kepemilikan rumah dibagi menjadi dua, antara calon pemilik rumah dan penjual rumah selama masa cicilan berlangsung.
“Dengan adanya program yang mulai ditawarkan tersebut saat ini, dapat menjadi langkah awal untuk memiliki hunian,” terang Syarifah.
Meski ada skema begitu, Syarifah menyebut akan lebih afdal konsumen menyegerakan untuk membeli hunian, mengingat pertumbuhan harga hunian yang terus bergerak meningkat.
Pilihan untuk membeli dengan skema menabung terlebih dulu, menyicil untuk membeli tanah, KPR, sewa rumah dan seterusnya, dapat disesuaikan profil finansial masing-masing calon pembeli.
“Beberapa hal yang dapat diwaspadai oleh konsumen adalah adanya kenaikan suku bunga acuan, rekam jejak pengembang, portofolio pembangunan, dan sebagainya,” imbuhnya.
Sementara itu, Totok menuturkan, pihaknya sedang berdiskusi dengan pemerintah dalam membuat terobosan formulasi baru pembiayaan rumah yang lebih inklusif di 2023.
Khususnya, pembiayaan yang menyasar MBR yang tidak memiliki pendapatan tetap atau bekerja di sektor informal atau pelaku usaha mikro.
Ketum REI ini juga menjelaskan, seringkali kemampuan masyarakat kelompok ini dalam membeli rumah selalu terjegal karena memiliki kredit lain.
Untuk itu, formula pembiayaan yang sama juga direncanakan dapat mengakomodasi kalangan ini untuk membeli rumah, kendati memiliki utang konsumsi lain seperti kredit motor, TV, dan lainnya.
Di sisi lain, upaya ini juga Totok percaya masih dapat mendorong kinerja penjualan pengembang. Karena itu, penjualan rumah lewat skema FLPP yang diperuntukkan bagi kalangan MBR juga masih akan sangat membantu penjualan rumah secara umum.
“Kita lagi diskusi untuk menyepakati formula (pembiayaan) untuk mereka yang non fixed income, karena sekarang ini 65% kebutuhan (rumah) MBR ada di sini,” sebut Totok.