11 Oktober 2024
11:52 WIB
CBAM Hambat Ekspor Besi Dan Baja, Kemendag: Tak Perlu Khawatir
Uni Eropa telah memberlakukan kebijakan CBAM untuk komoditas besi dan baja, aluminium, fertilizer, hidrogen, semen, dan energi listrik, sehingga berpotensi kurangi ekspor Indonesia.
Penulis: Erlinda Puspita
TANGERANG - Analis Perdagangan Ahli Madya Pusat Kebijakan Perdagangan International BK Perdag Kementerian Perdagangan (Kemendag) Ferry Samuel Jacob menyampaikan agar pelaku usaha Indonesia selaku pengekspor komoditas yang terdampak aturan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) tidak perlu khawatir dengan kebijakan tersebut.
Menurut Ferry, produk ekspor CBAM Indonesia masih dominan untuk dikirim ke kawasan selain Uni Eropa (UE), sehingga adanya aturan tersebut tak perlu menjadi penghalang Indonesia untuk ekspor. Adapun komoditas yang diatur CBAM adalah besi dan baja, aluminium, fertilizer, hidrogen, semen, dan energi listrik.
"Kita sebenarnya tidak perlu khawatir terhadap ekspor ke EU untuk produksi-produksi CBAM. ternyata produk CBAM kita kebanyakan dikirim ke China, Taiwan, India, dan lainnya, bukan ke Eropa," kata Ferry dalam diskusi panel CBAM dan Implikasinya di Trade Expo Indonesia (TEI) ke 39, di ICE BSD, Tangerang, Kamis (10/10).
Berdasarkan data yang dipaparkan Ferry, sepuluh negara tertinggi yang menjadi tujuan ekspor produk CBAM Indonesia ke dunia dengan kontribusinya dari total ekspor kelompok produk ini sejak tahun 2019-2023 adalah China (63,53%), Taiwan (7,35%), India (5,72%), Vietnam (4,03%), Malaysia (2,09%), Turki (1,73%), Filipina (1,39%), Australia (1,33%), Thland (1,31%), dan Korea Selatan (1,28%).
Total dari kesepuluh negara tertinggi tersebut berkontribusi 89,8% dari total ekspor kelompok produk CBAM Indonesia ke dunia.
Di sisi lain, Ferry menyampaikan yang seharusnya khawatir dengan adanya kebijakan CBAM ini adalah China dan Turki. Pasalnya kedua negara tersebutlah yang menjadi negara tertingi pengekspor CBAM ke Uni Eropa. Sedangkan, Indonesia menduduki peringkat ke-47 tahun 2022 dan ke-48 pada 2023.
Kendati mengingatkan agar tak perlu khawatir, Ferry tetap mengimbau agar pelaku usaha dan pemerintah Indonesia bersiap menghadapi kebijakan ini dan kebijakan serupa yang mengutamakan isu lingkungan.
"Jadi kita tidak perlu terlalu khawatir dengan CBAM, tapi ingat bahwa kebijakan lingkungan itu sudah menjadi tren di dunia saat ini. Jadi patut dipertimbangkan," tegas Ferry.
Perlu diketahui, CBAM merupakan border adjustment atau aturan pengurangan emisi karbon dengan menambah tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor ke UE. Pajak ini menurut Komisi Eropa akan diterapkan pada importir produk di negara mereka.
Namun, menurut Anton, pada praktiknya tentu saja tarif pajak ini akan dibebankan kepada eksportir, dalam hal ini pengusaha Indonesia.
Penerapan CBAM ini berlaku dengan terbagi ke dalam dua tahapan. Pertama, merupakan masa transisi yang telah dimulai sejak tahun 2023-2025 dengan mandat kewajiban melaporkan emisi dan review oleh Komisi UE. Sementara itu, tahap dua merupakan implementasi secara utuh CBAM yang resmi dimulai 1 Januari 2026 dengan mandat pengenaan biaya karbon, dan pembelian dan penyerahan sertifikat CBAM.