15 November 2023
12:19 WIB
JAKARTA - Lembaga riset PT Bank Tabungan Negara, Housing Finance Center (HFC) menyatakan, per kuartal III-2023, harga rumah secara nasional mencatatkan kenaikan tertinggi sejak pandemi covid-19. Rumah di bawah harga Rp2 miliar menjadi penyumbang terbesar kenaikan tersebut.
Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar dalam keterangan di Jakarta, Rabu, menuturkan, riset yang dirilis HFC menyebutkan, indeks harga rumah (House Price Index/HPI) untuk kuartal III-2023 mencapai 211,9. Angka ini mengalami pertumbuhan tertinggi setelah pandemi sebesar 8,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Kenaikan didorong oleh rumah dengan tipe 70 dengan harga berkisar Rp500 juta-Rp1 miliar yang mencatatkan kenaikan sebesar 12% yoy pada kuartal III-2023.
"Kami menilai kondisi ini akan bertahan hingga akhir tahun, sejalan dengan insentif PPN DTP dari Pemerintah untuk rumah di bawah Rp2 miliar. Kondisi ini tentunya menjadi momentum pertumbuhan positif bagi Bank BTN," jelasnya.
Menurut Hirwandi, kenaikan harga rumah tersebut menjadi refleksi peningkatan permintaan rumah di masyarakat. Riset HFC BTN mengungkapkan, kenaikan harga rumah tersebut juga disumbang oleh rumah ukuran kecil atau tipe 36 dengan harga di bawah Rp350 juta. HFC mencatat harga rumah tipe 36 tumbuh 8,4% yoy.
Sementara itu, berdasarkan data BTN, komposisi penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk harga di bawah Rp2 miliar paling banyak di Jawa Barat atau sekitar 44%. Kemudian, penyaluran KPR terbanyak disusul Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah.
Sedangkan di Pulau Sumatra, Jambi, Sumatra Selatan dan Sumatra Utara menduduki posisi tertinggi untuk penyaluran KPR di BTN.
"Untuk provinsi dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di luar Pulau Jawa yakni Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur," ujarnya.
Selama delapan bulan pertama pada 2023, BTN menyalurkan KPR baik subsidi maupun non-subsidi sebesar Rp27,5 triliun atau tumbuh 17,9% yoy. Kenaikan itu tercatat masih berada di atas rata-rata industri.
Berdasarkan data Bank Indonesia, KPR secara nasional tumbuh 12,3% yoy di September 2023, lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya atau per Juni 2023 sebesar 10,6% yoy.
Sementara itu, analis Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat dalam risetnya memproyeksikan laba bersih BBTN pada 2023 dapat menyentuh Rp3,37 triliun atau tumbuh 10,7% dari periode tahun sebelumnya. Dengan asumsi tersebut, return on average equity (ROAE) diperkirakan dapat mencapai 12% di tahun ini.
Insentif Fiskal
Terkait dengan insentif, sebelumnya Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan dua skema terkait insentif fiskal untuk pembelian rumah. Antara lain, Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) serta insentif biaya administrasi.
“Pertama, untuk menstimulasi dari sisi permintaan, maka pemerintah memberi insentif dalam bentuk PPN DTP. Kedua, kami akan memberikan bantuan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan menanggung biaya administrasi,” kata Sri Mulyani.
Insentif PPN DTP diberikan mulai November 2023 hingga Desember 2024 yang terbagi dalam dua fase. Fase pertama berlaku pada November 2023 hingga Juni 2024 dengan insentif PPN DTP sebesar 100% atas penyerahan rumah senilai Rp2 miliar.
Sementara pada Juli hingga Desember 2024, besaran insentif sebesar 50%.
Besaran tersebut juga berlaku untuk pembelian rumah senilai hingga Rp5 miliar. Untuk pembelian rumah senilai Rp5 miliar, PPN DTP yang diberikan tetap dengan perhitungan pembelian rumah seharga Rp2 miliar.
Menkeu menambahkan, fasilitas PPN DTP diberikan kepada satu orang pribadi berdasarkan NIK atau NPWP atas perolehan satu unit rumah dan tidak membebankan prasyarat lainnya. Jadi masyarakat yang pernah menerima fasilitas tersebut pada masa covid-19 tetap berhak menggunakan insentif itu.
“Kami tidak menambahkan prasyarat lain, karena tujuannya untuk menyerap rumah-rumah yang sudah dibangun sehingga bisa memunculkan permintaan kepada stok yang sudah ada,” jelas dia.
Kebijakan tersebut juga menyasar kelompok orang pribadi dengan tabungan di atas Rp500 juta untuk membelanjakan dana mereka kepada sektor properti. Dengan begitu, diharapkan real estate dapat membangun kembali pada 2024 dan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian.
Insentif berikutnya yaitu biaya administrasi pembelian rumah yang diberikan hanya kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). MBR yang membeli rumah dengan nilai maksimal Rp350 juta bisa memperoleh insentif biaya administrasi dengan nilai bantuan sebesar Rp4 juta.
Di samping insentif pembelian rumah, Kementerian Keuangan juga memberikan tambahan anggaran kepada Kementerian Sosial untuk program Rumah Sejahtera Terpadu dengan nilai Rp20 juta per rumah.
Anggaran itu digunakan untuk memperbaiki rumah masyarakat yang membutuhkan agar dapat menjadi tempat tinggal yang layak huni.