c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

15 Januari 2025

18:20 WIB

BPS: Tingkat Kemiskinan Di 5 Provinsi Masih Meningkat

Dibandingkan dengan Maret 2024, sebanyak lima provinsi mengalami kenaikan tingkat kemiskinan, yaitu Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Selatan

<p>BPS: Tingkat Kemiskinan Di 5 Provinsi Masih Meningkat</p>
<p>BPS: Tingkat Kemiskinan Di 5 Provinsi Masih Meningkat</p>

Ilustrasi. Sejumlah pemulung mencari barang bekas di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Antara Foto/ Makna Zaezar

JAKARTA - Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan, tingkat kemiskinan yang tercatat dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) periode September 2024, yakni sebesar 8,57%. Catatan ini merupakan tingkat terendah sepanjang sejarah.

Namun, di balik catatan positif tersebut, masih ada lima provinsi yang mengalami kenaikan tingkat kemiskinan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) periode September 2024.

“Jika dibandingkan dengan Maret 2024, sebanyak lima provinsi mengalami kenaikan tingkat kemiskinan, yaitu Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Selatan,” ujar Amalia Adininggar Widyasanti, di Jakarta, Rabu (15/1).

Ia menuturkan, terdapat 18 provinsi dengan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional pada September 2024. Sementara 20 provinsi lainnya memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional.

Tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di Papua Pegunungan sebesar 29,66%, dan tingkat kemiskinan terendah tercatat di Bali dengan angka 3,80%. “Hal ini mencerminkan, masih adanya variasi yang cukup besar dalam tingkat kemiskinan antarwilayah di Indonesia,” imbuhnya.

Amalia menuturkan, berdasarkan kelompok pulau, terlihat bahwa wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 18,62%. Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 5,30%.

Sejumlah anak pemulung mengangkat buku bantuan di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Cot Girek, Desa Kan dang, Lhokseumawe, Aceh, Selasa (24/7). Sumber: Antara Foto/Rahmad 

Sebagian Besar Di Jawa
Meski begitu, dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin berada di Pulau Jawa dengan jumlah 12,62 juta orang. Adininggar menuturkan, 52,45% dari total jumlah penduduk miskin di Indonesia yang mencapai 24,06 juta orang tinggal di Pulau Jawa.

“Jumlah penduduk miskin juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu sebanyak 12,62 juta orang, atau sekitar 52,45% dari total penduduk miskin di Indonesia berlokasi di Pulau Jawa,” ujarnya.

Sedangkan jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan dengan 910 ribu orang. “Jika dibandingkan dengan Maret 2024, maka penurunan kemiskinan terjadi di semua wilayah di Indonesia dengan penurunan tertinggi terjadi di wilayah Maluku dan Papua,” serunya.

Untuk diketahui, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2024 tercatat sebanyak 24,06 juta orang, atau turun sebanyak 1,16 juta orang dibandingkan dengan Maret 2024. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan pada September 2024 mengalami penurunan sebesar 0,46 basis poin dibandingkan dengan Maret 2024, yakni menjadi 8,57% dari sebelumnya 9,03%.

Dengan begitu, tingkat kemiskinan pada September 2024 merupakan yang terendah sepanjang sejarah sensus BPS. Pencapaian tersebut adalah pertama kalinya tingkat kemiskinan di Indonesia tercatat menyentuh angka 8%, dari sebelumnya selalu di atas 9%.

Lapangan Kerja
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, tingkat kemiskinan di Indonesia menunjukkan tren penurunan yang signifikan sepanjang 2024. Hal ini diikuti tingkat kemiskinan ekstrem yang juga menurun dari 1,12% menjadi 0,83 %.

Selain itu, ketimpangan yang diukur melalui rasio gini juga membaik dari 0,388 pada 2023 menjadi 0,379 pada 2024. “Dari sisi kemiskinan, gini ratio dan tingkat pengangguran terjadi penurunan, ini artinya membaik. Ini adalah hasil kerja bersama dan terutama APBN yang terus bekerja luar biasa keras melindungi masyarakat dan ekonomi,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa beberapa waktu lalu.

Selain indikator kemiskinan dan ketimpangan, kata Menkeu, pasar tenaga kerja juga menunjukkan perkembangan positif. Tingkat pengangguran juga menurun dari 5,3 % pada 2023 menjadi 4,91% pada 2024.

Sri Mulyani memaparkan, sepanjang 2024, telah tercipta 4,78 juta lapangan kerja baru, termasuk peningkatan signifikan pekerja formal berstatus buruh atau karyawan sebesar 3,44 juta, sehingga total pekerja formal sejauh ini mencapai 56,2 juta orang.

Adapun sektor-sektor utama yang berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja ini meliputi sektor pertanian, dengan jumlah tenaga kerja meningkat dari 39,5 juta pada 2023 menjadi 40,8 juta pada 2024. Lalu, sektor perdagangan dengan tenaga kerja yang naik dari 26,6 juta menjadi 27,3 juta.

Kemudian, sektor industri pengolahan yang mengalami peningkatan dari 19,3 juta menjadi 20 juta pekerja. Serta sektor jasa lainnya dengan tenaga kerja bertambah dari 22,7 juta menjadi 23,7 juta.

“Ini kondisi pasar tenaga kerja tentu tidak menafikan ada sektor yang mengalami tekanan lebih seperti sektor padat karya seperti tekstil, namun makronya menggambarkan adanya terciptanya kesempatan kerja dan penciptaan lapangan kerja baru dan status dari buruh yang mengalami perbaikan yaitu pekerja di sektor formal sebagai statusnya karyawan atau buruh,” kata Menkeu.

Lebih lanjut, Bendahara Negara itu juga menyoroti perbaikan pada nilai tukar petani (NTP) yang naik dari 118,27 menjadi 122,78 pada 2024, jauh melampaui target yang ditetapkan DPR RI yang hanya di kisaran 105-108. Ia menilai peningkatan ini didukung oleh kebijakan seperti subsidi pupuk, percepatan pembangunan infrastruktur pertanian, bantuan pangan, dan stabilisasi harga pangan.

Meskipun demikian, nilai tukar nelayan (NTN) masih berada di bawah target yang diharapkan, yakni di angka 102,35 dari target 107-110. Untuk menjaga stabilitas sektor ini, ia menjelaskan pentingnya program bantuan sosial dalam meringankan beban masyarakat miskin.

Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sosial (bansos), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta program Prakerja berkontribusi besar dalam menjaga kesejahteraan masyarakat.

"Berbagai langkah seperti tambahan bansos itu juga meringankan beban terutama kepada petani. Berbagai langkah bansos seperti PKH, sembako, PIP, KIP, pemberian PBI untuk jaminan kesehatan, kartu Prakerja, semuanya memberikan dukungan dan meringankan beban sehingga nilai tukar petani kita mengalami perbaikan dari 118,27 menjadi 122,78," kata Sri Mulyani.

Ilustrasi potret kemiskinan jaman dulu dan sekarang. ValidNewsID/Fikhri dan Antara Foto/Dok 

Hilirisasi Industri
Sementara itu, Guru Besar bidang manajemen sistem pedesaan Universitas Pattimura, Ambon Prof Wardis Girsang mengemukakan hilirisasi industri di perdesaan menjadi kunci untuk mengentaskan kemiskinan di Maluku.

"Pengentasan kemiskinan dimulai dengan membangun industri berbasis komoditas unggulan lokal pada 12 gugus pulau di Maluku," kata Prof Wardis Girsang di Ambon, Rabu.

Hal itu dikatakannya dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar Unpatti dengan judul Percepatan pengentasan kemiskinan berbasis gugus pulau di Provinsi Maluku. Menurut Wardis angka kemiskinan di Maluku pada 2023 16,42% dan pada 2024 16,05.

Selama tiga dekade terakhir (34 tahun), Maluku tetap menempati urutan provinsi termiskin ke-3 (1990-2010), dan kemudian ranking ke-4 (2024) dari 34 provinsi atau urutan ke-8 dari 38 provinsi.

"Artinya, angka kemiskinan absolut di Maluku belum bisa dipercepat melewati provinsi lain karena berjalan perlahan, melambat, dan berfluktuasi, dengan rata-rata penurunan sekitar 0,9% per tahun," kata dia.

Ia melanjutkan perlu dipahami angka kemiskinan 16,42% pada Maret 2023 adalah gabungan dari angka kemiskinan di desa dan kota, masing-masing 24,64% dan 5,49%. Merujuk pada hal itu ,kata dia, persentase kemiskinan di desa lima kali lebih tinggi dibanding di kota.

Oleh sebab itu ujarnya diperlukan hilirisasi industri dari desa utamanya pada 12 gugus pulau di Maluku, dengan memanfaatkan komoditas unggulan masing-masing perdesaan yang ada.

"Maluku harusnya dibangun dengan berbasis gugus pulau karena skala ekonomi kita kecil, kita harus menyatukan satu kawasan atau lokasi untuk produksi lebih besar agar bisa bersaing. Mari kita membangun di setiap gugus pulau di Maluku," kata dia.

Ia melanjutkan dengan hilirisasi industri, petani atau nelayan bisa mengolah terlebih dahulu komoditas yang ada, baru kemudian dijual sehingga memiliki pertambahan nilai ekonomi.

Ia melanjutkan dalam hal ini perguruan tinggi atau lembaga riset yang menghasilkan inovasi harus mendorong pemerintah daerah untuk membuka peluang investasi di setiap gugus pulau sebagai pusat kajian dan pengawasan, sekaligus menjadi pusat pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Misalnya di Jepang satu Universitas mengelola 10 keramba ikan yang satu keramba ikan itu memiliki nilai Rp3 miliar tapi bisa memproduksi blue fin tuna yang harganya Rp250 ribu per kilo," katanya.

Selain itu dengan hilirisasi industri di perdesaan juga para nelayan dan petani berorientasi dari perikanan ke pertanian. Disamping itu katanya perlu juga dibangun pusat penelitian untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar