03 Februari 2025
20:07 WIB
BPS: Gas Melon Sumbang Inflasi Bahan Bakar Rumah Tangga
Kenaikan harga gas LPG 3 kg atau gas melon ikut menyumbang inflasi pada kelompok bahan bakar rumah tangga di Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari 2025.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Petugas merapikan tabung gas elpiji tiga kilogram usai pengisian di Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, Selasa (17/9/2024). Antara Foto/Mohammad Ayudha
JAKARTA - Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) alias "gas melon" ikut menyumbang inflasi pada kelompok bahan bakar rumah tangga di Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari 2025.
Menurutnya, hal itu disebabkan oleh kenaikan harga gas LPG 3 kg yang marak terjadi di masyarakat.
Kendati demikian, dia menjelaskan LPG 3 kg memberikan andil inflasi yang terbilang kecil di awal tahun ini.
"Secara umum, kelompok bahan bakar rumah tangga juga memberikan andil inflasi sebesar 0,01% di Januari ini, tentunya ini termasuk karena kenaikan harga gas LPG 3 kg," ungkap Amalia dalam konferensi pers, Senin (3/2).
Baca Juga: Puskepi: Kebijakan Baru LPG 3 Kg Tak Jamin Beban Subsidi Berkurang
Asal tahu saja, pemerintah tak lagi menyuplai LPG 3 kg ke pengecer sejak 1 Februari 2025. Nantinya, masyarakat hanya bisa membeli gas melon subsidi itu di pangkalan atau agen resmi PT Pertamina (Persero).
Meski baru akan diberlakukan pada Februari, kelangkaan LPG 3 Kg ini sudah terjadi sejak akhir Januari 2025. Mulai dari ibu rumah tangga hingga pedagang merasa dirugikan. Oleh karena itu, banyak masyarakat mengeluh karenanya.
Gas Melon Langka
Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan tanggapan terkait kelangkaan LPG melon yang belakangan ini menjadi keluhan masyarakat.
Dia mengatakan kelangkaan yang terjadi bukan disebabkan oleh kuota atau subsidi yang dipangkas, melainkan karena adanya praktik penyalahgunaan oleh beberapa oknum dalam rantai distribusi.
Bahlil menjelaskan kuota LPG melon untuk tahun ini tetap stabil dan tidak ada perubahan signifikan. Sama halnya dengan impor LPG yang tidak berubah baik bulan lalu maupun bulan-bulan sebelumnya.
"Pertama saya sampaikan LPG ini tidak ada kuota yang dibatasi. Impor kita sama. Bulan lalu dan bulan sekarang atau 3-4 bulan lalu sama aja, nggak ada (perubahan). Subsidinya pun nggak ada yang dipangkas. Tetap sama," tegasnya dalam konferensi pers bertajuk 'Capaian Kinerja Sektor ESDM 2024 di Jakarta, Senin (3/2).
Bahlil mengungkapkan, selama ini Pertamina menyuplai gas LPG ke agen, lalu dari agen ke pangkalan barulah ke pengecer. Namun belakangan, pihaknya mendapatkan laporan mengenai praktik yang tidak sehat dalam distribusi LPG.
Baca Juga: Pertamina Sediakan 36 Ribu Pangkalan Resmi Pembelian LPG 3 kg Di Jatim
"Laporan yang masuk ke kami ada yang memainkan harga. Ini jujur aja. Harganya itu kira-kira harusnya tidak lebih dari Rp5.000-6.000. Karena saya menjelaskan secara rinci, negara itu mensubsidi sekitar Rp12.000 per kilogram LPG. Kalau 3 kg satu tabung berarti sekitar Rp36.000 per tabung," ujarnya.
Bahlil juga menyoroti adanya kelompok tertentu yang membeli LPG dalam jumlah yang tidak wajar, yang kemudian mempengaruhi harga pasar.
"Ada satu kelompok orang yang membeli LPG dengan jumlah yang tidak wajar. Harganya naik. Sudah volume yang tidak wajar, harganya pun dimainkan," jelas Bahlil.
Untuk mengatasi hal tersebut, Bahlil menyebutkan bahwa pemerintah telah melakukan pengetatan regulasi distribusi LPG, salah satunya dengan membuat regulasi dengan membeli gas di pangkalan bukan di pengecer, ini untuk memastikan bahwa harga di tingkat pangkalan dapat diawasi dengan ketat.