01 Oktober 2025
12:25 WIB
BPS: Cabai-Daging Ayam Picu Inflasi September 0,21%
BPS melaporkan RI mengalami inflasi 0,21% (mtm) pada September, dipicu oleh produksi cabai yang menurun bahkan terendah selama tahun 2025, serta daging ayam.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Cabai Merah. Antara Sumut/Nur Aprilliana Br Sitorus
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm) pada September 2025. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah menyampaikan, terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,51 pada Agustus menjadi 108,74 pada September 2025.
Adapun, inflasi Indonesia tercatat sebesar 2,65% secara tahunan (yoy) dan inflasi 1,82% sepanjang tahun berjalan (ytd).
Dari kelompok pengeluaran, penyumbang inflasi terbesar datang dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,38% (mtm) dan memberikan andil pada inflasi sebesar 0,11%.
Habibullah mengungkap, inflasi September terjadi karena penurunan produksi cabai yang menyentuh titik terendah sepanjang tahun berjalan. Adapun penurunan ini sudah diketahui Kementan melalui Early Warning System (EWS).
“Komoditas yang dominan mendorong inflasi pada kelompok ini adalah cabai merah dan daging ayam ras yang memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,13%,” jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (1/10).
Komoditas lain yang juga memberikan andil inflasi adalah emas perhiasan dengan andil sebesar 0,08%. Kemudian sigaret kretek mesin (SKM), biaya kuliah, akademi perguruan tinggi, cabai hijau, dan sigaret kretek tangan (SKT) dengan andil inflasi masing-masing 0,10%.
Selain itu, ada beberapa komoditas yang masih memberikan andil deflasi pada September 2025. Antara lain, bawang merah dengan andil deflasi sebesar 0,12%, dan komoditas tomat dengan andil deflasi sebesar 0,03%.
Sementara itu, beberapa komoditas seperti bawang putih, cabai rawit, beras, ketimun, dan biaya sekolah menengah atas dengan andil deflasi masing-masing sebesar 0,01%.
Komponen Inflasi September 2025
Lebih lanjut, dia menyampaikan, seluruh komponen inflasi mengalami kenaikan bulanan. Di mana inflasi September 2025 yang sebesar 0,21%, utamanya didorong inflasi komponen inti.
"Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,18% (mtm). Komponen ini memberikan andil inflasi sebesar 0,11%," terang dia.
Adapun komoditas yang dominan memberikan andil inflasi untuk komponen inti adalah emas perhiasan dan biaya kuliah akademi perguruan tinggi.
Kedua, komponen harga bergejolak (volatile food) mengalami inflasi sebesar 0,52% (mtm) dan andil inflasi sebesar 0,09%. Inflasi komponen ini mayoritas berasal dari cabai merah, cabai hijau dan daging ayam ras.
Ketiga, komponen harga diatur pemerintah (administered price) juga mengalami inflasi sebesar 0,06% (mtm) dengan andil sebesar 0,01%, didominasi oleh sigaret kretek mesin dan sigaret kretek tangan.
24 Provinsi Alami Inflasi
Sementara berdasarkan sebaran wilayah, sebanyak 24 provinsi mengalami inflasi dan 14 provinsi mengalami deflasi pada September 2025.
"Inflasi tertinggi terjadi di Riau, yaitu 1,11% (mtm). deflasi terdalam terjadi di Papua Selatan, yaitu sebesar 1,08%," ujar Habibullah.
Di Pulau Jawa, inflasi terendah terjadi di Banten sebesar 0,10% (mtm), sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur sebesar 0,23% (mtm).
Sementara di Sumatra, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Riau sebesar 1,11% (mtm), diikuti inflasi terendah terjadi di Lampung sebesar 0,16% (mtm.
Lalu, inflasi tertinggi di wilayah Kepulauan Bali-Nusra terjadi di NTB sebesar 0,22% (mtm), sedangkan deflasi terdalam terjadi di Provinsi NTT sebesar 0,43% (mtm).
Di pulau Kalimantan, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 0,33% (mtm), sedangkan deflasi terdalam terjadi di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 0,01% (mtm).
Di Pulau Sulawesi, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 0,07% (mtm), sedangkan deflasi terdalam terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,26% (mtm).
Selanjutnya, di kepulauan Maluku-Papua inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Papua Barat sebesar 0,97% (mtm), sedangkan deflasi terdalam terjadi di Papua Selatan sebesar 1,08% (mtm).