c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

12 Desember 2024

20:23 WIB

BPJS Targetkan 57 Juta Pekerja Terlindungi Jaminan Sosial Di 2025

 

Saat ini, cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan baru mencakup 43 juta. Untuk itu, BPJS Ketenagkerjaan akan melakukan beberapa percepatan, salah satunya dengan pemanfaatan teknologi digital

<p id="isPasted">BPJS Targetkan 57 Juta Pekerja Terlindungi Jaminan Sosial Di 2025</p><p>&nbsp;</p>
<p id="isPasted">BPJS Targetkan 57 Juta Pekerja Terlindungi Jaminan Sosial Di 2025</p><p>&nbsp;</p>

Direktur Human Capital dan Umum BPJS Ketenagakerjaan Abdur Rahman Irsyadi (dua dari kiri) memberikan buku tentang jaminan sosial kepada Ketua DJSN Nunung Nuryartono (tiga dari kiri) di Jakarta, Kamis (12/12/2024). Antara/Lintang B Prameswari

JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menargetkan sebanyak 57 pekerja baik formal maupun informal, terlindungi jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsosnaker) pada tahun 2025. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Human Capital dan Umum BPJS Ketenagakerjaan Abdur Rahman Irsyadi pada peluncuran buku tentang jaminan sosial di Jakarta, Kamis (12/12).

"Untuk di tahun 2025 kita ditargetkan oleh pemerintah ini 57 juta, sekarang ini baru mencakup 43 juta, jadi kesenjangannya masih lumayan besar. Untuk itu kita akan melakukan beberapa percepatan peserta lain, salah satunya adalah kaitannya dengan pemanfaatan teknologi digital," katanya.

Ia menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan memiliki aplikasi jam sosial, untuk masyarakat agar dapat langsung mengakses informasi terkait jamsosnaker sekaligus mendaftar di aplikasi tersebut.

"Saya rasa itu salah satu langkah yang positif," ucap Abdur.

Sementara itu, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nunung Nuryartono mengemukakan, lima program jaminan sosial ketenagakerjaan, yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pensiun (JP), dapat memberikan kontribusi yang sangat penting bagi perekonomian.

"BPJS Ketenagakerjaan dengan lima program itu akan memberikan kontribusi bagi ekonomi karena tenaga kerja terlindungi dan mereka dapat bekerja secara nyaman, kalau bekerja secara nyaman maka produktivitas juga akan meningkat," kata Nunung.

Menurut dia, keberadaan jaminan sosial ketenagakerjaan sangat strategis untuk melindungi pekerja formal maupun informal, mengingat angkatan kerja di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat.

"Jumlah angkatan kerja kita semakin meningkat, jumlah orang yang bekerja juga semakin meningkat, baik yang kita kategorikan pekerja formal maupun informal, oleh karena itu, jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai salah satu ekosistem yang juga diamanatkan oleh konstitusi menjadi sangat strategis untuk bisa mencakup seluruh tenaga kerja dari Indonesia," tuturnya.

Harus Disempurnakan
Sebelumnya, Ombudsman RI menyatakan, kebijakan terkait dengan penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek) bagi pekerja informal, harus terus disempurnakan. Hal itu disampaikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih saat penyerahan hasil Kajian Sistemik terkait Potensi Malaadministrasi pada Optimalisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terhadap Pekerja Informal yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (10/12).

“Hasil kajian ini menjadi saran perbaikan bagi kementerian maupun lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah. Ini memberikan suatu kondisi bahwa aspek kebijakan ini masih perlu adanya regulasi ataupun aturan yang secara khusus mengatur, mengenai bagaimana penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja informal, terutama yang bersifat nasional,” kata Najih.

Ia juga menyoroti aspek tata kelola atau manajemen. Perlunya peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), dalam pelaksanaan penerima bantuan iuran (PBI) jaminan sosial ketenagakerjaan di daerah yang akan ikut mempengaruhi bagaimana keberlanjutan program PBI tersebut.

Kemudian, Najih menggarisbawahi aspek program mengenai perlunya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan secara terus-menerus terkait dengan kepesertaan. Mulai dari mekanisme pendaftaran, besarnya iuran, sampai pada manfaat yang didapat dari perlindungan ketenagakerjaan.

Ia menambahkan, keberhasilan jaminan sosial ketenagakerjaan tidak hanya bergantung kepada pemahaman tenaga kerja terkait. Terutama yang berkaitan dengan perlindungan dari risiko yang mungkin dihadapi pada saat bekerja.

Sedangkan terkait cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan yang belum mampu mencakup setengah dari pekerja di Indonesia, menurutnya merupakan persoalan yang harus terus dicermati bersama. Terutama bagi pekerja-pekerja informal seperti para petani, para nelayan, serta para pekerja di sektor rumah tangga.

“Sementara sektor yang dimasuki oleh lapangan kerja informal itu paling besar dibanding sektor yang formal. Seperti kalau kita lihat di jalan-jalan pedagang minuman eceran entah itu kopi ataupun minuman hangat yang mungkin setiap pulang kerja sebagian besar dari kita ikut menikmati. Tetapi apakah mereka terlindungi jaminan ketenagakerjaan sosialnya?” kata Najih.

Najih mengingatkan, jaminan sosial merupakan hak konstitusional bagi semua warga negara Indonesia sebagai wujud dari komitmen negara untuk memberikan perlindungan kepada semua kelompok masyarakat. Oleh sebab itu, penyelenggara negara ataupun penyelenggara pemerintahan harus memberikan kepastian terkait dengan jaminan sosial.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar