c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

23 Agustus 2025

16:15 WIB

BPJPH: Kolaborasi Lintas Sektor Diperlukan Bantu UMKM Kembangkan Produk Halal

BPJPH menilai kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk membantu tantangan yang dihadapi pelaku UMKM dalam mengembangkan produk halal.

Penulis: Ahmad Farhan Faris

<p id="isPasted">BPJPH: Kolaborasi Lintas Sektor Diperlukan Bantu UMKM Kembangkan Produk Halal</p>
<p id="isPasted">BPJPH: Kolaborasi Lintas Sektor Diperlukan Bantu UMKM Kembangkan Produk Halal</p>

Seorang pengunjung mengambil makanan di sebuah restoran di Jakarta yang sudah memasang label halal untuk produk yang dijajakannya. ValidNewsID/ Faisal Rachman

JAKARTA - Wakil Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Afriansyah Noor mengatakan kolaborasi lintas sektor dan seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan demi memperkuat ekosistem produk halal yang berkelanjutan dan berorientasi ekspor, terutama bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Seluruh kementerian dan lembaga harus bersatu padu untuk konsentrasi bagaimana kita bisa menyelamatkan rakyat kita yang mayoritas Muslim dari produk-produk yang masuk, terutama dari negara-negara luar. Jadi halal bukan hanya sebagai alat pemasaran saja,” kata Afriansyah dilansir dari Antara pada Sabtu (23/8).

Menurut dia, kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk membantu tantangan yang dihadapi pelaku UMKM dalam mengembangkan produk halal, termasuk keterbatasan pemahaman, akses dan daya saing agar menembus pasar ekspor.

Maka dari itu, ia menekankan dukungan pemerintah di pusat dan daerah menjadi tidak terpisahkan.

Selanjutnya, ia mengingatkan para pelaku UMKM agar sertifikasi halal tidak boleh hanya dipandang sebagai instrumen administratif semata. “Melainkan, sebagai bagian dari upaya strategis untuk melindungi masyarakat dan memperkuat daya saing produk halal Indonesia,” ujarnya.

Baca Juga: Produk Halal RI Menarik Minat Dunia, Raup Potensi Transaksi Rp9,19 M

Sementara Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepulauan Riau, Rony Widijarto Purubaskoro mengatakan pihaknya terus mendorong penguatan ekosistem halal dengan melibatkan pelaku usaha, lembaga keuangan hingga perguruan tinggi.

Adapun, langkah yang dilakukan Bank Indonesia di antaranya meningkatkan literasi dan pendampingan sertifikasi halal, pengembangan ekosistem halal dan rantai nilainya mulai dari pelaku usaha, perbankan, perguruan tinggi, digitalisasi untuk memasarkan produk halal, serta memudahkan akses pembiayaan yang lebih efisien.

“Diharapkan pelaku usaha memperoleh pemahaman komprehensif mengenai pentingnya sertifikasi halal, strategi branding, serta inovasi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk,” pungkasnya.

Pasar Halal Dunia
Mengutip The State Global Islamic Economy Indicator (SGIE) 2024/2025 yang dipublikasikan oleh DinarStandard bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), pasar makanan halal global mencapai US$1,43 triliun pada 2023. Jumlah ini dibelanjakan oleh sekitar 2 miliar umat Muslim di seluruh dunia.

Diperkirakan pasar makanan halal akan bertumbuh menjadi US$1,94 triliun pada 2028 (6,2% CAGR).

Indonesia jadi penyumbang utama dengan nilai US$159,6 miliar, diikuti Bangladesh US$138,5 miliar dan Mesir US$116,8 miliar.

Lalu ada Turkiye US$102 miliar, Arab Saudi US$93,1 miliar, Nigeria US$97,7 miliar, Pakistan US$83,9 miliar, Iran US$82,2 miliar, India US$63,2 miliar, Algeria US$38,3 miliar dan sisanya US$468,8 dari berbagai negara lainnya.

Sayangnya, Indonesia juga masuk dalam lima besar negara Organisasi Kerja Sama Islam (KI) yang menjadi importir terbesar makanan halal. Laporan ini mencatat pada 2023, impor oleh lima negara OKI ini mencapai US$293,6 miliar.

Rinciannya, Arab Saudi sebesar US$27,4 miliar, Turkiye US$22,5 miliar, Indonesia US$25,5 miliar, Malaysia US$20,8 miliar dan Uni Emirat Arab US$20,7 miliar.

Baca Juga: Warteg, Warmindo, Warsun Dan Warung Padang Dapat Sertifikat Halal Gratis

Sementara, di tahun yang sama terdapat lima negara yang menjadi pengekspor makanan halal terbesar ke negara OKI, dengan nilai sebesar US$196,3 miliar. Kelima negara itu adalah Brazil sebesar US$26,5 miliar, India US$21,9 miliar, Rusia US$19,5 miliar, Amerika Serikat US$13,2 miliar dan Turkiye US$13 miliar.

Industri makanan halal juga sudah menarik investasi senilai US$1,3 miliar dengan jumlah kesepakatan mencapai 29 kesepakatan. SGIE 2024/2025 melaporkan ada lima negara yang berhasil menarik investasi terbesar yakni Maroko US$610,1 juta, Uni Emirat Arab US$397,9 juta, Arab Saudi US$144,4 juta, Indonesia US$115,4 juta dan Nigeria US$16,3 juta.

Beberapa hal yang menjadi kunci perkembangan industri makanan halal adalah investasi JBS di Saudi senilai US$50 juta dan meningkatkan output hingga dua kali lipat. Berikutnya, Pakta pengakuan bersama halal baru Indonesia-UEA-Turki-Malaysia mengurangi duplikasi audit dan biaya.

Langkah Isla Delice membeli Gurka dan Takul telah mendorong ekspansi produk makanan halal di Eropa. Lalu, pertanian vertikal menggunakan tenaga surya oleh Pure Food di Uni Emirat Arab telah menghemat penggunaan air hingga 95%. Terakhir, aktivitas mendorong produk minuman kola lokal di beberapa negara telah mendorong penjualan produk tersebut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar