c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

27 Mei 2021

20:43 WIB

BPDLH Berpotensi Kelola Dana Lingkungan Hidup Hingga US$836 Juta

Dana tersebut didapatkan dari enam pendonor

Editor: Nadya Kurnia

BPDLH Berpotensi Kelola Dana Lingkungan Hidup Hingga US$836 Juta
BPDLH Berpotensi Kelola Dana Lingkungan Hidup Hingga US$836 Juta
Mobil pengangkut sampah melintas di antara gundukan sampah di TPA Aia Dingin, Padang, Sumatera Barat. ANTARAFOTO/Iggoy el Fitra

JAKARTA - Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) menyebut potensi dana lingkungan yang bisa dikelola mencapai US$836 juta. Nantinya, dana itu diperuntukkan ke enam program di sektor kehutanan.

Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto mengungkapkan akan mengawal dana dari pendonor untuk mencapai kesepakatan yang telah ditetapkan.

"Setiap dana mempunyai specific requirements. Tugas kami adalah mengawal pada beneficiary yang ditargetkan pemilik dana," ujarnya dalam media briefing Peran Pendanaan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup/Indonesia Environmental Fund (IEF) dalam Mendukung Program Kementerian/Lembaga, Jakarta, Kamis (27/5).

Adapun enam pendonor dana itu yakni pertama, Green Climate Fund (GCF) dengan nilai komitmen mencapai US$103 juta. Dana itu akan diberikan bertahap sejak 2021 hingga 2023 dan didasari pada kinerja. Pencairan tahap pertama akan dilakukan pada Juli atau Agustus 2021.

Kedua, ialah REDD+ Norway dengan nilai komitmen US$560 juta yang akan dicairkan mulai 2021 hingga 2030. Rencananya pada tahap pertama akan dicairkan dana sebesar US$56 juta.

"Ini juga masih negosiasi perjanjian pembayaran. Kami belum bisa memprediksi karena ini tergantung negosiasinya, bisa tahun ini atau tahun depan," ungkap Djoko.

Ketiga ,ialah dari Bank Dunia melalui program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dengan nilai komitmen US$110 juta. Dana itu akan dicairkan pada 2021, 2023, dan 2025 dan hanya diperuntukkan bagi Kalimantan Timur.

Pencairan dana juga akan didasari pada kinerja pemerintah provinsi Kaltim dalam menerapkan kebijakan pengurangan emisi gas buang. 

Keempat, BioCarbon Fund dengan nilai komitmen US$60 juta. Dana itu dikhususkan bagi wilayah Jambi dan akan dicairkan selama 2023 hingga 2025. Lagi, pencairan bergantung pada kinerja Pemerintah Jambi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

Kelima, Ford Foundation dengan nilai komitmen sebesar US$1 juta. Namun saat ini negosiasi masih berjalan. Nantinya dana itu juga akan digunakan di sektor kehutanan.

Keenam, yaitu dana dari Bank Dunia sebesar US$2 juta untuk mengembangkan kapasitas BPDLH melaksanakan tugas.

"Hibah langsung dari World Bank ini untuk mendukung BPDLH dalam mengelola dana lingkungan hidup seperti membangun safeguards indicator, environmental and social monitoring system (ESMS), dan action plan ESMS," ucap Djoko. 

Terdampak Pandemi

Djoko menuturkan, pandemi covid-19 turut berdampak juga padpenanganan masalah-masalah lingkungan hidup, termasuk pengendalian perubahan iklim karena terjadi perubahan peruntukan alokasi pendanaan yang umumnya dialokasikan untuk penanganan pandemi covid-19.

"Dunia Internasional pun saat ini bersama-sama berusaha untuk menangani berbagai krisis lingkungan," ujarnya

Ia melanjutkan, pertemuan negara-negara G7 bulan Mei, yang beranggotakan negara maju yang memiliki pengaruh cukup kuat terhadap perekonomian global, menghasilkan joint commitment untuk menuju zero net emission.

Merujuk mandate Paris Agreement disebutkan bahwa untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C di atas suhu di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celcius di atas suhu di masa pra –industrialisasi.

Para negara anggota Paris Agreement diminta menetapkan target penurunan emisi yang dituangkan dalam Nationally Determined Contributions. Paris Agreement tidak secara spesifik memandatkan untuk net zero emission.

Indonesia sendiri sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement melalui UU 16 tahun 2016 telah menyampaikan komitmennya melalui Nationally Determined Contributions (NDCs) yaitu pengurangan emisi sebesar 29% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan Internasional.

Berdasarkan estimasi kebutuhan pendanaan untuk implementasi NDC, Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar US$247 miliar atau setara Rp3.461 triliun untuk periode 2018-2030 sesuai dengan dokumen Second Biennial Update Report 2018.

Lebih rinci, KLHK mengestimasi kebutuhan Indonesia untuk mencapai target NDC setiap tahun adalah sebesar Rp343,32 triliun. Berdasarkan pada pendanaan APBN yang disediakan untuk perubahan iklim berdasarkan data budget tagging  2019 dan 2020.

Sementara itu merujuk pada kebutuhan per tahun dan data budget tagging tersebut, maka masih terdapat gap yang cukup besar, yaitu sekitar 60-70% dari total kebutuhan dananya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar