15 April 2025
20:31 WIB
Bos PLN Beberkan Penyebab Mobil Hidrogen Lebih Murah Dari BBM
Harga hidrogen untuk kendaraan saat ini masih murah karena menggunakan excess supply milik PT PLN.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo memberikan keterangan kepada wartawan saat acara pembukaan IIMS 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (15/2/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan biaya yang dikeluarkan masyarakat jika memakai mobil berbahan bakar hidrogen bakal lebih murah ketimbang mobil berbahan bakar minyak (BBM) atau bensin.
Dalam gelaran Global Hydrogen Ecosystem Summit and Exhibition 2025, Darmawan menyebut mobil hidrogen hanya butuh sekitar Rp550 per kilometer (km) jarak tempuh. Sedangkan mobil bensin, butuh sekitar Rp1.300 per km.
Hal itu dikarenakan hidrogen yang digunakan untuk sektor transportasi ialah excess supply atau pasokan berlebih dari produksi yang dilakukan oleh perusahaan pelat merah tersebut.
"Tidak ada investasi pembangkit, tidak ada investasi elektrolisis. Ini hanya Rp550 per kilometer, jadi lebih murah daripada pakai bensin, karena hidrogennya setengah gratis. Kalau tidak ya dibuang ke udara," jelas Darmawan di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (15/4).
Darmawan mengungkapkan produksi hidrogen yang dilakukan PT PLN pada dasarnya bertujuan untuk digunakan sebagai pendingin pembangkit listrik.
Lalu, perusahaan dalam perjalanannya melakukan salah perhitungan. Sehingga, ada sekitar 128 ton pasokan hidrogen yang berlebih (excess supply) yang kemudian disalurkan untuk sektor transportasi.
"Kebetulan di PLN, pembangkit kami butuh pendingin dari hidrogen. Maka, kami nyetrum air untuk dapat hidrogen. Eh, salah hitung, produksinya 200 sekian ton, yang dipakai 75 ton. Jadi, 128 ton itu excess supply," tambah dia.
Lebih lanjut, dirinya menerangkan hidrogen menjadi salah satu bentuk teknologi penyimpanan energi di samping battery energy storage system (BESS).
Karena itu, hidrogen dinilainya punya peran penting dalam agenda transisi energi. Pasalnya, transisi energi butuh teknologi penyimpanan energi, terutama untuk energi terbarukan yang bersifat intermittent seperti surya.
"Kalau engineer paparannya agak kompleks, tapi kalau kami simpel saja, air disetrum, hasilnya ada dua. Anoda yang positifnya jadi oksigen, negatifnya jadi hidrogen. Lalu, hidrogen ini disimpan dalam tabung dan itulah energy storage system," jabar Darmawan.
Karena itu ketika nantinya PT PLN akan membangun pembangkit listrik berbasis energi bersih yang membutuhkan teknologi penyimpanan energi, bukan tak mungkin biaya hidrogen untuk kendaraan kembali ke semula atau tak jauh dari biaya mobil berbahan bakar bensin.
"Kalau kita membangun pembangkit baru, PLTS, disimpan dalam bentuk hidrogen, ya itu beda tipis lah nanti dengan kalau menggunakan bensin, yaitu sekitar Rp1.200-Rp1.300 per km," pungkasnya.