10 November 2025
16:58 WIB
Bos Pertamina Sebut Merger 3 Subholding Jadi Senjata Hadapi Tantangan Global
Aksi korporasi merger Pertamina Patra Niaga, Pertamina International Shipping, dan Kilang Pertamina Internasional diharapkan bisa tereksekusi pada awal Januari 2026
Penulis: Yoseph Krishna
Direktur Utama PT Pertamina Simon Aloysius Mantiri saat dijumpai selepas Pelantikan Kepala BPH Migas di Kantor Kementerian ESDM, Senin (10/11). Validnews/Yoseph Krishna
JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina Simon Aloysius Mantiri buka suara soal alasan penggabungan tiga anak usaha, yakni PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Pertamina International Shipping.
Ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Simon mengatakan penggabungan 3 subholding tersebut jadi senjata PT Pertamina untuk menghadapi tantangan global yang semakin hari semakin tidak menentu.
Simon meyakini, penggabungan Subholding Integrated Marine Logistics, Subholding Commercial and Trading, serta Subholding Refining and Petrochemical bisa memberi manfaat lebih banyak kepada PT Pertamina.
"Tentunya supaya lebih banyak manfaat. Ada tantangan di luar, kondisi global juga banyak tantangan, jadi upaya kita untuk meningkatkan performa perusahaan salah satunya itu (merger)," ucapnya selepas menghadiri Pelantikan Kepala BPH Migas, Senin (10/11).
Diakuinya, langkah merger PIS, KPI, dan Pertamina Patra Niaga dilancarkan supaya proses pengambilan keputusan bisnis menjadi lebih mudah di tengah dinamika tantangan global.
Sebagai contoh, holdingisasi PT Pertamina beberapa tahun lalu dijalankan sebagai langkah terbaik menghadapi tantangan global. Kini, merger 3 subholding juga dilakukan dengan tujuan yang sama.
"Kembali lagi kita melihat, mengikuti perkembangan zaman. Saat itu tentunya berbeda. Ketika ada holdingisasi, itu yang terbaik. Tapi kita lihat kondisi sekarang dengan adanya keputusan ini, kita sudah membandingkan antara penggabungan Subholding PIS denga Patra Niaga, Patra Niaga dengan kilang, lalu kilang dengan PIS, inilah keputusan terbaik," jabar Simon.
Lebih lanjut, Simon menerangkan proses merger Pertamina Patra Niaga, PIS, dan KPI sudah memasuki tahap finalisasi. Pascakajian rampung di internal PT Pertamina, pihaknya bakal menyerahkan keputusan akhir di Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Dia berharap, eksekusi merger 3 anak usaha bisa terealisasi pada awal Januari 2026. Karena itu, Simon kini terus menggenjot proses kajian merger supaya bisa segera diserahkan ke Danantara Indonesia.
"Nanti akan kita laporkan ke Danantara untuk mendapat persetujuan. Kita sih kejarnya mudah-mudahan per 1 Januari 2026 sudah terlaksana," tutur Simon Aloysius Mantiri.
Siasat Menyelamatkan Bisnis Kilang
Sebelumnya, Pengamat BUMN dari NEXT Indonesia Center Herry Gunawan menilai rencana merger 3 subholding itu semata-mata hanya instruksi kepada PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial and Trading untuk 'menggendong' dua subholding lainnya yang tengah mengalami kesulitan dalam bisnis masing-masing.
Kepada Validnews, Herry mengungkapkan bisnis kilang milik PT Pertamina lewat PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) tengah mengalami kerugian di kisaran US$2,2 miliar pada 2024 lalu. Sedangkan Pertamina International Shipping sebagai Subholding Integrated Marine Logistics masih bersusah payah mencari pasar di luar lingkungan PT Pertamina.
"Pertamina kilang mengalami kerugian besar, yaitu sekitar US$2,2 miliar (2024), sedangkan Pertamina Shipping punya pelanggan utama adalah usaha di lingkungan PT Pertamina sendiri," sebutnya, Senin (27/10) malam.
Dalam rangka mengatasi permasalahan PIS dan KPI, Bos Besar PT Pertamina lantas berinisiatif untuk mengonsolidasikan seluruh unit pada sektor hilir menjadi satu entitas bisnis.
"Jadi saat ini yang terjadi menurut saya, Pertamina Patra Niaga diminta menggendong Pertamina Kilang yang sedang bermasalah dari sisi keuangan karena mengalami kerugian besar," kata dia.
Di lain sisi, aksi korporasi tersebut bisa saja memberi keuntungan bagi PT Pertamina. Pasalnya, penggabungan dilakukan pada anak usaha di bisnis pengolahan minyak, transportasi atau pengapalan, serta niaga atau bisnis hilir yang membuat kontrol dari induk bisa menjadi lebih mudah.
Tetapi, hal itu belum menjamin pengelolaan ataupun kontrol bisa lebih efisien karena operasional tetap bergantung pada masing-masing entitas. Sebagai contoh jika produksi dari PT Kilang Pertamina Internasional tidak efisien, maka Pertamina Patra Niaga bakal membayar produk yang lebih mahal sekalipun dihasilkan dari kelompok usaha yang sama.
"Begitupun dengan Pertamina International Shipping, kalau tidak efisien juga semakin membebani Pertamina Patra Niaga. Untuk rencana IPO Pertamina International Shipping, tentu harus dilupakan," pungkas Herry.