c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

05 Mei 2025

20:42 WIB

Blak-Blakan! Bos PTBA Ungkap Kendala Proyek Gasifikasi Batu Bara

Faktor keekonomian hingga belum tersedianya infrastruktur menyebabkan proyek coal to DME tak berjalan mulus. Hingga kini, belum ada perusahaan yang bersedia menggarap gasifikasi batu bara.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Khairul Kahfi

<p>Blak-Blakan! Bos PTBA Ungkap Kendala Proyek Gasifikasi Batu Bara</p>
<p>Blak-Blakan! Bos PTBA Ungkap Kendala Proyek Gasifikasi Batu Bara</p>

Alat berat dioperasikan di pertambangan Bukit Asam yang merupakan salah satu area tambang terbuka batu bara terbesar PT Bukit Asam Tbk. di Tanjung Enim, Lawang Kidul, Muara Enim, Sumatra Selatan, Sabtu (5/11/2016). Antara Foto/Nova Wahyudi/kye/am.

JAKARTA - Proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) seolah jalan di tempat pasca mundurnya perusahaan asal Amerika Serikat Air Products dari kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk pada kuartal I/2023 silam.


Sejak itu, PT Bukit Asam Tbk yang berperan sebagai supplier batu bara dalam agenda gasifikasi terus bekerja mencari mitra pengganti agar proyek kebanggan Presiden Ke-7 Joko Widodo itu bisa tetap berjalan. Sayangnya hingga kini, belum ada perusahaan yang bersedia menggarap gasifikasi batu bara


Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail pun akhirnya terang-terangan menyebut sejumlah kendala dalam menjalankan proyek coal to DME. Di hadapan Legislator, Arsal tegas menyebut, faktor keekonomian menjadi penghambat utama dari proyek itu.


Sebagaimana informasi, DME digadang-gadang dapat menjadi substitusi Liquified Petroleum Gas (LPG) karena impor komoditas tersebut yang terus naik dari tahun ke tahun. Tetapi berdasarkan perhitungan, produk DME justru lebih mahal ketimbang impor LPG.


"Pertama itu tantangan keekonomian, dimana estimasi harga DME hasil produksinya masih lebih tinggi dari harga patokan yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, dan juga analisa perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG impor," ujar Arsal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR, Jakarta, Senin (5/5).


Baca Juga: Dirjen Minerba Beberkan Ruwetnya Proses Bisnis Gasifikasi Batu Bara


Di samping tantangan keekonomian, emiten pertambangan pelat merah berkode saham PTBA itu juga harus mengonversikan infrastruktur, seperti jalur distribusi maupun perangkat kompor rumah tangga supaya bisa kompatibel dengan produk DME.


"Jaraknya itu kurang lebih 172 km, serta perlu kesiapan jaringan niaga dan distribusi bahan bakar alternatif ini secara luas," tambah dia.


Sedianya, Anggota Holding BUMN Pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) itu sudah membebaskan lahan seluas 198 hektare atau sekitar 97% dari total kebutuhan lahan untuk proyek gasifikasi batu bara yang kala itu mencapai 203 hektare.


Artinya, sekalipun proyek tersebut kurang ekonomis untuk digarap, PTBA tetap siap untuk menjalankan amanat dari pemerintah yang kala itu dipimpin oleh Joko Widodo.


Kemudian pada era Presiden Prabowo Subianto, ada sinyalemen proyek gasifikasi batu bara akan kembali dihidupkan. Sehingga, PTBA kini tetap menjalankan tugasnya mencari partner baru pengganti Air Products yang telah hengkang dua tahun lalu.


Arsal menjelaskan, pihaknya secara aktif melakukan penjajakan dengan calon mitra potensial, terutama dari Tiongkok seperti China National Chemical Engineering Group Corporation (CNCEC), China Chemical Engineering Second Construction Corporation (CCESCC), Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan East China Engineering Science and Technology Co., Ltd (ECEC).


"Dari seluruh calon mitra tersebut, baru ECEC gitu ya yang menyatakan minat menjadi mitra investor, meski belum dari dalam skema investasi penuh atau full investment," jabarnya.


Baca Juga: Peluang Baru Hilirisasi Batu Bara Ke Hidrogen, Bisakah Gantikan DME?


ECEC sendiri telah menyampaikan preliminary proposal coal to DME pada 18 November 2024 yang lalu dengan processing service fee (PSF) indikatif yang diusulkan berada di rentang US$412-488 per ton. Angka tersebut lebih besar jika dibanding ekspektasi Kementerian ESDM pada 2021 sebesar US$310 per ton.


Asal tahu saja, proyek gasifikasi coal to DME mulanya dirancang untuk mengolah sekitar 6 juta ton baru bara per tahun dengan ekspektasi output 1,4 juta ton Dimethyl Ether (DME) per tahun.


Nantinya, produk DME yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi alternatif energi bersih yang kompetitif dan dapat digunakan sebagai substitusi LPG bagi kebutuhan rumah tangga dan industri. 


"Namun, sebagaimana diketahui bersama pada Februari 2023, Air Products yang tadinya sebagai salah satu mitra yang membawa teknologi dan pendanaan ini menyampaikan mundur dari proyek ini," jelasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar