31 Juli 2024
19:27 WIB
Bitcoin Turun Dibanding Tahun-Tahun Sebelumnya, Analis Ungkap Penyebabnya
Beberapa analis kripto melihat adanya kecenderungan Bitcoin (BTC) yang mengalami penurunan pada pertengahan tahun dibandingkan performa di tahun-tahun sebelumnya.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Ilustrasi Bitcoin. Shutterstock/Creativan
JAKARTA - Beberapa analis kripto melihat adanya kecenderungan Bitcoin (BTC) yang mengalami penurunan pada pertengahan tahun dibandingkan performa di tahun-tahun sebelumnya.
Salah satunya Crypto Analyst Reku Fahmi Almuttaqin. Dia menjelaskan, dinamika pasar saat ini lebih kompleks dan sering kali terjadi di kondisi transisi. Sebagian investor, terdapat kecenderungan mereka akan merealisasikan keuntungannya sambil menunggu perkembangan situasi yang lebih kondusif
Melansir data Coinglass, dalam sebelas tahun terakhir antara 2013 hingga 2023, Bitcoin telah membukukan penurunan harga sebanyak tujuh kali di bulan Agustus dan hanya empat kali mengalami kenaikan.
Laporan CryptoQuant, sebuah perusahaan analitik kripto di AS, turut mengindikasikan potensi pelemahan harga pada pertengahan tahun ini yang mirip dengan yang terjadi pada 2021 lalu.
Dalam satu tahun terakhir harga Bitcoin telah terapresiasi lebih dari 100%. Kenaikan ini juga dibarengi dengan peningkatan harga Altcoin yang lebih signifikan seperti PEPE yang secara year on year naik 782%, FLOKI 657%, dan Solana 623%.
“Situasi ini dapat memicu spekulasi. Para investor mungkin akan merealisasikan profit terlebih dahulu selagi menunggu kondisi kondusif seperti berakhirnya situasi suku bunga tinggi The Fed dan kembali meningkatnya adopsi aplikasi-aplikasi terdesentralisasi yang saat ini sedang melemah,” jelas Fahmi, dikutip, Rabu (31/7).
Baca Juga: Bappebti-OJK Buka Suara Soal Medsos Kripto yang Diblokir Kominfo
Senada, Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur mengatakan, pergerakan Bitcoin pada pertengahan tahun memang cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Bitcoin Monthly Return, penurunan terbesar dalam 10 tahun terakhir terjadi pada tahun 2022 yakni -37,28%, saat itu harga Bitcoin turun dari US$68.370 ke US$60.887.
Menurut dia, penurunan ini bisa dikaitkan dengan pepatah lama di dunia investasi, “Sell in May and Go Away” yang menyarankan investor untuk menjual aset mereka di bulan Mei dan kembali ke pasar setelah musim panas.
“Sementara pepatah ini lebih terkenal di pasar saham tradisional, banyak trader kripto juga mempertimbangkan pola musiman ini,” kata dia kepada Validnews.
Fyqieh mengatakan, beberapa trader percaya bahwa “Sell in May and Go Away” dapat diterapkan di pasar kripto untuk menghindari periode volatilitas tinggi atau penurunan harga yang sering terjadi selama musim panas.
“Selama musim panas, biasanya volume trading cenderung menurun karena banyak investor dan trader yang berlibur,” ucapnya.
Berdasarkan pantauan Validnews, berdasarkan data dari Coinmarketcap, kapitalisasi pasar kripto global adalah US$2,39 triliun atau turun 0,41% dari hari terakhir. Bitcoin pada pukul 16.44 WIB juga alami penurunan, 0,58% atau senilai US$66.279.
Putusan The Fed
Di sisi lain, Fyqieh mengatakan, pengumuman data ekonomi dan regulasi sering terjadi pada paruh pertama tahun, mempengaruhi sentimen pasar.
Seperti pada tahun ini, penurunan di bulan Juni lalu terjadi saat pengumuman Mt. Gox mengenai rencana untuk memulai pembayaran kembali BTC kepada kreditor mulai bulan Juli.
Selain itu, antisipasi The Fed yang akan menerapkan pemotongan suku bunga pada paruh kedua tahun ini juga mempengaruhi pasar, mengingat data ekonomi AS pada saat itu cenderung negatif.
“Pemotongan suku bunga yang lebih rendah umumnya meningkatkan daya tarik aset yang lebih berisiko, termasuk kripto. Potensi pergeseran ekonomi makro yang menguntungkan akan menunjukkan tren bullish yang berkelanjutan di pasar kripto,” kata dia.
Baca Juga: Kominfo Blokir Sosmed Kripto Exchange Luar, Ini Tanggapan Pengamat
Senada, Fahmi mengatakan pertemuan pejabat Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, pada 31 Juli ini akan menjadi momen yang sangat diperhatikan oleh para pelaku pasar.
Pasalnya, Fahmi melihat adanya kemungkinan suku bunga tidak akan berubah, opini dan outlook para pejabat The Fed yang akan dipaparkan pada pertemuan tersebut akan menjadi petunjuk penting terkait arah kebijakan yang akan dibuat dalam beberapa bulan ke depan.
“Pasar telah berekspektasi bahwa penurunan suku bunga akan dimulai pada September nanti, sehingga, berkembangnya indikasi akan kemungkinan percepatan penurunan suku bunga akan berpotensi menjadi katalis positif yang cukup kuat, begitu juga sebaliknya,” imbuhnya.
Menariknya, keduanya melihat meskipun terdapat faktor-faktor yang menekan harga, beberapa analis memprediksi bahwa likuiditas yang kembali ke pasar kripto setelah musim panas dan kebijakan moneter yang lebih longgar dapat menjadi katalis utama untuk rebound harga Bitcoin di akhir tahun.
Prediksi Akhir Tahun
Lebih jauh, Fyqieh mengatakan, untuk semester II/2024 ini akan menarik dan penuh potensi untuk pasar kripto. Kemungkinan besar harga Bitcoin bisa mencapai nilai tertinggi sepanjang masa yang baru lagi di Q4 2024.
Proyeksi harga Bitcoin di akhir tahun dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk potensi penurunan suku bunga The Fed, pemilu AS dan meningkatnya minat dari institusi keuangan besar, termasuk perdagangan ETF Bitcoin dan Ethereum.
“Prediksi di akhir tahun nanti, jika melihat Desember secara historis merupakan bulan yang bullish untuk pasar kripto, dengan Bitcoin diharapkan menerima likuiditas yang signifikan,” ucap Fyqieh.
Dia menuturkan, arus masuk ini dapat mendorong kenaikan substansial melampaui US$80.000, menarik investor dan trader baru dan modal segar.
“Sentimen pasar mungkin menjadi sangat optimis, mengantisipasi dimulainya bull run baru. Pada akhir bulan, peningkatan volatilitas dapat mendorong Bitcoin ke titik tertinggi sepanjang masa di atas US$82.000 atau sekitar Rp1,3 miliar,” imbuhnya.