c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

15 Maret 2024

08:34 WIB

BI Ungkap Ada Masalah Di Balik Tingginya Penggunaan Keuangan Digital

Salah satu masalah yang mengancam di balik tingginya penggunaan keuangan digital menurut BI adalah digital safety yang masih rendah.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

BI Ungkap Ada Masalah Di Balik Tingginya Penggunaan Keuangan Digital
BI Ungkap Ada Masalah Di Balik Tingginya Penggunaan Keuangan Digital
Ilustrasi transaksi digital. Pembeli melakukan pembayaran secara elektronik di Pos Block, Jakarta. ANTARAFOTO/Muhammad Adimaja

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan terdapat beberapa masalah yang mengancam di balik tingginya penggunaan keuangan digital. Salah satunya, digital safety atau internet aman dan sehat pada Indonesia masih terbilang rendah. 

Hal itu berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023, di mana orang Indonesia mampu menjalankan smartphone, produk-produk digital, tapi tingkat digital safety-nya rendah. 

Tercatat, pengguna internet di Indonesia mencapai 215,63 juta orang pada 2022-2023 dan pengguna smartphone mencapai 233,62 juta orang. 

Survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022 juga menunjukkan hal serupa. Hasilnya, ternyata ada gap yang lebar antara orang yang punya rekening di sektor keuangan dengan tingkat literasi dan tingkat keberdayaannya. 

Baca Juga: Sering Jadi Target Penipuan Digital, Ini Tip Finansial Bagi Perempuan

"Nah ini akan berdampak kurang bagus ke depan kalau tidak kita antisipasi," kata Kepala Grup Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (BI) Ricky Satria dalam webinar Revolusi Sistem Pembayaran Digital untuk Kemudahan dan Keamanan Pengelolaan Keuangan, Kamis (14/3). 

Masyarakat, lanjutnya, juga belum menjaga data pribadi dengan baik. Dia memberikan contoh, sekarang ini banyak beredar KTP masyarakat Indonesia dan kartu keluarga (KK), baik di dunia maya maupun di kehidupan sehari-hari. Bahkan, ada yang berakhir menjadi bungkus gorengan. 

Padahal, menurut Ricky, KTP dan KK merupakan data yang bersifat pribadi atau privasi. Sehingga, harus dijaga dan jangan sampai tersebar secara sembarangan. 

"Ini yang perlu kita waspadai. Kenapa? Data-data privasi ini, data-data personal ini, kan menjadi data pokok ketika kita bertransaksi di sektor keuangan. Data-data ini yang diminta,” katanya.

Karena itu, seluruh pemangku kepentingan di industri keuangan perlu mengambil langkah serius. Salah satunya, dengan menggelar berbagai agenda untuk meningkatkan kesadaran soal masalah ini.

Dengan kemudahan yang ditawarkan, transaksi digital terus meningkat. Per Januari 2024, transaksi uang elektronik (UE) naik sebesar 39,28% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp83,37 triliun, termasuk transaksi digital banking di Neobank sudah hampir Rp5.400 triliun, atau tepatnya Rp5.335,33 triliun. 

Sementara transaksi QRIS yang baru seumur jagung, sambung dia, sudah mencapai hampir Rp32 triliun atau tepatnya Rp31,65 triliun, tumbuh hampir 150% yoy, dengan total pengguna hampir 50 juta. 

"Ini fenomenal nih kalau kita lihat, dengan umur pendek kita sudah bisa memberikan layanan transaksi pembayar retail yang cukup luas di Indonesia. Namun demikian, hasil yang menggembirakan tersebut perlu kita antisipasi, perlu kita monitor, perlu kita perhatikan," tutur Ricky. 

Baca Juga: Berharap Amannya Data Perbankan

Potensi 
Masih dalam kesempatan yang sama, BI mengungkapkan bahwa sebagian besar dari penduduk Indonesia adalah generasi milenial dan generasi Z. Ini berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021. 

"Di belakangnya muncul generasi Z dan pra Z yang akan mewarnai kehidupan bersosial, berekonomi, dan berinteraksi. Tentunya ini perlu kita antisipasi bagaimana faktor-faktor ini dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang sustain," jelas dia. 

Adapun, salah satu karakteristik dari generasi milenial dan gen Z sangat digital savvy. Pasalnya, rata-rata waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet adalah 8 jam 36 menit per hari, khususnya melalui smartphone untuk kebutuhan di sektor keuangan, terutama di pembayaran. 

"Hasil survei dari APJII dan Kominfo menunjukkan bahwa hampir 99% mengakses internet itu menggunakan smartphone, sehingga di fase ini bisa digunakan untuk aktivitas di keuangan maupun di perekonomian," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar