24 November 2023
15:40 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, BI akan terus memperkuat inovasi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Hal ini dilakukan guna memastikan terkendalinya inflasi dan tetap stabilnya nilai tukar rupiah lewat optimalisasi instrumen moneter SRBI dan SVBI yang pro-market
“Dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan mengoptimalkan aset SBN dan surat berharga valas yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai underlying,” katanya pada RDG-BI Edisi November 2023, Jakarta, Kamis (23/11).
BI mencatat, hingga 21 November 2023, lelang SRBI telah mencapai Rp168,81 triliun yang antara lain didorong oleh aliran investasi portofolio asing sebesar Rp27,25 triliun.
Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan SVBI sebagai instrumen moneter valas dengan lelang perdana pada 21 November 2023.
Perry menilai, pasar menyambut baik Bank Indonesia dalam penerbitan Sekuritas Valuta asing Bank Indonesia (SVBI). Tercermin pada tingginya penawaran sebesar US$266,5 juta, atau lebih tinggi dibandingkan dengan target indikatif lelang sebesar US$200 juta.
Baca Juga: BI Jamin Kebijakan Suku Bunga 6% Sudah Dihitung Matang
Selanjutnya, BI merencanakan penerbitan SUVBI dengan lelang perdana pada 28 November 2023. “Berbagai inovasi instrumen ini diharapkan dapat mendukung strategi operasi moneter yang pro-market dan dapat menarik aliran modal masuk untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global,” sebutnya.
Berkaitan dengan itu, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengakui bahwa upaya BI untuk menjaga stabilitas rupiah benar-benar luar biasa.
Hal ini juga terlihat pada perkembangan tren penggunaan mata uang lokal dalam bisnis via LCS atau LCT di Indonesia.
Per Oktober 2023, tren transaksi menggunakan LCS telah mencapai US$5,4 miliar atau bertumbuh hingga 55% (yoy). Capaian ini lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang masih berkisar US$4,9 miliar.
Selain dari sisi transaksi, Pertumbuhan positif LCS juga terjadi dari sisi jumlah pelaku penggunanya, dari 2.287 pengguna per September menjadi 2.414 pengguna per Oktober 2023.
Sebagai perbandingan, pengguna LCS di akhir 2022 masih di kisaran 1.700 pengguna.
“Secara tahunan, dibanding dengan tahun lalu, (LCS) Oktober itu sudah meningkat. Jadi, artinya secara bertahap kita mendiversifikasi dari valas yang ada di pasar domestik,” urai Destry.
Tren positif juga hadir pada capaian TD-DHE yang terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari total outstanding TD DHE pada Oktober US$1,8 miliar, saat ini posisinya sudah berada di level US$2,2 miliar.
Baca Juga: BI: Selama Oktober, Transaksi e-Commerce Indonesia Tembus Rp42,2 T
Ditilik komposisinya, pemegang TD-DHE bertenor jangka 3 bulan sudah mencapai 98%, lebih baik daripada bulan sebelumnya yang masih 84% dengan tenor sama.
“Artinya, nasabah (TD-DHE) korporasi memang sudah mengantisipasi bahwa ini adalah bagian dari menjalankan PP Nomor 36 itu. Kemudian, jumlah perusahaannya juga meningkat sekarang, data per 21 November ini sudah mencapai 151 perusahaan,“ ungkapnya.
Soal SRBI, Destry melanjutkan, total outstanding-nya sudah mencapai Rp178,8 triliun hingga 22 November. Menariknya, dari jumlah SRBI itu, hampir sekitar 30%-nya sudah mulai aktif diperdagangkan di pasar sekunder.
Kurang lebih, hal ini sudah sejalan dengan misi BI dalam menciptakan instrumen operasi moneter yang pro-market.
“Jadi, (SRBI) di pasar sekunder sudah terjadi peralihan atau transaksi hingga mencapai Rp50 triliun atau sekitar 30%. Ini sesuai dengan arah kami membentuk SRBI adalah menarik inflowmasuk, dan sekarang kita melihat asing sudah Rp27,25 triliun atau sekitar 15,2%,” jabarnya.