08 Agustus 2024
12:22 WIB
BI Sambut Penilaian IMF Soal Resiliensi Ekonomi RI
IMF menilai pertumbuhan jangka pendek Indonesia paling rentan terhadap kondisi keuangan. Risiko pelemahan berkurang, tetapi perlambatan parah di China dapat membahayakan prospek ekonomi RI.
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
Sejumlah kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan.
JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, di tengah gejolak eksternal dengan inflasi yang terjaga pada kisaran target yang ditetapkan dan sektor keuangan yang resilien.
IMF menyebutkan kerangka kebijakan Indonesia yang berhati-hati baik di bidang moneter, fiskal, maupun keuangan telah menciptakan fondasi yang kokoh untuk stabilitas makro dan kesejahteraan sosial.
“Bank Indonesia menyambut baik hasil asesmen IMF atas perekonomian Indonesia dalam laporan Article IV Consultation tahun 2024 yang dirilis,” sebut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Jakarta, Kamis (8/8).
Edwin menambahkan, Dewan Direktur IMF menyampaikan beberapa poin apresiasi dan catatan positif mengenai langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh oleh otoritas Indonesia.
Pertama, komitmen Indonesia terhadap disiplin fiskal. Kedua, penurunan inflasi sesuai dengan kisaran target yang telah ditetapkan dan kebijakan moneter yang memerhatikan perkembangan data (data dependent), upaya pendalaman pasar dan upaya penguatan efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Ketiga, upaya penguatan kerangka kebijakan makroprudensial. Keempat, agenda pertumbuhan menuju status negara berpendapatan tinggi pada 2045. Kelima, komitmen untuk mencapai target zero-emission pada 2060 dan langkah-langkah yang diambil untuk membatasi emisi gas rumah kaca dan deforestasi.
Baca Juga: Pemerintah Sasar Banyak Sektor Genjot Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III
Dalam laporannya, IMF memproyeksikan kinerja ekonomi Indonesia akan tetap tinggi, yaitu 5,0% dan 5,1% di 2024 dan 2025. Kendati Indonesia patut mewaspadai sejumlah risiko seperti volatilitas harga komoditas, perlambatan pertumbuhan negara mitra dagang utama, dan spillover akibat kondisi high-for-longer pada keuangan global.
IMF memberikan rekomendasi untuk mempertahankan kehati-hatian kebijakan fiskal, mengapresiasi stance kebijakan moneter Indonesia, melanjutkan reformasi untuk melindungi ketahanan sektor keuangan dan mendukung pendalaman pasar keuangan, serta menjembatani kesenjangan struktural untuk mencapai potensi pertumbuhan yang lebih tinggi dan inklusif untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045.
“Proyeksi positif IMF sejalan dengan asesmen Bank Indonesia yang memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia tetap tumbuh dengan baik dan berdaya tahan terhadap dampak rambatan global,” sebutnya.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, untuk memitigasi risiko ketidakpastian global dengan tetap menjaga independensi dalam mencapai tujuan yang diamanatkan Undang-Undang.
“Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal juga diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sektor keuangan serta momentum pertumbuhan ekonomi,” ujar Erwin.
Pertumbuhan Jangka Pendek RI Rentan
Dalam laporannya, IMF menilai, pertumbuhan jangka pendek Indonesia paling rentan terhadap kondisi keuangan. Risiko pelemahan telah berkurang, tetapi peristiwa perlambatan parah di China dapat membahayakan prospek perekonomian RI.
Hal ini teridentifikasi dalam indikator kerangka kerja Pertumbuhan Berisiko (Growth at Risk/GaR) yang digunakan untuk menilai dampak kondisi keuangan makro pada distribusi probabilitas pertumbuhan PDB riil masa depan untuk Indonesia.
“Pertumbuhan jangka pendek Indonesia paling rentan terhadap kondisi keuangan. Kondisi keuangan yang lebih ketat melemahkan pertumbuhan 4 kuartal ke depan terutama jika pertumbuhan awal lemah, tetapi dampaknya tidak signifikan secara statistik selama jangka waktu dua tahun,” ucap laporan IMF, Rabu (7/8).
Info saja, analisis GaR mengukur dampak kondisi keuangan makro pada distribusi probabilitas pertumbuhan PDB riil masa depan. Cakupan data kuartalan berjalan dari kuartal I/1990-kuartal IV/2023 dengan variabel ukuran pengembalian pasar keuangan domestik dan eksternal, spread obligasi, suku bunga riil jangka panjang, nilai tukar, dan cadangan devisa.
Adapun, kerentanan keuangan makro mencakup kondisi kredit, metrik utang, pertumbuhan harga rumah, saldo giro berjalan, dan indikator bank seperti aset likuid, kecukupan modal, dan rasio ekuitas terhadap aset. Faktor-faktor lain mencakup pertumbuhan mitra dagang, harga komoditas, dan keyakinan konsumen.
Baca Juga: DGS-BI Baru Proyeksi Higher for Longer Global Terus Mengecil
Meskipun ada beberapa penyesuaian baru-baru ini, kondisi keuangan telah mengencang sejak 2015, sementara kerentanan keuangan makro baru-baru ini mulai merangkak naik dari titik terendah.
“Kondisi keuangan makro yang lebih longgar mendukung aktivitas (ekonomi), tetapi hanya jika pertumbuhan awal berada pada level rata-rata (4 kuartal) atau relatif kuat (8 kuartal ke depan),” urainya.
Sementara itu, risiko penurunan pertumbuhan telah menurun, peristiwa perlambatan ekonomi yang parah di China dapat membahayakan prospek ekonomi Indonesia. Pada kuartal IV/2022, pemulihan pascapandemi menunjukkan peluang sebesar 5% bahwa PDB riil akan berkontraksi setidaknya sebesar 1,5% pada tahun berikutnya.
Setahun kemudian, risiko ini menurun karena perbaikan kerentanan keuangan makro dan perbaikan kondisi keuangan lebih dari sekadar mengimbangi pelemahan faktor eksternal.
“Namun, simulasi juga mengungkap sensitivitas Indonesia terhadap pertumbuhan Tiongkok, dengan peluang sebesar 5% bahwa pertumbuhan akan turun menjadi -2,7% selama tahun berikutnya, jika terjadi penurunan tajam (guncangan pertumbuhan dua standar deviasi) dalam ekonomi Tiongkok,” sebutnya.