c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

30 Maret 2023

11:26 WIB

BI: Perlu Kalibrasi Kebijakan Di tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

Formulasi dan kalibrasi kebijakan menjadi krusial untuk mendukung peran ASEAN bagi pemulihan ekonomi global.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

BI: Perlu Kalibrasi Kebijakan Di tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
BI: Perlu Kalibrasi Kebijakan Di tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Antara Foto/Galih Pradipta

BALI - Bank Indonesia (BI) menyebut, kebijakan makroekonomi merupakan instrumen yang efektif untuk mencapai stabilitas sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini pun telah dikonfirmasi dalam sejumlah pengalaman.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, dalam formulasi bauran kebijakan tersebut, senantiasa harus dilakukan kalibrasi yang sesuai dengan sumber risiko yang ada. Utamanya melalui koordinasi antar perancang kebijakan, baik di sisi fiskal maupun moneter.

“Hal ini penting sebagai bekal ASEAN dalam menghadapi dampak ketidakpastian global, yang serta merta menyulut tingginya risiko ke depan,” ungkapnya dalam Gala Seminar ‘Enhancing Policy Calibration for Macro-Financial Resilience’, Jakarta, Rabu (29/3).

Dalam pemaparan, Perry menekankan, pentingnya otoritas untuk merumuskan respons kebijakan yang pruden dan inovatif dalam rangka memitigasi risiko dari spillover effect global. Sekaligus mempertahankan dukungan terhadap pemulihan ekonomi domestik yang sedang berlangsung. 

Dia pun menggarisbawahi, pentingnya bauran kebijakan Bank Indonesia yang meliputi kebijakan moneter untuk stabilitas makroekonomi agar inflasi terjaga, serta kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk menunjang pertumbuhan.

Target itu dilakukan dengan menyeimbangkan intermediasi serta ketahanan sektor keuangan dan kebijakan sistem pembayaran, untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital. 

“Dalam merumuskan kebijakan, kita harus berjalan bersama agar sinergis,” tegasnya.

Baca Juga: Sah, Perry Warjiyo Tetap Jadi Gubernur BI 2023-2028

Senada, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan, kebijakan perlu dikalibrasi seiring dinamika yang ada. Karena setiap tahun tantangan berbeda muncul dari sumber risiko yang beragam. 

Menurutnya, pandemi covid-19  membawa tantangan yang luar biasa hingga setelahnya, maka diperlukan pula kebijakan yang luar biasa. 

“Melalui koordinasi antar lembaga, dampak pandemi perlu dijaga agar tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan,” terang Menkeu Sri. 

Dalam mencapai hal itu, Kemenkeu melakukan konsolidasi bersama BI untuk merekalibrasi bauran kebijakan. Sinergi pemerintah dengan Bank Indonesia dan OJK, juga terbukti dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia.

“Di Kawasan, ASEAN juga telah bersinergi, di antaranya dengan inisiatif jaring pengaman keuangan regional (Chiang Mai Initiative Multilateralization/CMIM),” ucapnya.

Perlu Adaptasi Cepat
Sementara, Gubernur Bank Sentral Filipina (Banko Sentral ng Pilipinas/BSP) Felipe M Medalla menyampaikan, perlunya adaptasi kebijakan yang cepat. Inflasi tetap menjadi sasaran utama, dan karenanya BSP telah menerapkan kebijakan moneter yang cukup agresif. 

BSP juga mengedepankan digitalisasi sistem pembayaran sebagai jalan menuju keuangan inklusif dan pertumbuhan yang kuat dan inklusif. Lebih lanjut, bank sntral Filipina juga menerapkan strategi kebijakan moneter dengan instrumen yang beragam dan menjaga ketahanan sektor perbankan.

“(Strategi ini dilakukan) untuk meningkatkan resiliensi dalam rangka mengatasi tantangan global yang meningkat,” sebut Gubernur Felipe.

Baca Juga: IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,9%

Dirinya mengakui, pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut dengan risiko global yang meningkat, memberikan tantangan pada jalur pemulihan ekonomi. 

Di samping itu, eskalasi konflik geopolitik serta pengetatan moneter yang agresif sebagai respons terhadap tekanan inflasi yang tinggi, telah menyebabkan melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi global dan mulai memunculkan tantangan stabilitas perbankan. 

“Selain itu, pasar keuangan global yang bergejolak dapat berdampak negatif terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta dapat mengganggu pemulihan ekonomi,” paparnya.

Lebih jauh, Bank Indonesia menyadari, negara ASEAN yang berkarakteristik ekonomi kecil terbuka dinilai rentan terhadap dampak guncangan global itu. Kondisi ini apabila tidak diantisipasi dapat meningkatkan risiko krisis. 

Formulasi dan kalibrasi kebijakan menjadi krusial untuk mendukung peran ASEAN bagi pemulihan ekonomi global. Hal ini menjadi referensi penting bagi anggota ASEAN, untuk mencapai sejumlah sasaran makroekonomi sekaligus.

Untuk mendukung implementasi pendekatan kebijakan itu, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank for International Settlements (BIS) telah menelaah pendekatan kebijakan agar lebih efektif melalui penelitian, kerangka konseptual dan model ekonomi yang disusun.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar