03 Desember 2024
18:32 WIB
BI: Judi Online Berkontribusi Pada Penurunan Simpanan Nasabah
Dana yang dihabiskan untuk judi online, menurut BI, mengurangi konsumsi rumah tangga pada sektor-sektor produktif, sehingga berdampak siginifikan pada perekonomian nasional
Ilustrasi. Seorang pria berdiri di depan poster sosialisasi tentang judi online di Gedung Kementerian Komunikasi dan digital Jakarta, Rabu (11/9/2024). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, judi online (judol) mempunyai dampak ekonomi sistemik yang signifikan. Salah satunya terhadap penurunan simpanan nasabah kelas menengah ke bawah, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas sektor keuangan.
“Dana yang dihabiskan untuk judol mengurangi konsumsi rumah tangga pada sektor-sektor produktif,” kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dicky Kartikoyono seperi dikutip Antara di Jakarta, Selasa (3/12).
Jika dicermati, hal ini terkonfirmasi oleh data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Oktober 2024 yang menyebutkan, tren jumlah rekening simpanan masyarakat di bawah Rp 100 juta mengalami perlambatan, yakni tumbuh 9,80% yoy per Oktober 2024, dibandingkan September yang tumbuh 10,90% yoy. Melambatnya pertumbuhan jumlah rekening simpanan tersebut telah terjadi selama empat bulan berturut-turut sejak bulan Juli 2024.
Dicky menuturkan, perputaran uang transaksi judi online juga meningkatkan risiko pencucian uang dan pendanaan aktivitas ilegal lainnya yang dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan.
Selain itu, dana dari transaksi judi online juga berpotensi menimbulkan capital outflow mengingat dana tersebut pada akhirnya ditransfer ke bandar judi online yang berlokasi di luar negeri.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan pemberantasan judi online di Tanah Air. Sinergi, koordinasi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan semakin diperkuat.
Para pemangku kepentingan termasuk di dalamnya pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indonesia Anti-Scam Centre atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta kementerian dan lembaga terkait.
Sebelumnya, OJK telah memblokir lebih dari 8.000 rekening guna memberantas judi dalam jaringan (online) di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) triwulan III-2024, semua bank telah memiliki sistem untuk mendeteksi rekening judi online.
Selain melakukan pendeteksian rekening judi online secara mandiri, bank juga melakukan pemberantasan judi online melalui pengecekan kesesuaian data nasabah dengan watchlist judi online yang diinformasikan oleh OJK, PPATK ataupun aparat penegak hukum lainnya.
Jika ditemukan kesesuaian dengan data nasabah bank, maka akan dilakukan Enhance Due Diligence dan pemblokiran. Dalam hal ini, Enhance Due Diligence (EDD) merupakan kegiatan identifikasi, verifikasi dan pemantauan secara lebih mendalam atas nasabah yang terindikasi terkait transaksi judi online.
Langkah Efektif
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pemblokiran terhadap rekening bank yang terindikasi terlibat judi online, sebagai salah satu langkah yang efektif dalam upaya menekan maraknya tindak pidana perjudian daring.
"Sangat-sangat (efektif) dan kita terus melakukan penghentian sementara ya, bila ada indikasi-indikasi suatu rekening itu digunakan untuk judi online," kata Koordinator Kelompok Humas PPATK Natsir Kongah.
Natsir menambahkan, bukan hanya rekening bank yang menjadi target pemblokiran, dompet digital atau e-wallet yang terindikasi terlibat judi daring juga akan diblokir. Dia mengungkapkan ada lebih dari 8.000 rekening yang telah diblokir karena terindikasi terlibat judi daring.
Dalam pemblokiran tersebut PPATK juga telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk penindakan yang lebih optimal. Rekening yang diblokir tersebut selanjutnya akan dianalisis dan diserahkan kepada penyidik untuk diproses lebih lanjut.
"Jadi penyidik setelah menemukan alat bukti kemudian menyampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum, lalu kemudian diproses di pengadilan," ujarnya.
Hakim kemudian akan memutuskan apakah uang yang tersimpan di rekening tersebut akan dirampas untuk negara atau akan ditangani sesuai aturan hukum yang berlaku. "Hakim yang menentukan uang hasil judi disita atau dilihat nanti ya seberapa besar terkaitannya dengan tindak pidana yang ada," tuturnya.
Natsir menjelaskan perputaran uang judi daring di 2024 diperkirakan dapat mencapai Rp900 triliun, jika langkah pencegahan tidak diperkuat. Oleh karena itu PPATK akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, seperti Polri, OJK, industri perbankan, dan penyedia dompet digital, dapat menekan angka tersebut hingga separuhnya.
Meskipun judi daring terus menjadi masalah besar, PPATK mencatat tren penurunan pada 2024 berkat kolaborasi lintas sektor. Namun, sejarah menunjukkan terjadi lonjakan signifikan pada perputaran uang judi daring yang meningkat dari Rp2 triliun pada 2017 menjadi Rp15,7 triliun pada 2020, dan mencapai Rp327 triliun pada 2023.

Sistem Deteksi Fraud
Terkait dengan pemblokiran rekening, BI juga meminta Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), untuk mengembangkan sistem deteksi kecurangan (Fraud Detection System) yang mampu mengidentifikasi transaksi kecil yang mencurigakan. Seperti deposit judi online yang sering tidak terdeteksi dalam transaksi besar.
“Pelaku judi online menggunakan berbagai metode untuk menyiasati sistem, seperti membuka dan menutup akun secara cepat serta menggunakan waktu tertentu untuk menghindari deteksi. BI terus memperkuat sistem untuk menangani hal ini,” kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dicky Kartikoyono seperti dikutip dari Antara, Selasa (3/12).
Dicky menuturkan, Bank Indonesia secara proaktif berperan dalam pemberantasan judi online yang telah mencapai status darurat nasional. Upaya tersebut mencakup penguatan regulasi dan memperketat implementasi regulasi yang ada, khususnya terkait dengan Know Your Customer dan Know Your Merchant (KYC/KYM).
Kemudian, memperkuat pengawasan terhadap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), agar digitalisasi sistem pembayaran tidak disalahgunakan untuk aktivitas ilegal termasuk judi online. Selain itu, BI juga melakukan pemberantasan judi online melalui koordinasi antar lembaga dan melakukan edukasi kepada masyarakat.
BI, lanjutnya, terlibat aktif dalam kelompok kerja (Pokja) yang dibentuk untuk menangani judi online. Di antaranya dengan fokus pada pencegahan melalui pembinaan dan pengawasan terhadap PJSP dan peningkatan sistem deteksi transaksi mencurigakan.
Regulasi terkait Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) juga diperkuat. Termasuk pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (P3SF).
Kebijakan baru pun mewajibkan penguatan terhadap prosedur Customer Due Diligence (CDD), pemantauan transaksi mencurigakan, dan verifikasi identitas pengguna jasa dan merchant.
Terkait edukasi, imbuhnya, BI berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya judi online melalui berbagai saluran. Termasuk media sosial dan program sosialisasi, untuk menanamkan pemahaman sejak dini bahwa judi online adalah tindakan ilegal dan merugikan.