26 Mei 2023
11:29 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjabarkan, terdapat empat faktor yang menyebabkan tingkat inflasi Indonesia mengalami penurunan lebih cepat dan kian terkendali. Sejauh ini, pergerakan inflasi sudah jauh lebih rendah daripada yang diekspektasikan pemangku kebijakan moneter Indonesia.
“Ingat, dulu kita memperkirakan bahwa inflasi itu pernah capai 5,5-5,7% dan sekarang sudah turun sangat rendah. Yang juga sangat rendah adalah inflasi inti yang tetap berada di bawah 3%,” sebutnya dalam Pengumuman Hasil RDG-BI, Jakarta, Kamis (25/5).
Pertama, Perry menyebut, inflasi yang berada di level sekarang ini terjadi berkat konsistensi kebijakan suku bunga BI (BI7DDR) yang secara forward looking dan pre-emptive mengalahkan ekspektasi inflasi.
Hal ini juga mendukung optimisme pada para pelaku pasar yang berekpektasi pada torehan inflasi yang lebih rendah nantinya.
“Forecast dari ekonom inflasi sampai akhir tahun ini juga rendah sekitar 3,3%,” katanya.
Baca Juga: Sisakan Ketidakpastian, BI Terus Pelototi Isu Keuangan AS
Kedua, inflasi juga bisa terkerek turun akibat pergerakan nilai tukar rupiah yang stabil. Menurutnya, hal ini menjadi pendukung yang optimal dalam menjinakkan imported inflation di Indonesia.
BI melaporkan, nilai tukar Rupiah pada kuartal II/2023 berada dalam tren menguat. Di mana sampai 24 Mei 2023, Rupiah menguat 0,63% secara point to point dibandingkan dengan level akhir kuartal I/2023, didorong kuatnya aliran masuk modal asing di investasi portofolio.
Secara year to date, nilai tukar Rupiah juga menguat 4,48% dari level akhir Desember 2022. Capaian ini jelas lebih baik dibandingkan dengan apresiasi Thailand sebesar 0,20% dan India sebesar 0,08%, serta Filipina yang terdepresiasi sebesar 0,10% dalam periode yang sama.
Ketiga, inflasi yang terjaga rendah juga bisa terjadi ditopang sinergi yang kuat antara pemerintah pusat-daerah serta pemangku kepentingan lainnya dalam mengendalikan inflasi.
Koordinasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), dilanjutkan melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Keempat, inflasi pangan bergejolak atau volatile food saat ini yang sudah bergerak sangat rendah dibandingkan tahun lalu. Per Agustus 2022, inflasi sektor ini sempat menyentuh level tertinggi di 11,3%, sekarang ini capaiannya sudah berada di bawah 5% atau tepatnya di kisaran 3,74%.
“(Kesemua) itu sebabkan inflasi lebih rendah dan cepat turun. Ini juga salah satu pertimbangan kita dalam rumuskan bauran kebijakan, utamanya suku bunga,” jabarnya.
Baca Juga: Sudah 5 Bulan, BI Lanjut Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,75% Mei 2023
Berdasarkan asesmen BI, sejauh ini tekanan inflasi terus menurun dan lebih rendah dari prakiraan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) April 2023 secara bulanan tercatat 0,33% (month-to-month/mtm), sehingga secara tahunan menurun dari 4,97% (yoy) pada Maret 2023 menjadi 4,33% (yoy).
Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok inflasi. Inflasi inti April 2023 melambat dari 2,94% (yoy) menjadi 2,83% (yoy) dipengaruhi ekspektasi inflasi dan tekanan imported inflation yang menurun serta pasokan yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan barang dan jasa.
Sementara itu, inflasi volatile food turun dari 5,83% (yoy) pada Maret 2023 menjadi 3,74% (yoy) didukung pasokan pangan yang terjaga. Capaian inflasi pangan bergejolak terjadi di tengah pola kenaikan permintaan musiman di periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
“Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi inti tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% di sisa tahun 2023 dan inflasi IHK dapat segera kembali ke dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada triwulan III 2023,” tegasnya.