17 April 2025
20:41 WIB
BI Diramal Masih Tahan Suku Bunga Di Tengah Perang Dagang
BI berupaya menjaga daya tarik aset dalam negeri, sehingga mencegah capital outflow yang berpotensi memperlemah rupiah secara signifikan.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) pada Rabu (23/4) siang, akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 22 dan 23 April 2025 dengan agenda memutuskan untuk mempertahankan atau menurunkan BI-Rate.
Sebelumnya, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate Maret 2025 di level 5,75%. Level suku bunga moneter ini bertahan setelah pada Januari 2025 lalu sempat mengalami penurunan BI-Rate 25 basis poin (bps).
Selain itu, BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility di level 5,00% dan suku bunga Lending Facility tetap di 6,50%.
Pada April ini, Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan BI Rate di level 5,75% pada pertemuan Dewan Gubernur bulan April 2025. Menurutnya, keputusan ini didasari oleh beberapa faktor utama.
"BI diperkirakan akan mempertahankan BI-Rate pada level 5,75%, yang mengindikasikan kebijakan moneter yang pro-stability, mempertimbangkan BI mengutamakan stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian global yang tinggi akibat perang dagang, tekanan inflasi dari kebijakan tarif AS, serta volatilitas pasar keuangan internasional," kata Josua kepada Validnews, Kamis (17/4).
Dengan mempertahankan suku bunga tetap di level 5,75%, sambung Josua, BI berupaya menjaga daya tarik aset dalam negeri, sehingga mencegah capital outflow yang berpotensi memperlemah rupiah secara signifikan.
Asal tahu saja, mengutip laman Bloomberg, rupiah hari ini naik tipis sebesar 3,50 poin atau 0,02% menjadi ke level Rp16.833,50 per dolar AS.
Josua menyebut, dalam jangka pendek dan menengah, ketidakpastian global masih cukup tinggi, sehingga mendorong investor untuk mengambil sikap menghindari risiko dan mengalihkan modal mereka ke aset-aset yang lebih aman (safe haven).
Selain itu, kondisi defisit transaksi berjalan (CAD) Indonesia yang berpotensi melebar karena agenda pemerintah yang pro-pertumbuhan dan peningkatan impor.
"Pemangkasan suku bunga berisiko memperbesar tekanan defisit transaksi berjalan dan melemahkan stabilitas eksternal, terutama ketika ekspor terancam melemah akibat perang tarif global," tegas dia.
Stabilisasi Rupiah
Senada, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto memperkirakan Bank Indonesia akan kembali mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate April 2025 di level 5,75%.
Ia bahkan memproyeksi Bank Indonesia masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,75% dalam satu hingga dua bulan ke depan, dengan fokus utama saat ini adalah stabilitas.
"Penurunan suku bunga acuan, saya rasa kemungkinannya kecil. BI masih akan bersikap data-dependent, melihat perkembangan antara risiko pertumbuhan dan stabilitas. Keputusan BI bisa mempengaruhi sentimen pasar, apakah akan terjadi inflow atau outflow. Makanya, pentingnya intervensi yang terukur," jelas dia.
Adapun saat ini, cadangan devisa (cadev) Indonesia diklaim masih besar, yakni sebesar US$157,1 miliar, setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor dan masih jauh di atas standar kecukupan internasional.
Jika cadev terkuras terlalu cepat, maka bisa menimbulkan sentimen negatif. Namun, Rully menegaskan BI punya banyak instrumen, seperti triple intervention di pasar spot, non-delivery forward (NDF), dan SBN.
Ia pun memperkirakan tekanan terhadap cadev bisa meningkat jika BI mulai menurunkan suku bunga di kuartal III atau IV/2025, apalagi dengan target stabilisasi rupiah di level Rp17.000 per dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar bisa bertambah jika ekspektasi pasar tak dikelola dengan baik.
Meskipun data Maret 2025 menunjukkan cadev naik karena utang luar negeri pemerintah, ke depan intervensi bisa lebih agresif. BI sendiri sudah menyiapkan US$2-3 miliar untuk intervensi dalam sebulan ini.
"Kebutuhan intervensi ini sangat dipengaruhi oleh supply-demand pasar. Jika pasar melakukan aksi jual, BI harus menyerapnya. Jadi, jika keluar US$1 miliar, maka BI kemungkinan juga harus masuk sebesar US$1 miliar," pungkasnya.