c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

21 Oktober 2025

08:10 WIB

Bertemu Fund Manager, Purbaya Yakinkan Soal Keberlanjutan Fiskal

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan arah kebijakan fiskal Indonesia akan tetap terjaga dan berkelanjutan di tengah ketidakpastian ekonomi global. 

Penulis: Fin Harini

<p id="isPasted">Bertemu <em>Fund Manager</em>, Purbaya Yakinkan Soal Keberlanjutan Fiskal</p>
<p id="isPasted">Bertemu <em>Fund Manager</em>, Purbaya Yakinkan Soal Keberlanjutan Fiskal</p>

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. ValidNewsID/Arief Rachman

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakinkan para manajer investasi atau fund manager bahwa arah kebijakan fiskal Indonesia akan tetap terjaga dan berkelanjutan di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Dilansir dari Antara, hal tersebut ia sampaikan dalam pertemuan dengan 12 fund manager di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (20/10).

"Fund manager ingin tahu kebijakan saya apa sih, apakah fiskalnya berkesinambungan apa enggak, langkah Menteri Keuangannya ngaco apa enggak. Saya bisa yakinkan mereka bahwa meski saya kelihatan kayak 'koboi', tapi semuanya saya hitung dengan baik sehingga fiskal tetap terjaga," kata Purbaya sambil berkelakar.

Purbaya menjelaskan kepada para investor bahwa strategi pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi akan dilakukan melalui tiga mesin utama, yakni optimalisasi mesin fiskal, dukungan kebijakan moneter, dan perbaikan iklim investasi.

"Saya bilang kan pertama; mesin fiskal dioptimalkan. Kedua; moneter in the way, private sector saya hidupkan lagi. Yang ketiga; nanti kita perbaiki iklim investasi. Tim Debottlenecking akan dibentuk oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kita ikut jalan nanti," ujar Purbaya.

Baca Juga: Industri Asuransi Jadi Penopang SBN Di Tengah Asing Ramai Tarik Dana?

Dalam pertemuan tersebut, para fund manager juga menanyakan kemungkinan penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, Bendahara Negara itu merespons kebijakan tersebut belum akan diputuskan dalam waktu dekat.

"Sekarang kita belum dalam posisi untuk hitung itu (PPN) karena saya belum tahu sebetulnya kondisi perpajakan sama custom (bea cukai) kita seperti apa setelah kita coba perbaiki," ujarnya.

Kebijakan penyesuaian PPN, lanjut Purbaya, akan dipertimbangkan setelah evaluasi menyeluruh terhadap penerimaan negara pada kuartal pertama tahun depan.

Adapun pertemuan dengan 12 fund manager tersebut dihadiri perwakilan Fidelity Management Research, Capital Research Global, CLSA Indonesia, PT Schroders Investment Management Indonesia, Ashmore Asset Management, Eastspring Investments, Batavia Prosperindo Aset Manajemen, Allianz Global Investors Aset Manajemen, BRI Manajemen Investasi dan BNI Asset Management.

Lepas Obligasi
Dilansir dari Bloomberg, Senin (20/10), Principal Asset Management menyatakan telah menjual sebagian besar obligasi pemerintah Indonesia yang dimiliki, karena ketidakstabilan politik memicu kekhawatiran atas kebijakan fiskal.

Principal menjual obligasi pemerintah Indonesia awal bulan ini setelah penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai menteri keuangan, kata Howe Chung Wan, Head Of Asian Fixed Income Principal Asset Management yang berbasis di Singapura.

Principal Asset Management mengelola aset pasar berkembang senilai US$4,8 miliar.

Ia menambahkan, pihaknya tetap memantau rupiah dengan cermat. Pasalnya, rupiah akan menjadi "katup pelepas" utama yang perlu diperhatikan sebelum mempertimbangkan untuk kembali memasuki pasar.

Investor asing telah memangkas kepemilikan obligasi pemerintah Indonesia karena ketidakpastian politik menimbulkan pertanyaan tentang disiplin fiskal di bawah Presiden Prabowo Subianto.

Perombakan dalam tim ekonominya telah memicu kekhawatiran atas pengeluaran yang lebih longgar dan potensi pergeseran dari batasan anggaran yang telah lama dipegang, karena Prabowo mendorong untuk meningkatkan pertumbuhan di atas 6%. Risiko kebijakan telah membebani rupiah, mendorong dana seperti Principal untuk mengurangi eksposur.

Data Bank Indonesia menunjukkan pada periode 13-16 Oktober 2025, asing menjual neto Rp11,9 triliun SBN. Sementara itu, data Ditjen Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kemenkeu, porsi kepemilikan asing mencapai 13,91% dari total SBN yang bisa diperdagangkan atau Rp902,47 triliun. Jumlah ini turun dibandingkan awal bulan sebesar 14,04% atau Rp906,23 triliun.

“Kami menjual habis ketika Purbaya masuk dan mengumumkan rencana fiskal yang lebih agresif dan imbal hasil turun,” kata Wan.

Baca Juga: Terjun Bebas! Asing Lepas Instrumen Investasi RI Rp16,61 T Minggu Ini

Menurutnya akan ada saatnya untuk memasuki pasar lagi, tetapi "FX mungkin merupakan pemicu terbesar bagi kami secara keseluruhan karena sangat sulit bagi Anda untuk mengambil yang tidak dilindung nilai."

Harga obligasi telah menguat sejak saat itu karena pemangkasan suku bunga tak terduga Bank Indonesia memicu taruhan pada perubahan kebijakan dovish, yang menyebabkan imbal hasil obligasi 10 tahun turun selama 10 hari berturut-turut, penurunan terpanjang dalam lebih dari empat tahun.

Dengan imbal hasil 10 tahun yang kini mendekati 6%, Wan melihat nilai yang terbatas setelah risiko nilai tukar mata uang asing diperhitungkan, meskipun ia sependapat dengan para ekonom yang memperkirakan penurunan suku bunga lebih lanjut, terutama jika imbal hasil global terus turun. Ujiannya, menurut Wan, adalah apakah rupiah yang stabil dan pelonggaran moneter yang konsisten dapat mengatasi kekhawatiran investor terhadap kebijakan fiskal.

Rupiah telah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia tahun ini, merosot hampir 3% terhadap dolar. Cadangan devisa telah turun ke level terendah dalam lebih dari setahun, menambah tekanan pada mata uang tersebut.

Kekhawatiran atas disiplin fiskal dan otonomi bank sentral telah mendorong arus keluar dana asing dari pasar obligasi Indonesia bulan ini, menurut data yang dihimpun Bloomberg. Dengan menurunnya dana global, pemerintah mengandalkan investor domestik untuk membantu memacu permintaan.

Dalam sebuah wawancara akhir bulan lalu, Purbaya mengatakan ia tidak akan mempertimbangkan untuk melonggarkan pembatasan fiskal yang telah lama berlaku sampai ia dapat membuktikan bahwa ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut dapat tumbuh lebih cepat dengan belanja yang lebih efisien.

“Apakah ini berhasil atau tidak, kami tidak tahu,” kata Wan, menambahkan bahwa BI, yang memegang sekitar 25% obligasi negara Indonesia, kemungkinan akan memainkan peran “pendukung” karena kebijakan fiskal mendorong pertumbuhan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar