15 April 2025
20:00 WIB
Berkat Tarik Ulur Keputusan Tarif Trump, BTC Menguat Ke US$85.000
Harga Bitcoin (BTC) kembali menguat ke kisaran US$85.000 pada awal pekan ini di tengah tarik ulur keputusan tarif Trump.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Bitcoin dan mata uang kripto lainnya. Unsplash/Traxer
JAKARTA - Harga Bitcoin (BTC) kembali menguat ke kisaran US$85.000 pada awal pekan ini di tengah tarik ulur keputusan tarif Trump. Analis menilai, capaian ini mencerminkan daya tahan pasar kripto di tengah ketidakpastian global.
"Pemulihan ini bukan hanya respons terhadap kebijakan tarif, tapi juga cermin dari daya tahan pasar kripto yang mulai terbentuk di tengah ketidakpastian global,” kata Financial Expert Ajaib Panji Yudha dalam pernyataan resmi, Selasa (15/4).
Pemerintahan Trump pada Jumat (12/4) mengumumkan, pengecualian barang elektronik seperti smartphone dan laptop sementara tidak dikenakan tarif impor 145% untuk produk asal China.
Kondisi ini memberi angin segar bagi perusahaan teknologi AS seperti Apple, yang sebagian besar produksinya berbasis di China, termasuk juga mendorong pergerakan aset kripto.
Namun, keesokan harinya Trump menyatakan bahwa tarif tetap akan diberlakukan, meskipun kemungkinan lebih rendah dan bersifat 'spesial'. Pengecualian ini bersifat sementara, karena pemerintah AS tengah menyiapkan kebijakan tarif baru yang lebih spesifik, terutama untuk industri semikonduktor.
Pantauan Validnews, pada pukul 14.18 WIB, BTC bergerak di sekitar US$85.169 atau naik 1,39% dalam 24 jam terakhir. Dalam periode sama, kapitalisasi pasar BTC berada di US$2,7 triliun atau naik 0,74%, sedangkan total volume market Bitcoin sebesar US$164,29 miliar atau naik 1,18%.
Inflasi Melandai, Tapi Ketidakpastian Masih Mengintai
Dari sisi makroekonomi, data inflasi AS terbaru menunjukkan kejutan positif. Indeks Harga Konsumen (CPI) hanya naik 2,4% (yoy) pada Maret, jauh di bawah ekspektasi 2,8% dan menjadi laju terendah sejak September lalu.
Tak hanya itu, Indeks Harga Produsen (PPI) juga turun 0,4%, menandai penurunan bulanan terbesar sejak Oktober 2023, mencerminkan tekanan harga dari sisi hulu mulai mereda.
"Hasil data Inflasi (CP| dan PPI) juga berperan terhadap pemulihan harga BTC dalam beberapa hari terakhir. Namun, penurunan inflasi ini bisa saja hanya jeda sementara. Risiko dari efek lanjutan tarif dan sikap The Fed yang masih hawkish tetap menjadi sumber tekanan," terang Panji.
Risalah pertemuan The Fed pada Maret juga mencerminkan kekhawatiran terhadap inflasi yang bisa kembali meningkat, terutama jika tarif Trump mendorong kenaikan biaya impor.
Di samping itu, mayoritas pelaku pasar memperkirakan Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi kisaran 4,00-4,25% pada pertemuan 18 Juni 2025.
“Ini mencerminkan potensi pelonggaran kebijakan di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi, meskipun suku bunga saat ini mash dipertahankan di kisaran 4,25-4,50%,” jelasnya.
Arus Keluar ETF Bitcoin spot, Disetujuinya ETF
Meski Bitcoin menguat, arus keluar ETF spot Bitcoin di AS mencapai US$172,69 juta sepanjang pekan lalu, 7-11 April 2025. Kondisi ini menunjukkan, investor institusional masih memilih bersikap hati-hati terhadap risiko jangka pendek.
Namun, kabar baik datang dari Ethereum (ETH) setelah SEC AS menyetujui perdagangan options. Hal ini diperkirakan akan menarik minat institusi yang membutuhkan instrumen lindung nilai yang lebih kompleks.
Di samping itu, Bitcoin berpotensi lanjut menguat. Pada Selasa (15/4) pukul 08.00 WIB, harga Bitcoin (BTC) tercatat di kisaran US$84.932 atau sekitar Rp1,43 miliar. BTC berhasil menembus garis MA-20 dan kini diperdagangkan di atas MA-50 (US$84.329), membuka peluang breakout dari resistance US$85.000.
“Jika level ini berhasil ditembus, BTC berpotensi melanjutkan kenaikan menuju MA-100 dan resistance selanjutnya di US$91.000,” ungkap Panji.
Data Ekonomi AS Penting Pekan Ini
Menjelang libur Good Friday, pasar kripto bersiap menghadapi serangkaian data ekonomi penting AS yang akan sangat mempengaruhi arah pasar.
Misalnya consumer Inflation Expectations pada Senin. Kenaikan ekspektasi inflasi konsumen AS menjadi sinyal bahwa tekanan harga belum sepenuhnya reda.
“Jika angka ini kembali naik ke 3,3% atau lebih, pasar bisa mulai mengantisipasi kebijakan moneter yang lebih ketat dari The Fed,” katanya.
Lalu, ada US Retail Sales pada Rabu yang mengukur total pengeluaran konsumen di sektor ritel. Peningkatan angka ini menunjukkan kuatnya tingkat konsumsi masyarakat, sementara penurunan dapat menjadi sinyal melemahnya aktivitas ekonomi.
Ketiga, ada industrial Production pada Rabu, yang dapat menggambarkan tingkat output dari sektor industri, termasuk pabrik dan fasilitas utilitas.
“Peningkatan data ini mengindikasikan adanya pertumbuhan produksi, sementara penurunan mencerminkan melemahnya aktivitas industri,” terangnya.
Terakhir, Initial Jobless Claims pada Kamis yang mencerminkan data mingguan jumlah klaim awal untuk tunjangan pengangguran.
Peningkatan angka klaim sendiri dapat mengindikasikan potensi kenaikan tingkat pengangguran, sedangkan penurunan angka klaim menunjukkan perbaikan kondisi pasar tenaga kerja.
“Ketidakpastian arah suku bunga dan kebijakan dagang AS tetap menjadi katalis dominan bagi pasar kripto dalam jangka pendek. Dalam kondisi seperti ini, investor disarankan fokus pada manajemen risiko,” saran Panji.