c

Selamat

Jumat, 19 April 2024

EKONOMI

18 Oktober 2021

21:00 WIB

Berani Bereksperimen Demi Kualitas

Bermodal tanggapan menu dari orang-orang dekat, Pawon Jiteh melebarkan pasar dan produk makanannya

Editor: Fin Harini

Berani Bereksperimen Demi Kualitas
Berani Bereksperimen Demi Kualitas
Bolu gulung batik karya Pawon Jiteh. Sumber Foto: Pawon Jiteh/dok

JAKARTA – “Triple coffee. Sudah sering dengar kan pudding triple coklat? Nah, pas ada pesanan puding dibuatlah varian baru dari jenis makanan ini ini. Mau tau rasanya? Kopi susu gula aren, kopi karamel, dan lapisan terakhir kopi dengan gula palm. New varian dari Pawon Jiteh epriibadeeehhhhhhhhhhh,” tulis Dwi Pristiwanti, pemilik bisnis makanan yang diberi label Pawon Jiteh.

Pesan serupa ini selalu muncul di akun media sosial Dwi. Silih berganti foto makanan ia unggah, lengkap dengan keterangan open PO, maupun ajakan untuk mencicip.

Meskipun suami memiliki pekerjaan mapan, keinginan untuk memperkuat ekonomi keluarga selalu mengusik Dwi beberapa tahun belakangan. Keinginan menciptakan bantalan ekonomi itu diperkuat dengan keresahan tak merasa cukup berperan. Sebagai ibu rumah tangga, Dwi memang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, mengurus keluarga yang saat itu telah dikaruniai dua putra. 

Tak bisa ditahan, ia pun mengajukan niat ke suami untuk bekerja dari rumah. Tiga bisnis yang bisa digarap dari rumah ia sorongkan; bisnis makanan, makeup artist dan jahitan.

Ketiganya, menurut Dwi, tak jauh dari passion yang ia miliki. "Akhirnya dipilih masakan," cerita Dwi lewat sambungan telepon, Kamis (14/10).

Kebetulan, saat itu memang sudah ada permintaan dari beberapa orang untuk berlangganan katering. Dwi yang berasal Solo, gemar memasak masakan Jawa Tengah yang jarang tersedia di warung-warung makan di Tangerang Selatan, tempatnya berdomisili. Masakan itu ia bagikan ke para tetangga yang kebetulan juga perantauan asal Jawa Tengah seperti dirinya. 

Tak jarang guru anak-anaknya ikut kebagian masakan Dwi. Dari para penikmat masakan itulah permintaan katering datang. 

“Masaknya memang sekalian banyak, dan enggak habis kalau dimakan sendirian. Kan kayak gudeg, sayang kalau masaknya hanya sedikit. Ternyata banyak yang cocok sama rasanya,” tuturnya. 

Izin suami didapat, Dwi langsung memulai bisnis kateringnya. Pelanggan pertama adalah para guru dari sekolah anaknya. 

Namun, bisnis yang belum berlangsung lama itu harus terhenti. Dwi harus berjuang menyelamatkan kehamilannya. Usai kelahiran putra ketiga pun, bisnis belum dimulai lagi. Perhatian Dwi terpusat pada anggota keluarga terbaru.

Barulah pada 2016 setelah vakum cukup lama, Dwi mulai menggarap lagi impiannya memiliki bisnis. Si bungsu yang kini telah duduk di kelas 2 SD, saat itu sudah berumur 1,5 tahun. Sudah tak terlalu menuntut perhatian besar. 

Mengusung nama Pawon Jiteh, Dwi mempersiapkan bisnisnya dengan teliti. Hal pertama yang dilakukan adalah merogoh tabungan untuk membeli oven dan standing mixer, dua peralatan tempur yang dirasa bakal banyak digunakan dalam proses produksi. Dwi sengaja membeli oven gas yang berukuran besar demi mengantisipasi peningkatan penjualan di masa depan.  “Sekalian yang besar sekalian,” begitu katanya.

Total Rp5 juta ia keluarkan untuk modal awal peralatan ini. Belanja peralatan sengaja dibatasi yang besar saja. Peralatan lain memanfaatkan yang sudah ada di dapur rumahnya.

Urusan peralatan rampung, giliran produk berikut rasa yang dipersiapkan. Ia memilih kroket sebagai produk pertama yang akan dijual. Lalu, uji coba resep dilakukan berulang kali dalam beberapa bulan. 

Tahap berikutnya, kroket hasil uji coba itu ia dibagikan ke lingkungan. Tujuannya tak lain untuk mencari rasa yang paling pas dengan lidah calon konsumen. 

Uji coba sukses. Dwi berhasil menemukan resep yang rasanya disukai banyak orang. “Dari situ, ada teman yang menyarankan untuk open PO. Resep kroket itu aku pakai sampai sekarang,” paparnya. 

Dengan target open PO kroket yang selalu terpenuhi, Dwi mulai melebarkan sayap. Jenis kudapan baru ditawarkan ke konsumen. Produk kedua ini berupa bolu karakter dan bolu mekar. 


Serupa kroket, uji coba resep juga dilakukan sebelum melempar produk ke pasar. Lalu, resep hasil uji coba itu ia gunakan sampai sekarang. Rumusan uji coba resep semacam itu dilakoninya hingga kini. Karena itu, ia tak sembarang mengiyakan permintaan konsumen. 

“Kalau ada permintaan konsumen untuk masakan yang aku belum pernah masak, aku selalu bilang nanti akan dihubungi lagi. Setelah uji coba dan rasanya pas, baru aku hubungi lagi konsumennya,” imbuhnya. 

Tingkatkan Ilmu
Menyajikan beragam varian makanan menjadi jalan Dwi meningkatkan bisnis. Ia meyakini selera orang berbeda. Termasuk adanya orang-orang yang kangen mencicip makanan masa kecil atau makanan dari daerah asal.

Semuanya itu menciptakan peluang yang ingin diraup Dwi. Karena itu, ia merasa perlu meningkatkan kemampuan dan repertoar masakannya. Kursus masakan pun dilirik Dwi untuk menambah, resep maupun skill dan teknik baru.

Kursus ini melahirkan varian Pawon Jiteh yang nge-hits, bolu gulung batik. Bolu ini sebenarnya tak beda dengan bolu pada umumnya. Hanya saja, ada lukisan batik di permukaan bolu. Bisa motif klasik seperti parang rusak atau kawung, atau batik kontemporer. Unik.  

Dwi yang memang menyukai batik, merasa kesempatan kursus ini tak hanya berguna untuk menambah varian produknya. Tapi, juga kesempatan untuk ikut melestarikan batik meskipun dalam bentuk lain. 

“Aku suka batik, nah ini membatik tapi pakai adonan roti. Jadi langsung aku ikuti,” katanya.

Ilmu baru juga diambil Dwi dari beragam sumber lainnya. Paling banyak, dari media sosial seperti YouTube maupun Instagram. Mengolah fondan maupun icing sugar untuk cake ulang tahun misalnya, ia belajar autodidak dari YouTube. 

Ilmu itu lantas ia terapkan dalam proses produksi. Entah berupa resep baru atau mengubah resep yang sudah ada, maupun memperbaiki teknik yang sudah dimilikinya. 

Tak semua resep memang bisa menghasilkan produk baru. Dia berhitung dengan potensi pasar. Jika dirasa proses produksi terlampau rumit atau bahan yang digunakan terlalu mahal dan berujung pada harga jual yang juga terlalu mahal, ia tak lantas memaksa menghadirkan produk baru. 

Kini, Pawon Jiteh memiliki varian produk beragam mulai dari masakan seperti paket ayam bakar atau galantin. Lalu, aneka panganan baik manis maupun asin gurih mulai dari jajan pasar, roti manis sampai kue kering.   Hingga paket khusus untuk acara seperti tumpeng dan cake ulang tahun. Tumpeng pun beragam, ada yang dibuat dari nasi kuning, jajan pasar, maupun puding dan salad buah. 

Meski beragam, kekhasan coba ditunjukkan Dwi. Ia enggan mengikuti produk yang tengah viral di media sosial. Bahkan, ia justru mengeluarkan produk yang bisa dibilang berbeda. Misalnya saat demam garlic cheese melanda masyarakat, Dwi mengeluarkan roti sisir. 

“Pasarnya orang-orang jadul yang enggak kenal garlic cheese,” katanya.

Diakui, dalam dua tahun pertama Pawon Jiteh, ia tak tahu pasti berapa penghasilan bisnis diraup. Sebagian uang kembali mengalir keluar untuk kursus maupun melengkapi peralatan produksi. 

“Tahun ketiga baru berasa, oh ada penghasilannya. Karena, tahun ketiga aku udah enggak kursus lagi. Peralatan seperti loyang dan lain-lain juga sudah lengkap,” jelasnya. 

Dari penambahan ragam varian tersebut, Dwi mengaku bisa mengantongi omzet Rp15 juta per bulan.

Jaga Kualitas
Menurut Dwi, proses belajar juga tak hanya dari kursus atau media sosial. Kegagalan saat memasak juga menjadi kesempatan menyempurnakan kemampuan. 

Pengalaman yang paling diingat Dwi adalah kegagalan menggulung bolu batik. Waktu itu, Dwi baru saja menyelesaikan kursus dan menerima banyak pesanan baik dari konsumen maupun limpahan dari pelaku UMKM makanan lainnya yang enggak sempat menggarap pesanan. 

“Total mungkin 25 pesanan saat itu. Baru belajar, modal nekat aja kan. Eh, tiap digulung patah. Mungkin sampai 50% yang rusak,” katanya.  

Dari proses itu, Dwi mengaku bisa meningkatkan teknik.  “Waktu itu ngerjainnya sambil nangis. Tapi usaha kan tidak selalu mengejar keuntungan materi, bisa juga dapat pengalaman,” katanya.

Berbagai pengalaman saat menjalankan bisnis juga membuat Dwi merasa perlu meningkatkan manajemen. Apalagi, Dwi menjadi motor utama produksi Pawon Jiteh. 

Dia dibantu dua asisten yang bekerja dalam dua sif, pagi dan sore. Namun, keduanya hanya sebagai supporting, menyiapkan aneka bahan yang diperlukan untuk memasak. Urusan memasak belum bisa dilimpahkan ke asisten. 

Ke depan, Dwi berniat menambah pekerja yang bisa membantu produksi hingga bisnis lebih berkembang. 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar