c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

20 Juni 2024

16:39 WIB

Begitu Ada Regulasi, Kementan Siap Budi Daya Tanaman Kratom

Dia meyakini dengan adanya regulasi yang jelas, budi daya tanaman kratom bisa lebih berkembang, karena potensi ekonominya sangat besar, pernah mencapai US$30 per kilogram

<p>Begitu Ada Regulasi, Kementan Siap Budi Daya Tanaman Kratom</p>
<p>Begitu Ada Regulasi, Kementan Siap Budi Daya Tanaman Kratom</p>

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan keterangan pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6/2024). Antara/Yashinta Difa

JAKARTA – Kementerian Pertanian masih menunggu regulasi tata kelola tanaman kratom yang disebut memiliki kandungan narkotika, tetapi berpotensi besar diekspor karena manfaat kesehatannya. Isu mengenai tata kelola, tata niaga, dan legalitas tanaman kratom dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diikuti sejumlah menteri terkait di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6).

“Kami tadi ratas tentang kratom. Dari sisi pertanian untuk sementara ini masuk ke tanaman hutan, tetapi saran kami nanti kalau regulasinya sudah diatur, mungkin kita bisa budi daya, sehingga nilai ekonomi dan kualitasnya meningkat,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Dalam rapat tersebut dibahas penurunan harga kratom yang disebabkan banyak faktor, antara lain kualitas produk, distribusi, dan sebagainya. 

Namun jika nantinya pemerintah menetapkan tata kelola kratom di bawah Kementan, Amran menyatakan siap melakukan pembinaan kepada para petani dan membentuk korporasi, sehingga ada jaminan kualitas produk, terutama untuk diekspor.

“Ini, kan, tanaman di hutan, nanti bisa kita budi dayakan, bisa kita tata, tetapi dalam bentuk korporasi. Kalau ada koperasi mengelola ini, kita korporasikan, sehingga kualitas dan kuantitas terjamin karena itu syarat untuk ekspor,” ujar Amran.

Dia meyakini dengan adanya regulasi yang jelas, budi daya tanaman kratom bisa lebih berkembang, karena potensi ekonominya sangat besar, pernah mencapai US$30 per kilogram. “Sekarang ini harganya jatuh US$2 hingga US$5, ini terlalu rendah,” tutur Amran.

Tata kelola dan tata niaga tanaman kratom dibahas oleh pemerintah guna merespons keluhan dari masyarakat. Terutama 18 ribu keluarga di Kalimantan Barat yang kesulitan mengekspor kratom, karena belum ada pengaturan mengenai standardisasi produknya.


Seorang petani memetik kratom atau daun purik di kebunnya di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kali mantan Barat, Minggu (13/9/2020). Antara Foto/Jessica Helena WuysangBerdasarkan data Kementerian Perdagangan pada periode Januari-Mei 2023, negara utama tujuan ekspor kratom adalah Amerika Serikat dengan nilai US$4,86 juta dan proporsi mencakup 66,3% dari total ekspor. Tujuan ekspor lainnya yakni Jerman dengan US$0,61 juta, disusul India sebesar US$0,44 juta, dan Republik Ceko dengan US$0,39 juta.

Daun kratom diketahui memiliki kandungan aktif yaitu alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine. Kedua bahan aktif ini memiliki efek sebagai obat analgesik atau pereda rasa sakit. 

Senyawa aktif mitragynine yang terkandung dalam kratom inilah yang berpotensi menimbulkan kecanduan layaknya mengonsumsi narkotika. Efek yang dirasakan dari konsumsi kratom adalah perasaan relaks dan nyaman, serta euforia berlebihan jika kratom digunakan dengan dosis tinggi.

Banyak tumbuh di wilayah Kalimantan, daun kratom biasanya digunakan untuk teh atau diolah menjadi suplemen, yang bermanfaat untuk membantu mengurangi rasa nyeri, meningkatkan kesehatan kulit, dan menaikkan libido. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kratom cukup membahayakan bila tidak sesuai takaran. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika, sehingga regulasi pemerintah daerah pun belum bisa membatasi penggunaan kratom.

Ada Batasan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, akan ada batasan dalam pemanfaatan dan penggunaan tanaman kratom sebagai obat di dalam negeri.

"Dalam negerinya, tentu akan ada batasan-batasan yang akan diatur," jelas Airlangga, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6).

Menurut dia, aturan mengenai batasan pemanfaatan dan penggunaan kratom akan diatur oleh Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan, aturan mengenai tata niaga tanaman kratom, akan diatur Kementerian Perdagangan

"Jadi, ini menjadi bahan baku obat dan untuk ekspornya akan diatur tata niaganya," jelasnya.

ilustrasi daun Kratom. dok Antara


Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyelenggarakan rapat terbatas dengan mengundang sejumlah menteri Kabinet Kerja di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, untuk membahas legalisasi tanaman kratom.

Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, tata kelola kratom perlu dirumuskan karena selama ini belum ada standardisasi sehingga masyarakat kesulitan untuk mengekspor tanaman herbal tersebut. 

“Yang kedua, perlu ada tata niaganya. Memang Menteri Perdagangan sedang menyusun aturan mainnya itu tetapi perlu nanti segera dipercepat sehingga efek kepastian nanti masing-masing stakeholder terkait harus bagaimana,” kata Moeldoko sebelum mengikuti ratas.

Lebih lanjut, ujar dia, pemerintah perlu memastikan apakah kratom tergolong sebagai narkotika atau tidak, karena masih ada perbedaan pendapat antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait keamanan penggunaan tanaman tersebut.

“Kita ingin memastikan sebenarnya seperti apa sih kondisi kratom itu. Masih ada perbedaan persepsi. Untuk itu, saya meminta BRIN untuk melakukan riset. Risetnya mengatakan, mengandung (narkotika) tetapi dalam jumlah tertentu, saya minta lagi jumlah tertentu seperti apakah yang membahayakan kesehatan,” ujar Moeldoko.

Di sisi lain, maraknya peningkatan penggunaan kratom juga ditandai dengan banyaknya petani tanaman biasa yang beralih menjadi petani kratom, karena hasil dari budi daya kratom dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi.

“Selama ini cukup bagus (prospeknya) karena ini menjadi penopang bagi 18 ribu keluarga yang bekerja di area penanamannya. Saya pikir penting memastikan harus bagaimana tata kelola dan penggolongannya sehingga ada kepastian, karena ini yang ditunggu masyarakat,” ujar Moeldoko.

Standarisasi Kratom
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi mengatakan, pengaturan ekspor tanaman herbal kratom masih menunggu standarisasi dari kementerian dan lembaga terkait lainnya.

"Kami posisi ada di hilir ya, jadi kita nunggu standar dan lainnya, kita tunggu hasil dari mereka seperti apa," ujar Didi beberapa waktu lalu.

Didi menyampaikan, Kemendag akan mengatur tata niaga kratom sesuai dengan standar kesehatan dan syarat-syarat standarisasi yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Namun demikian, Didi menyebutkan hingga saat ini Kementerian Perdagangan belum menyusun peraturan-peraturan terkait dengan ekspor kratom.

"Pengaturannya harus disesuaikan dengan kepentingan penggunaan, terkait standar dari Badan POM dan Kemenkes. Kalau kami di hilir, kalau pun nanti harus ada pengaturan dari sisi ekspor, syarat-syarat," kata Didi.

Menurut data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor kratom dengan HS 12119099 Indonesia sempat menurun dari US$ 16,23 juta pada 2018 menjadi US$ 9,95 juta pada 2019. Lalu, kembali meningkat lagi nilai ekspor kratom pada 2020, yakni US$ 13,16 juta dan terus menunjukkan tren meningkat hingga 2022. Kinerja ekspor yang positif ini terus berlanjut pada 2023. Tercatat sepanjang Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04% menjadi US$ 7,33 juta atau sekitar Rp114,3 miliar.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar