26 Februari 2025
20:24 WIB
Barantin Dorong Penggunaan Iradiasi Berstandar
Barantin mendukung penuh jasa iradiasi buah segar pertama di Indonesia. Iradiasi ini dinilai bisa meningkatkan ekspor buah segar ke pasar global.
Penulis: Erlinda Puspita
Kepala Badan Karantina Nasional (Barantin) Sahat M. Panggabean saat mengunjungi fasilitas iradiasi buah segar milik PT Oneject Indonesia di Cikarang, Bekasi, Selasa (25/2). Dok. Humas Barantin.
JAKARTA - Badan Karantina Nasional (Barantin) mendorong penggunaan iradiasi berstandar, sebagai salah satu perlakuan karantina pada buah segar. Iradiasi ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah komoditas buah segar Indonesia yang diterima pada pasar ekspor di berbagai negara.
Iradiasi berstandar yang telah diterapkan di Indonesia salah satunya fasilitas milik PT Oneject Indonesia di Cikarang, Bekasi.
Kepala Barantin Sahat M. Panggabean menuturkan, penggunaan iradiasi saat ini sudah banyak menjadi syarat sebagai modalitas fitosanitari oleh berbagai negara di dunia.
"Jadi sudah banyak negara yang mempersyaratkan iradiasi sebagai modalitas fitosanitari ini sebenarnya, namun memang masih berproses dan ini baru pertama. Kita harap ini bisa lancar sesuai standar," terang Sahat dalam keterangan resminya, Rabu (26/2).
Sahat mengaku, sejatinya sistem perlakuan iradiasi terhadap ekspor pangan segar sudah lama diinisiasi oleh Barantin, lantaran sistem ini telah sesuai dengan standar Internasional Standards for Phytosanitary Measures (ISPM). Namun ketersediaan fasilitas ini belum banyak di Indonesia. Sehingga dengan tersedianya jasa fasilitas iradiasi, menurutnya Barantin akan mendukung agar para eksportir bisa menembus pasar luar negeri.
Beberapa ketentuan internasional mengenai perlakuan iradiasi untuk fitosanitari adalah ISPM Nomor 28 tentang Phytosanitary Treatments for Regulated Pests, ISPM Nomor 18 tentang Requirements for The Use of Irradiation As a Phytonasitary Measure, dan Regional Standard Phytosanitary Measures (RSPM) Nomor 9 tentang Approval of Irradiation Facilities.
"Ini masih perlu beberapa tahap agar terstandarisasi Barantin seperti perlu dilakukannya uji terap dan beberapa tahapan lainnya," tutur Sahat.
Sahat menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan BRIN, telah menginisiasi pemanfaatan fasilitas iradiasi di Indonesia, khususnya Iradiator Gamma Merah Putih (IGMP) untuk keperluan fitosanitari eskpor buah mangga tujuan Australia, sejak tahun 2017. Selain itu Barantin dan BRIN juga mendorong fasilitas iradiasi di Indonesia agar berpartisipasi dalam pemenuhan fasilitas untuk keperluan ekspor buah segar.
"Kami harap dukungan dari semua pemangku kepentingan agar ekspor Indonesia makin banyak diterima oleh berbagai negara," imbuh Sahat.
Lebih lanjut, Deputi Bidang Karantina Tumbuhan, Bambang juga menyampaikan, ekspor buah Indonesia ke berbagai negara saat ini melalui berbagai mekanisme karantina, antara lain buah manggis, salak, buah naga, pisang, dan nanas segar yang diekspor ke China. Komoditas buah ini menggunakan mekanisme kesepakatan bilateral atau protokol ekspor yaitu penerapan system approach dan tanpa perlakuan karantina.
Berbeda dengan China. berbagai jenis buah nusantara yang dikirim dari Indonesia ke Timur Tengah, Eropa, dan negara-negara ASEAN justru tidak memerlukan persyaratan khusus, jadi hanya persyaratan sertifikat fitosanitari. Sedangkan akses pasar ke beberapa negara yang mempersyaratkan perlakuan, hingga kini belum dapat diproses karena belum adanya fasilitas perlakuan karantina untuk komoditas segar yang memenuhi persyaratan.
Dari data sistem Best Trust Barantin yang disampaikan Bambang, tercatat selama awal tahun 2025 ini terdapat lima jenis buah yang paling tinggi kuantitas ekspornya antara lain manggis, pisang, nanas, durian, dan salak dengan total ekspor sebanyak 30.908 ton. Adapun tujuan negara ekspor buah segar tersebut yaitu Cina, Malaysia, Uni Emirat Arab, Jerman, Belanda, Jepang, Singapura, Pakistan, Thailand, Hongkong, Kanada, dan Kamboja.
Bambang menjelaskan, mekanisme ekspor buah-buahan atau produk segar Indonesia meliputi tiga tahap. Pertama adalah permohonan pembukaan akses pasar dari National Plant Protection Organization (NPPO) oleh negara asal (Barantin), kedua adalah penyusunan pest risk analysis (PRA) oleh negara pengimpor yaitu negara tujuan ekspor, serta tahap ketiga adalah negosiasi dan kesepakatan persyaratan ekspor.
Menurut Bambang, bahwa pada tahap awal, perlakuan iradiasi pada produk segar akan diujicobakan pada mangga, buah naga dan salak yang akan diekspor ke Australia. Perlakuan iradiasi tersebut sebagai opsi, dan jika efektif memitigasi berbagai Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina (OPTK) pada berbagai komoditas, maka tidak menutup kemungkinan akan membuka akses pasar untuk komoditas dan tujuan negara lainnya serta akan dikembangkan juga untuk komoditas impor.
"Metode perlakuan dengan radiasi pengion tersebut bertujuan untuk mematikan, mencegah perkembangan, membuat steril dan menginaktivasi kelompok OPT atau OPTK tertentu juga mencegah pertumbuhan tunas," tandas Bambang.