c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

30 Desember 2022

18:27 WIB

Bantah Food Estate Kalteng Gagal, Kementan: Butuh Proses

Masyarakat diminta menunggu hasil konkret kenaikan produktivitas pertanian dari program food estate atau lumbung pangan.

Penulis: Khairul Kahfi

Bantah Food Estate Kalteng Gagal, Kementan: Butuh Proses
Bantah Food Estate Kalteng Gagal, Kementan: Butuh Proses
Foto udara petakan persawahan ekstentifikasi lahan di Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Sabtu (8/10/2022). Antara Foto/Makna Zaezar

JAKARTA – Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian Pertanian Husnain meminta seluruh pihak untuk bersabar, menunggu hasil konkret kenaikan produktivitas pertanian dari program food estate atau lumbung pangan. Dirinya menolak anggapan banyak pihak bahwa program yang berlokasi di Kalimantan Tengah (Kalteng) ini gagal dan seterusnya.

Menurutnya, butuh proses yang harus dijalani secara saksama agar tujuan lumbung pangan sesungguhnya dapat tercapai. Ia mencontohkan, pengembangan Food Estate Kalimantan Tengah sama seperti apa yang terjadi pada lahan yang ada di Banyuasin, Sumatera Selatan dulu. 

“(Lahan sawah) Banyuasin, Sumsel itu sekarang kan produktivitasnya tinggi, lahannya bagus, dan sudah tertata dengan baik. Itu (semua) butuh waktu 25 tahun sampai seperti sekarang dari awal dibuka,” katanya menjawab pertanyaan wartawan, Jakarta, Jumat (30/12). 

Karena itu, jelasnya sekali lagi, butuh waktu dan proses karena lumbung pangan di Kalteng berdiri di atas lokasi rawa. Karena itu, ia meyakini, program ini akan membantu pemenuhan dan penambahan produk pangan padi nasional di masa depan.

“Kalau 30.000 hektare (lahan) di Kalteng itu bisa menghasilkan produksi minimal 4 ton/ha saja, kita sudah mendapat tambahan produksi padi yang banyak,” sebutnya. 

Baca Juga: Pemerintah Diminta Evaluasi Kebijakan Food Estate

Husnain juga menilai, pemerintah via Kementan telah betul-betul berkeras menyiapkan program lumbung pangan ini. Ia menginformasikan, pemerintah juga tengah menyiapkan food estate selanjutnya di Sumba Tengah dan Papua.

Adapun, Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mempertanyakan keputusan pemerintah yang tetap kekeh melanjutkan program Food Estate. Di tengah banyaknya kritik terkait keberhasilan program tersebut.

Menurutnya, dari beberapa hasil kunjungan spesifik Komisi IV DPR RI di beberapa lokus kegiatan food estate menunjukkan besarnya indikasi kegagalan program tersebut. Selain itu, beberapa rilis dari beberapa media serta NGO terkemuka menunjukkan, kegagalan program food estate di Kalimantan dan beberapa tempat lainnya.

“Kami sudah meminta sejak tahun lalu agar proyek Food Estate ini ditinjau kembali oleh pemerintah. Sebab di lapangan banyak sekali permasalahan yang ditemukan,” ungkap Slamet, Rabu (14/12).

Politisi asal Dapil Sukabumi Raya ini menjelaskan, temuan kelangkaan beras saat ini turut membuktikan bahwa program lumbung pangan beras memang terindikasi gagal. Singkatnya, problem soal beras menunjukkan, food estate tidak berhasil menambah produksi beras nasional.

Baca JugaFood Estate Tak Jamin Ketahanan Pangan

“(Kemudian), gagal menyuplai beras saat kondisi kelangkaan terjadi sehingga mendorong pemerintah melakukan importasi beras tahun ini,” tambahnya.

Rencana impor beras ini terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Perum Bulog beberapa waktu lalu. Bulog berencana melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan Cadangan Beras pemerintah (CBP) yang kian menipis.

Ancam Keragaman Pangan Indonesia
Selain gagal menyumbang pasokan beras saat kondisi kritis, sambungnya, food estate beras juga berpotensi mempercepat fenomena beras-isasi. Pada wilayah-wilayah yang masyarakatnya tidak mengonsumsi beras sebagai pangan utama, seperti di Papua.

“Saya mengutip dari temuan Kompas, beberapa desa di Papua telah mengkonsumsi beras 100% untuk kebutuhan pangan mereka, padahal makanan utamanya adalah sagu,” jelas Slamet.

Ia menerangkan, peralihan pola makan dari sagu menjadi beras ini justru akan mengancam ketahanan pangan warga lokal.  “Dengan beras yang belum bisa diproduksi secara mandiri di Papua, maka ancaman akan ketahanan pangan di sana akan semakin tinggi,” ungkapnya.

Slamet menilai, fenomena tersebut adalah akibat kegagalan proyek Merauke Integrated Food and Energy (MIFEE). Namun, pemerintah bersikukuh melanjutkan program ini melalui Perpres 108/2022 yang tetap menjadikan Merauke sebagai salah satu lokasi food estate untuk beras.

Food estate ini akan semakin mengakselerasi perubahan pola makan masyarakat papua,” ucapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar