11 Oktober 2023
08:11 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Pemerintah baru-baru ini menerbitkan aturan pengecualian nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk proyek PT PLN berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 50 megawatt di IKN Nusantara.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menduga pemerintah bermaksud mempercepat aliran masuk modal asing alias investor proyek pembangunan PLTS di IKN.
"Pengecualian TKDN tersebut justru dimaksud mendorong investasi di IKN supaya lebih cepat, terutama investasi asing, tapi ini jadi special treatment," ujarnya kepada Validnews, Selasa (10/10).
Menurutnya, pemerintah berharap memperoleh investasi dengan cepat, yang otomatis bisa mempercepat pembangunan PLTS di IKN.
Untuk diketahui, kebijakan pemerintah dapat memberikan pengecualian TKDN untuk pembangunan PLTS di IKN itu tertuang dalam Pasal 15A Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 23/2023.
Baca Juga: Makin Mudah, Kemenperin Digitalisasi Sertifikat TKDN
Faisal menyebutkan pengecualian TKDN untuk barang, jasa, serta gabungan barang dan jasa untuk membangun PLTS 50 MW sebagai special treatment dari pemerintah.
Pasalnya, ada perbedaan perlakuan, di mana investor asing tidak perlu memenuhi persyaratan TKDN.
"Pengecualian TKDN ini untuk genjot investasi di IKN sedemikian rupa, secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan mengurangi hambatan investasinya, karena salah satu yang dianggap hambatan adalah persyaratan TKDN," tutur Faisal.
Hal serupa pun disampaikan oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus. Ia menilai pemerintah mengarahkan kebijakan pengecualian TKDN untuk menggaet investor asing di IKN.
Dia menganggap pengecualian TKDN berpotensi membuat investor lebih bebas, baik dalam memilih bahan baku, barang modal, hingga merekrut tenaga kerja luar untuk membangun PLTS di IKN. Dengan demikian, proses pembangunan PLTS bisa lebih cepat.
Heri menganggap pemerintah tidak menunjukkan komitmen tegas untuk meningkatkan nilai TKDN dalam pembangunan proyek strategis. Padahal, selama ini pemerintah kerap menggaungkan pentingnya peningkatan TKDN.
Ia pun mengkhawatirkan efek samping dari toleransi yang diberikan pemerintah. Berawal dari pembangunan PLTS di IKN, yang berpotensi menyeret proyek lainnya untuk ikut-ikutan mendapat pengecualian TKDN.
"Dengan pengecualian ini, khawatirnya nanti ada banyak yang dikecualikan lagi. Sekarang PLTS boleh, nanti yang lain-lain pada ikut, supaya boleh juga tidak ber-TKDN," kata Heri kepada Validnews, Selasa (10/10).
Pentingnya Penguatan TKDN
Lebih lanjut, para pengamat sepakat bahwa salah satu alasan pemerintah memberikan pengecualian TKDN untuk pembangunan PLTS karena minimnya ketersediaan bahan baku atau barang modal di Indonesia.
Menurut Faisal, kemungkinan jumlah bahan baku, barang modal, dan teknologi di dalam negeri untuk membangun PLTS belum secanggih produk luar negeri, atau negara investor.
Dia menerangkan lazimnya, meski ada pengecualian TKDN, tidak semua barang pembentuk PLTS harus serba impor. Namun memang, nihil persyaratan TKDN akan membuat procurement atau pengadaan barang-barang untuk membangun PLTS lebih mudah didapat.
"Nah, ini menjadi concern sebenarnya, karena ada tradeoff, bahwa investasi yang masuk ke IKN itu dampaknya kecil terhadap penguatan industri dalam negeri," ungkap Faisal.
Peneliti INDEF, Heri pun satu suara. Menurutnya, teknologi industri untuk menghasilkan komponen pembentuk pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia belum memadai.
Baca Juga: Pemerintah Bisa Kecualikan TKDN Untuk Bangun PLTS di IKN
Jika ada, sambungnya, masih dalam skala kecil, sehingga kuantitas atau jumlahnya pun belum bisa memenuhi kapasitas untuk membangun sebuah PLTS.
Oleh karena itu, Heri menilai pemerintah memberikan kelonggaran pengecualian TKDN.
"Mungkin di awal kita impor teknologi, barang modal, karena kita belum punya kapasitas besar. Tapi sampai kapan? Itu harus diperjelas roadmap ke depannya, supaya kita bisa bikin komponen dan tenaga kerja sendiri," tutur Heri.
Heri juga menyoroti langkah pemerintah yang terkesan mempercepat pembangunan PLTS di IKN. Menurutnya, ada target yang dikejar mengingat IKN Nusantara di Kalimantan Timur digadang-gadang sah tahun depan.
Pasalnya, PT PLN bertugas menyuplai kebutuhan listrik di IKN Nusantara melalui subholdingnya, Nusantara Power. Untuk menunaikan tugas itu, PLN tengah membangun PLTS berkapasitas 50 MW di IKN.
"Karena kan ada target nanti IKN mulai jadi 2024, 2025 dan seterusnya, sehingga pemerintah buru-buru nih, pokoknya yang ada saja, yang mau (investasi), biar cepat saja, supaya investor cepat masuk jadi diberikan keleluasaan yang lebih," ucap Heri.