04 September 2024
17:32 WIB
Banggar DPR Sepakati Postur Sementara Pendapatan-Belanja APBN 2025
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui postur sementara APBN 2025 yang diajukan oleh pemerintah, mencakup pendapatan dan belanja negara.
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2024). Antara Foto/Dhemas Reviyanto
JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui postur APBN 2025 sementara yang diajukan oleh pemerintah. Secara umum, Banggar DPR menyetujui postur sementara pendapatan dan belanja negara tahun depan, masing-masing sebesar Rp3.005,13 triliun dan Rp3.621,31 triliun.
“Bapak-Ibu sekalian, kami ingin mengambil keputusan terhadap postur sementara (APBN 2025), (apakah) dapat disetujui?” kata Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam Raker Pembahasan RUU APBN TA 2025 bersama Kemenkeu, BI, PPN/Bappenas, dan Kemenkum-HAM, Jakarta, Rabu (4/9).
Pertanyaan itu pun langsung ditanggapi setuju oleh semua pihak yang hadir. Said menjabarkan, pendapatan negara sebesar Rp3.005,13 triliun terpantau naik Rp8,26 triliun dari RAPBN sebesar Rp2.996,87 triliun.
Pendapatan tersebut berasal dari penerimaan pajak Rp2.189,31 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai Rp301,6 triliun. Sementara PNBP sebesar Rp513,64 triliun, atau naik Rp8,26 triliun dari sebelumnya di RAPBN sebesar Rp505,38 triliun.
Kemudian, belanja negara sebesar Rp3.621,31 triliun atau naik Rp8,26 triliun dari RAPBN sebesar Rp3.613,06 triliun. Belanja tersebut utamanya digunakan untuk Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp2.701,44 triliun atau naik Rp8,26 triliun dari sebelumnya sebesar Rp2.693,18 triliun.
Baca Juga: Kejar Ketahanan Pangan, APBN 2025 Anggarkan Rp124,4 Triliun
BPP tersebut terdiri dari belanja K/L sebesar Rp1.094,66 triliun yang naik Rp117,87 triliun dari sebelumnya sebesar Rp976,79 triliun. Adapun belanja non-K/L sementara ditetapkan sebesar Rp1.606,78 triliun atau turun Rp109,61 triliun dari sebelumnya sebesar Rp1.716,4 triliun.
Belanja non-K/L tersebut digunakan untuk belanja subsidi energi sebesar Rp203,41 triliun, turun sekitar Rp1,12 triliun dari sebelumnya sebesar Rp204,53 triliun. Kemudian, untuk kompensasi BBM dan listrik Rp190,92 triliun atau naik sekitar Rp1,12 triliun dari semula sebesar Rp189,8 triliun.
Selanjutnya, untuk cadangan belanja negara Rp68,49 triliun turun Rp28,39 triliun dari sebelumnya Rp96,88 triliun; lalu cadangan anggaran pendidikan Rp41,01 triliun turun sebesar Rp66,85 triliun dari sebelumnya Rp107,86 triliun; serta cadangan Transfer Ke Daerah (TKD) Rp68,22 triliun turun Rp14,38 triliun menjadi Rp82,6 triliun.
Selain BPP, belanja negara juga diarahkan untuk TKD sebesar Rp919,87 triliun. “Keseimbangan primer masih tetap tidak ada perubahan Rp63,33 triliun. Defisit anggaran Rp616,19 triliun alias tetap, sebagaimana disampaikan oleh Bapak Presiden tanggal 16 Agustus dalam nota 2,53% (PDB). Dan pembiayaan anggaran Rp616,2 triliun,” paparnya.
Kenaikan PNBP
Dalam kesempatan itu, Menkeu Sri Mulyani menilai, pendapatan negara sebesar Rp3.035,13 triliun merupakan rekor baru buat pemerintah. “Penerimaan negara menembus Rp3.000 triliun yaitu Rp3.035,13 triliun. Ini adalah rekor baru yaitu penerimaan menembus Rp3.000 triliun,” kata Sri.
Dirinya pun menyebut, pendapatan perpajakan berupa pajak dan bea-cukai masih relatif sama. Hal ini mengindikasikan perhitungan pemerintah buat perpajakan masih relatif ajek dan komprehensif dengan berbagai potensi dinamika yang ada nantinya.
“Ini menggambarkan bahwa basis dari estimasi penerimaan pajak memang selama ini kami hitung secara hati-hati dari baseline,” terangnya.
Adapun, Sri menerangkan, PNBP yang naik sebesar Rp8,26 triliun dikarenakan efek Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) dan kinerja pendapatan K/L yang juga ikut moncer. Potensi KND yang naik berasal dari proyeksi peningkatan kinerja BUMN sehingga menimbulkan kenaikan dividen yang akan dibayarkan.
Pihaknya mengestimasi setoran dividen BUMN naik sebesar Rp4 triliun. “Ini yang akan menjadi tambahan dari pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan dari Rp86 triliun ke Rp90 triliun,” paparnya.
Baca Juga: Komisi XI DPR-Pemerintah Sepakati Asumsi Makro APBN 2025
Selanjutnya, kenaikan PNBP juga disumbang oleh beberapa K/L penting senilai Rp4,26 triliun. Terdiri dari kenaikan PNBP dari Kemenkominfo sebanyak Rp510 miliar; setoran PBNP Polri yang naik Rp2,59 triliun; setoran PNBP Kemenhub yang naik Rp890 miliar; dan setoran PNBP Kemenkum-HAM yang naik Rp260 miliar.
“Dengan demikian, dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak ada kenaikan Rp8,26 triliun, yaitu dari kekayaan negara dipisahkan Rp4 triliun dan PNBP dari Kementerian/Lembaga sebesar Rp4,26 triliun,” ujarnya.
Adapun, asumsi nilai tukar rupiah yang menurun ikut membuat besaran subsidi BBM, LPG 3 kg, serta listrik turun Rp1,1 triliun. Dengan adanya kesepakatan tersebut, pendapatan negara yang digunakan untuk cadangan dan belanja subsidi sebesar Rp1,1 triliun digunakan sebagai tambahan kompensasi.
Dia melanjutkan, belanja K/L belum mengalami perubahan. Pasalnya, masih akan menunggu beberapa pembahasan dari KL dan arahan terutama dari Presiden terpilih. “Belanja non-KL ada tambahan Rp8,26 triliun yang akan dipakai untuk pengelolaan subsidi Rp1,12 triliun, untuk pembayaran kompensasi,” tambahnya.