07 Maret 2023
14:09 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Tren kendaraan listrik membuat nikel menjadi salah satu komoditas yang diburu. Maklum, nikel menjadi elemen yang sangat penting untuk pembuatan baterai kendaraan listrik.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo pun mengaku Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar diuntungkan dengan kondisi ini. Namun, dia mengingatkan agar pengelolaan nikel tak meninggalkan masyarakat di lingkar tambang.
"Berdasarkan catatan riset terbaru, penjualan kendaraan listrik akan melonjak 73 juta unit pada tahun 2040 dan akan terus naik setiap tahun sekitar 2 juta unit. Dalam rentang tersebut maka mobil listrik akan meningkat menjadi 60% dari total penjualan mobil dan semuanya membutuhkan baterai yang berasal dari nikel dan bukan bahan baku lain," terangnya dalam HUT ke-6 Asosiaso Penambang Nikel Indonesia (APNI) kemarin malam, Senin (6/3).
Dia menjelaskan, Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar di dunia. Merujuk pada catatan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), produksi nikel dunia pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton, atau meningkat sekitar 21% dari produksi tahun 2021. Dari angka tersebut, 48%nya atau sekitar 1,6 juta metrik ton adalah produksi Indonesia.
Dia menambahkan, nikel merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbarui. Untuk itu mengedepankan efisiensi, serta mengoptimalkan nilai tambah dengan pemanfaatan teknologi dan energi terbarukan perlu dilakukan.
"Terpenting, pemanfaatan nikel sebagai sumber daya alam harus dilakukan dengan bijaksana dan harus bermuara pada kesejahteraan masyarakat," timpalnya.
Dia mengatakan, di kantong-kantong produksi nikel, masih ditemukan masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. "Pertanyaan saya adalah kenapa rakyat kita yang hidup dan tinggal di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan, masih hidup dalam garis kemiskinan?" ujarnya.
Berdasarkan catatan BPS, kemiskinan nasional pada 2019-2022 berada pada rentang 9,4-9,5%. Sementara itu, level kemiskinan ekstrem nasional berada di kisaran 2,04-2,7% pada periode sama. Pemerintah pusat menargetkan level kemiskinan dan kemiskinan ekstrem nasional masing-masing bisa mencapai 7% dan 0% di 2024.
Selain efisiensi, dia mendorong agar perusahaan yang telah mengantongi izin mempercepat produksi agar perekonomian lokasi tambang turut bergerak.
Bamsoet menyoroti beberapa wilayah dengan produksi nikel dan batu bara terbesar dan sudah dikuasai hampir 55 tahun, namun progresnya hanya berjalan sebesar 6%.
"Artinya adalah, bahwa sumber daya alam yang luar biasa kalau dikerjakan secara Bersama-sama dan tidak dikuasai suatu kelompok maka akan bisa memakmurkan dan menjadikan suatu negara menjadi luar biasa," katanya.
Target Produksi Baterai
Senada, Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey mengutarakan, Indonesia saat ini sedang dilirik dunia seiring gencarnya program dan gerakan renewable energy.
Di sektor transportasi, pengembangan industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV) menjadi program unggulan untuk menekan polusi udara yang ditimbulkan dari asap kendaraan konvensional. Untuk menekan penggunaan BBM dari fosil, telah dikembangkan baterai untuk menggerakkan mesin EV.
“Nikel merupakan komoditas yang dibutuhkan bahan baku EV battery. Dan Indonesia merupakan negara pemilik sumber daya, cadangan, bahkan produsen nikel terbesar dunia. Maka, nikel Indonesia menjadi incaran dunia internasional,” kata Meidy Katrin Lengkey.
Dari tren ini, pemerintah Indonesia tidak hanya sudah menyiapkan road map sebagai supply chain EV battery dunia, namun menargetkan sudah bisa membuat baterai produk dalam negeri seri NMC (Nikel, Mangan, Cobalt) di antara tahun 2024.
Indonesia sebagai produsen EV battery akhirnya mengundang investasi asing (PMA) membangun industri pemurnian dan pengolahan bijih nikel (smelter) di Indonesia. Belakangan, PMA tidak hanya menguasai sektor hilir, namun juga sektor hulu.
Meidy Katrin Lengkey menyampaikan, APNI sejak dibentuk Ditjen Minerba, Kementerian ESDM pada 6 Maret 2017 hingga saat ini telah banyak memperjuangkan aspirasi penambang nikel di sektor hulu.
Pada prinsipnya APNI mendukung pembangunan hilirisasi, namun harus seiring sejalan dengan pembangunan di hulu. Karena, aktivitas produksi smelter membutuhkan pasokan bijih nikel dari para penambang nikel.
“Namun, para penambang nikel masih menghadapi banyak kendala di saat berjuang mengelola sumber daya alam di sektor pertambangan nikel yang notabene pengusaha nasional. Persoalan yang dihadapi misalnya dalam hal pengelolaan Tata Kelola & Tata Niaga pertambangan nikel,” ungkapnya.