c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 Mei 2023

15:35 WIB

Bahlil: Tata Kelola Perdagangan Karbon Diatur Pemerintah

Sertifikasi karbon akan dilakukan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Sementara itu, tata kelola perdagangan karbon akan ada di bursa karbon di bawah kewenangan OJK

Bahlil: Tata Kelola Perdagangan Karbon Diatur Pemerintah
Bahlil: Tata Kelola Perdagangan Karbon Diatur Pemerintah
Ilustrasi dekarbonisasi. Dekarbonisasi untuk menurunkan emisi CO2 untuk membatasi pemanasan global dan perubahan iklim. dok Shutterstock.com

JAKARTA -Pemerintah akan mengatur tata kelola perdagangan karbon agar dapat dioptimalkan sebagai sumber pendapatan negara. Hal ini ditegaskan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, usai mengikuti rapat terbatas tentang optimalisasi kebijakan perdagangan karbon yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (3/5).

“Kalau sekarang, kan, konsesinya itu dimiliki oleh perusahaan-perusahaan. Nanti semuanya dikendalikan, akan diatur tata kelolanya oleh pemerintah. Supaya karbon yang pergi keluar negeri bisa dijual, kalau tidak dibuat sertifikasi kita tidak bisa tahu berapa yang pergi, kemudian ini juga menjadi sumber pendapatan negara kita,” ujar Bahlil.

Dia mengatakan, sertifikasi karbon akan dilakukan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). 

Nantinya tata kelola perdagangan karbon akan ada di bursa karbon di bawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Registrasinya semua di LHK. Tapi registrasinya sekali saja, sebelum masuk ke bursa karbon diregistrasi dulu oleh LHK, setelah itu baru bisa melakukan perdagangan di bursa karbon, setelah itu bisa melakukan trading seperti trading saham biasa,” jelasnya.

Lebih jauh, dia memperkirakan, nilai investasi perdagangan karbon sangat besar dan saat ini tengah dilakukan penghitungan. 

Bahlil menegaskan karbon Indonesia tidak boleh dikapitalisasi negara lain, terutama negara tetangga yang tidak punya penghasil karbon.

“Barang aset milik negara harus dikelola oleh negara dan harus pendapatannya untuk negara,” tegas dia.

Catatan saja, Indonesia disebut memiliki potensi pasar karbon yang besar. Dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektare, Indonesia memiliki potensi besar memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.

Perdagangan karbon menjadi salah satu cara untuk mengontrol emisi karbon di suatu negara. Pemerintah Indonesia mencanangkan target dalam Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 sekaligus net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada 2060. Dalam dokumen NDC itu, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89% dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20% dukungan internasional pada 2030.

Pajak Karbon
Sebelumnya, hingga Maret 2023, OJK sendiri menyatakan tengah mempersiapkan mekanisme dan peraturan. Termasuk menunggu ketentuan pengenaan pajak terkait bursa karbon. "Peraturan maupun mekanismenya lagi disiapkan. Jadi disiapkan bursanya," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.



Mahendra memastikan, bursa karbon akan dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satu yang sedang disiapkan adalah peraturan perdagangan karbon di BEI.
 
Dia juga menjelaskan pengoperasian bursa karbon akan dilakukan saat peraturan dan mekanisme pajak karbon sudah diterbitkan Kementerian Keuangan. Menurutnya, aturan terkait bursa karbon dan pajak karbon akan menjadi satu kesatuan.
 
"Kalau bursa karbon mau jalan tahun ini, pajak karbon harus jalan tahun ini juga," kata Mahendra.
 
Bursa karbon diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau PPSK. Secara rinci, UU PPSK menyatakan perdagangan karbon melalui bursa karbon dilakukan dengan tiga cara, yakni pengembangan infrastruktur perdagangan karbon, pengaturan pemanfaatan penerimaan negara dari perdagangan karbon, maupun administrasi transaksi karbon.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pembentukan bursa karbon akan mempercepat emisi karbon nol (Net Zero Emission/NZE) Indonesia yang ditarget tercapai pada 2050.
 
“Pasalnya, sektor yang memiliki unit karbon positif akan mendapat insentif dari skema perdagangan karbon. Mekanisme bursa karbon memang sudah lama ditunggu, tentunya kualitas dari pengaturan teknis penyelenggara bursa karbon menjadi penting,” kata Bhima.
 
Menurutnya, pembentukan bursa karbon juga akan meningkatkan akurasi data real time dari setiap transaksi karbon di Indonesia.
 
“Di beberapa negara yang telah menjalankan bursa karbon, pembentukan bursa karbon memiliki sisi positif yakni membantu penentuan harga acuan unit karbon yang apple to apple terhadap standar global,” serunya.



 
Idealnya, kata Bhima, bursa karbon diselenggarakan secara terpisah dari bursa efek. Sebagaimana di AS, bursa karbon diselenggarakan oleh Intercontinental Exchange (ICE), sementara bursa efek diselenggarakan oleh New York Stock Exchange (NYSE) dan Nasdaq.
 
Menurut Bhima, Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait pengaturan bursa karbon perlu memberi ruang kompetisi yang adil bagi setiap penyelenggara yang ingin terlibat.
 
“Secara ekosistem dan best practices, aturan main di bursa karbon sudah selayaknya dibuat berbeda dengan bursa efek,” katanya.
 
Menurutnya, wacana mengenai aturan khusus dimana penyelenggara bursa efek dapat otomatis menjadi penyelenggara bursa karbon dipandang aneh. Pasalnya, dalam Pasal 24 Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang menjadi dasar pembentukan bursa karbon, pemerintah menyebutkan, bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara yang mendapat izin usaha OJK, bukan penyelenggara bursa efek.
 
“Kita perlu memastikan aturan teknis khususnya dalam perizinan usaha bursa karbon tidak eksklusif hanya untuk bursa efek tapi terbuka bagi penyelenggara lainnya,” cetusnya.
 
OJK, lanjutnya, juga perlu berhati-hati dalam merumuskan aturan penyelenggara bursa karbon. Termasuk memfasilitasi inovasi berupa kemunculan perusahaan teknologi sebagai penyelenggara bursa karbon yang bukan bagian dari bursa efek.
 
“Saya khawatir jika dibatasi hanya bursa efek yang otomatis menjadi penyelenggara bursa karbon, ini akan menghambat laju inovasi dan kedalaman pasar karbon. Karena kebingungan dari mekanisme bursa karbon menjadi disinsentif bagi pelaku pasar yang ingin terlibat,” tandasnya. 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar