c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Oktober 2024

20:58 WIB

Bahlil Sebut Hilirisasi Sebabkan Prevalensi ISPA Di Morowali Meroket

Riskesdas Sulteng menunjukkan prevalensi ISPA di Morowali hanya 6,78% tahun 2018, meroket hingga lebih dari 50% saat ini.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Bahlil Sebut Hilirisasi Sebabkan Prevalensi ISPA Di Morowali Meroket</p>
<p id="isPasted">Bahlil Sebut Hilirisasi Sebabkan Prevalensi ISPA Di Morowali Meroket</p>

Suasana ketika tungku smelter meledak di kawasan PT IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu (24/12/2023). Sumber: Antara Sultra

JAKARTA - Mahasiswa S3 Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) Bahlil Lahadalia mengungkapkan hilirisasi berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat sekitar kawasan industri.

Dalam disertasinya, Bahlil menjelaskan prevalensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Sulawesi Tengah, khususnya di Morowali telah mencapai 54% akibat hilirisasi yang dijalankan di lingkungan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

"Saya harus sampaikan ini, kesehatan ISPA di Sulawesi Tengah, khususnya di Morowali itu 54% kena semua. Sementara di Halmahera Tengah, jauh lebih baik," ujarnya dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor di Makara Art UI, Rabu (16/10).

Sekadar informasi, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi ISPA di Morowali, Sulawesi Tengah hanya sebesar 6,78% pada tahun 2018 silam.

Dalam Riskesdas itu, Morowali telah menjadi daerah di Sulawesi Tengah dengan prevalensi ISPA tertinggi. Sementara untuk Provinsi Sulawesi Tengah secara keseluruhan, prevalensi ISPA pada tahun 2018 silam hanya 2,55% menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan setempat.

Mirisnya, angka prevalensi ISPA pada balita di Morowali pada 2018 itu menyentuh angka 15,49%, lagi-lagi menjadi yang tertinggi dibanding kabupaten/kota lain dengan prevalensi keseluruhan di Sulawesi Tengah mencapai 3,83%.

Bahlil justru menilai tidak ada yang bisa disalahkan soal meroketnya prevalensi ISPA di Morowali, Sulawesi Tengah.

Menurut dia, hal itu tak lepas dari status hilirisasi sebagai 'barang baru' di Indonesia, sehingga pasti ada kekurangan yang harus menjadi bahan pelajaran untuk mengambil kebijakan di kemudian hari.

"Kita tidak bisa menyalahkan kenapa di Morowali seperti ini karena ini adalah barang baru. Kita selama ini bicara hilirisasi, hilirisasi, hilirisasi, tapi belum ada yang berani melakukan," tegas Bahlil.

Bahlil mengatakan memulai hilirisasi dengan kekurangan jauh lebih baik ketimbang tidak memulai sama sekali. Ia pun menjanjikan perbaikan praktik hilirisasi.

"Maka kita akan lakukan perbaikan dan kalau kita lihat di Weda Bay sangat hijau sekali itu," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar