c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

27 November 2023

19:55 WIB

Bahlil: Investasi Tetap Tumbuh Di Tengah Aksi Boikot Produk Pro Israel

Bahlil menuturkan, sejauh ini belum ada investor asing yang mengeluh terkait sikap Indonesia yang memboikot produk terafiliasi Israel

Bahlil: Investasi Tetap Tumbuh Di Tengah Aksi Boikot Produk Pro Israel
Bahlil: Investasi Tetap Tumbuh Di Tengah Aksi Boikot Produk Pro Israel
Peserta aksi Bela Palestina mengusung spanduk boikot produk pro Israel di Monas, Jakarta, Minggu (5/11/2023). dok.Shutterstock/ Poetra.RH

JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan, investasi di Indonesia tetap tumbuh sesuai target, di tengah aksi boikot produk terafiliasi Israel.
 
"Sampai hari ini untuk target investasi kita masih on progres, karena target untuk tahun 2023 Rp1.400 triliun dan Insyaallah mudah-mudahan bisa tercapai," Bahlil di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/11).
 
Bahlil sendiri mengakui, pihaknya belum dapat mengukur secara pasti dampak pemboikotan produk terafiliasi Israel di pasar domestik, terhadap iklim investasi di Indonesia. "Saya membutuhkan data lagi, perkembangannya," imbuhnya.

Bahlil hanya menegaskan, nilai investasi di Indonesia yang ditarget mencapai Rp1.400 triliun pada 2023 masih sesuai perkembangan yang diharapkan. Selain itu, tekanan di pasar keuangan domestik saat ini kembali mereda, terlihat dari rupiah yang kembali menguat di kisaran angka Rp15 ribu per dolar AS.
 
"Kalau semakin stabil nilai tukar kita di angka Rp15 ribu, itu kan angka yang cukup baik sebenarnya dan itu akan memacu tingkat keyakinan investor kepada negara kita," cetusnya.
 
Dikatakan Bahlil, sektor investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) juga sampai sekarang masih tetap tumbuh sesuai dengan target perencanaan 2023. Bahlil juga menuturkan, sejauh ini belum ada investor asing yang mengeluh terkait sikap Indonesia yang memboikot produk terafiliasi Israel. "Sampai sekarang belum ada," ungkapnya
 
Seperti diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (10/11), menerbitkan fatwa bahwa membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel ke Palestina hukumnya haram. Fatwa tersebut merupakan bentuk komitmen dukungan Indonesia kepada perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina dan juga perlawanan terhadap agresi Israel serta upaya pemunahan kemanusiaan.

Konsumen Muslim
Sebelumnya, Peneliti ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf R Manilet mengatakan, fatwa yang dikeluarkan oleh MUI, memiliki pengaruh yang kuat bagi konsumen Muslim Indonesia dalam memilih produk. Menurut Yusuf, MUI merupakan salah satu acuan utama terutama untuk konsumen Muslim di Indonesia ketika ingin mengetahui apakah produk yang dikonsumsi itu, sesuai dengan standar atau kaidah yang dipersyaratkan dalam fiqih umat Muslim itu sendiri.
 
"Saya kira ini secara hipotesis relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan seruan boikot yang disampaikan beberapa pekan yang lalu," ujar Yusuf.

Yusuf menjelaskan, beberapa umat Muslim di Indonesia sangat patuh terkait seruan ataupun himbauan yang dikeluarkan oleh MUI. Artinya ketika sudah melihat atau mendengar seruan tersebut, dan tidak ada faktor yang menghalangi, secara hipotesis relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan seruan boikot Israel.
 
Fatwa MUI juga mempengaruhi keputusan konsumen terutama konsumen Muslim di Indonesia, untuk semakin ingin atau menjalankan seruan atau fatwa yang dikeluarkan tersebut. Secara prinsip, tentu konsumen Muslim akan berpikir, hal ini merupakan bagian yang penting terutama untuk menekan Israel dalam konflik geopolitik yang melibatkan kedua negara tersebut.
 
Yusuf juga mengatakan, saat ini secara global seruan boikot terhadap produk Israel semakin besar. Hal tersebut pun membuat konsumen Indonesia turut serta memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
 
Sementara itu, dari sisi dampak terhadap sektor ritel, Yusuf berpendapat bahwa public communication dari merek yang terafiliasi dengan Israel, bisa menyampaikan posisi mereka terkait dengan konflik Palestina-Israel.
 
"Mereka bisa membangun argumen terkait bagaimana stand posisi mereka dalam konflik tersebut dan stand atau argumen itu ternyata bisa diterima oleh masyarakat secara umum di Indonesia maka peluang untuk kemudian "terselamatkan" dari fatwa MUI ini masih relatif ada," kata Yusuf.
 
Yusuf mengatakan, bila produsen tidak bisa membangun komunikasi dengan konsumen, maka hal ini bisa memicu potensi penurunan penjualan dari produk tertentu yang terafiliasi dengan Israel. Di sisi yang lain, konsumen memiliki beragam alternatif produk yang secara langsung maupun tidak langsung tidak terafiliasi ke Israel.
 
"Dalam konteks momentum, brand-brand tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan hal ini untuk misalnya meningkatkan penjualan produk mereka," ucapnya.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar