14 Februari 2024
19:50 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah pernyataan yang menganggap RI ketergantungan ekspor nikel dengan China. Menurutnya, Indonesia terbuka bagi negara manapun untuk ekspor nikel.
Kendati demikian, Bahlil juga menyebutkan nilai ekspor Indonesia ke China sedikitnya mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp312 triliun (kurs Rp15.610 per dollar Amerika Serikat).
"Keliru. Ekspor kita ke China kurang lebih sekitar US$20 miliar, itu untuk nikel. Itu bukan tergantung, kita kan buka mau negara manapun silakan beli," ujarnya di TPS 04 Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (14/2).
Bahlil menjelaskan China memang sudah melakukan kontrak jangka panjang dengan Indonesia. Namun, ia menuturkan hal tersebut bukan merupakan wujud ketergantungan RI kepada China.
Seperti yang telah dia utarakan, Indonesia membuka peluang melakukan kerja sama ekspor, termasuk untuk komoditas nikel, dengan negara-negara lain.
"Kita terbuka kok. Bagi kita mau ekspor ke mana pun no problem (tidak masalah)," ucap Menteri Investasi.
Bahlil mencontohkan ekspor produk garmen made in Indonesia yang laris di Amerika Serikat dengan nilai ekspor lebih dari US$10 miliar. Ia juga memamerkan kinerja ekspor RI yang positif terbukti dari surplus neraca perdagangan.
"Pasar-pasar tradisional kita juga besar. Neraca perdagangan kita sampai sekarang, kalau enggak salah 36-40 bulan berturut-turut surplus (44 bulan per Desember 2023)," katanya.
Adapun neraca perdagangan Indonesia kembali surplus selama 44 bulan berturut-turut per Desember 2023. Sepanjang 2023, total surplus perdagangan berada di angka US$36,93 miliar atau lebih rendah dibandingkan surplus 2022 yang sebesar US$54,46 miliar.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan Indonesia perlu melakukan diversifikasi ekspor agar tidak bergantung pada negara mitra dagang utama seperti China.
Menurut Faisal, dalam jangka pendek atau sampai 5 tahun mendatang, ketergantungan RI terhadap pasar China dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke China sebesar 1%. Sejalan dengan itu, setiap produk domestik (PDB) China pun akan naik 1%.
Sementara dalam jangka panjang atau 10 tahun mendatang, ekspor Indonesia ke China bisa tumbuh 37,6% setiap ada kenaikan 1% PDB China.
Padahal di waktu yang bersamaan, lanjut Faisal, penurunan ekonomi Negara Tirai Bambu itu berpotensi menurunkan kinerja ekspor Indonesia ke China. Hal itu nantinya akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi RI.
"Kita perlu mewaspadai ketergantungan terhadap pasar Tiongkok menjadi semakin tinggi. Selama ini kita selalu suarakan pentingnya diversifikasi ekspor," ujar Faisal dalam CORE Economic Outlook 2024, Selasa (12/12/2023).
China Jadi Pasar Utama Ekspor 2023
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 2023, China menjadi negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia. Adapun pangsa ekspor nonmigas ke China pada 2023 mencapai 25,66% atau naik dibandingkan 2022 yang pangsanya sebesar 23%.
Kemudian pangsa ekspor nonmigas disusul oleh Asean (18,35%), Amerika Serikat (9,57%), India (8,35%), Uni Eropa (6,78%), serta negara lainnya (31,29%).
BPS juga melaporkan China meraih posisi pertama sebagai negara tujuan ekspor pada 2023. Secara rinci Top 5 negara tujuan utama ekspor, yakni Tiongkok (US$64,94 miliar), Amerika Serikat (US$23,25 miliar), Jepang (US$20,79 miliar), India (US$20,29 miliar), dan Filipina (US$11,04 miliar).
Lebih lanjut, BPS menjelaskan ada 5 komoditas utama ekspor tahun 2023. Dari 5 komoditas utama, China menempati urutan pertama negara tujuan utama ekspor untuk 3 golongan barang.
Itu terdiri dari bahan bakar mineral HS 27 dengan nilai ekspor ke China sejumlah US$17,58 miliar atau porsinya sebesar 29,55% terhadap total ekspor Indonesia.
Kemudian, ekspor lemak dan minyak hewani HS15 ke China nilainya US$6,08 miliar (21,37%), serta ekspor komoditas besi dan baja HS 72 senilai US$18,34 miliar (68,67%).
Ekspor Nikel Anjlok
BPS pun mencatat sepanjang 2023, komoditas yang paling banyak diekspor oleh Indonesia ke China berupa feronikel (HS 72026000). Adapun nilai ekspornya sejumlah US$14,95 miliar atau mencakup 23,02% dari total ekspor ke China.
Sementara itu, BPS tidak memberikan rincian ekspor ke China untuk komoditas nikel saja. Kendati demikian, BPS mencatat secara kumulatif ekspor nikel per Desember 2023 mengalami penurunan.
BPS menyampaikan nilai ekspor nikel pada Desember 2023 berada di angka US$521,8 juta. Nilai ekspor itu turun sebesar 4,09% secara bulanan (month to month/mtm).
Jika dilihat dari volumenya, ekspor nikel mencapai 126 juta ton atau mengalami penurunan sebesar 14,06% mtm.
"Penurunan volume ini lebih dalam dibandingkan penurunan nilai ekspornya. Jadi ada indikasi penurunan tersebut disebabkan karena penurunan permintaan dari negara tujuan ekspor," jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Pudji Ismartini, (15/1).