05 Maret 2025
19:12 WIB
Asosiasi Travel Haji dan Umrah Sebut BPKH Tak Dibutuhkan di Ekosistem Haji
Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah menilai keberadaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sejatinya tidak dibutuhkan dalam ekosistem Haji di Indonesia.
Penulis: Siti Nur Arifa
Ilustrasi. Petugas AVSEC membantu jamaah calon haji untuk diberangkatkan ke bandara di Asrama haji Embarkasi Kertajati, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (15/5/2024). Antara Foto/Dedhez Anggara.
JAKARTA - Ketua Harian Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU) Artha Hanif menilai, keberadaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tidak memberikan manfaat terhadap ekosistem haji di Indonesia.
“Secara prinsip, BPKH ini sejak lahirnya 26 Juli 2017 tidak ada manfaatnya bagi kami (SATHU) lebih baik semua setoran kami langsung kepada bank-bank syariah yang memang sudah eksis sejauh ini, adanya BPKH justru menambah birokrasi,” ujar Hanif, dalam Rapat Panja Komisi VIII DPR RI yang membahas RUU Perubahan atas UU No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Rabu (5/3).
Sebagai lembaga independen yang ditugaskan mengelola dana ibadah haji di Indonesia, kelangsungan sistem kerja dan prosedur BPKH selama ini rupanya cukup banyak dikeluhkan oleh asosiasi pelaksana pendaftaran haji dan umrah.
Secara spesifik, Hanif menjelaskan permasalahan yang kerap terjadi di antaranya adalah mekanisme penggunaan dana yang sering kali sulit disalurkan sebagaimana mestinya, khususnya untuk pelaksanaan haji khusus.
Hal tersebut terjadi lantaran adanya sistem pembiayaan silang dengan memanfaatkan hasil investasi setoran awal BPIH yang dibayarkan jemaah haji khusus, untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain.
Dalam praktiknya, meski dilaksanakan oleh pihak swasta namun jemaah haji khusus tetap diwajibkan menyetor Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) ke BPKH, di mana Bipih khusus tahun 2025 minimal sebesar US$8.000 atau sekitar Rp130 juta
“Haji reguler sudah diselesaikan pembayarannya, haji rekreasi juga sudah diselesaikan pada waktu itu, tapi haji khusus yang duitnya di BPKH tidak bisa disentuh sama sekali,” beber Hanif.
Akibatnya, para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Travel Haji dan Umrah terpaksa melakukan pinjaman ke bank untuk melunasi kebutuhan operasional para jemaah haji khusus, sehingga menambah biaya yang dibebankan kepada jemaah haji jenis ini.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Kesatuan Tour Travel Haji dan Umrah (KESTHURI) H. Asrul Azis Taba, yang menjelaskan lebih detail terkait sistem pemesanan tempat untuk haji khusus yang diterapkan pemerintah Arab Saudi.
“Ketika kita (jemaah khusus) sudah mendapatkan tempat, pemerintah Saudi segera mengharuskan itu dibayar, karena kalau tidak dibayar dalam jangka waktu tertentu maka booking-an tempat ini akan di-cancel. Timbul persoalan bagi kami sebagai penyelenggara pelunasan belum kita lakukan karena penarikan duit dari BPK belum bisa kami lakukan. Padahal sebagai penyelenggara kami punya tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada jemaah,” jelas Aziz.
Perubahan Fungsi BPKH
Sekretaris Jenderal Forum SATHU Muharom Ahmad juga menyorot skema pemberangkatan haji dengan sistem pembiayaan silang yang sebelumnya sudah mendapat perhatian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), di mana MUI mengharamkan uang investasi setoran haji digunakan untuk membiayai jemaah lain.
“Pengelola keuangan haji yang menggunakan hasil investasi dari setoran awal biaya perjalanan haji atau BPI calon jamaah haji, untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jamaah lainnya berdosa. Saya kira hal ini harus dihentikan, jangan sampai jamaahnya menjadi tidak nyaman berangkat hajinya,” ujar Muharom.
Muharom tidak menampik jika selama ini BPKH dibebankan oleh kewajiban membiayai setiap penyelenggara haji khususnya regular. Lebih lanjut, menurutnya jika terus berlanjut kondisi ini dapat membuat BPKH bangkrut dan menimbulkan kerugian bagi ekosistem haji di Indonesia.
Terkait eksistensi BPKH, Muharom berpendapat bahwa berdasarkan penilaian para pelaku usaha haji yang tergabung dalam asosiasi, akan lebih baik jika BPKH berubah fungsi bukan sebagai Badan Pengelola Keuangan Haji, melainkan Bank Pengelola Keuangan Haji.
Menurut Muharom, dalam operasionalnya perbankan adalah salah satu lembaga dimana pengawasnya menjadi sangat ketat. Terlebih, bank yang khusus mengelola keuangan haji akan menjadi lebih efisien dari sisi kelembagaan.
“Bank sekarang ini juga sudah banyak yang menggunakan digital, tidak harus mempunyai banyak kantor sehingga operasionalnya menjadi besar, dengan nanti dimasukkan di dalam ekosistem aplikasi terpadu maka ini akan menjadi efisien, efisien pengelolaannya dan yang kedua efisien pengembangan keuangannya sehingga bisa mendukung penyelenggaraan haji yang jauh lebih murah khususnya kepada saudara-saudara kita yang regular,” pungkasnya.