c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

17 Januari 2025

12:14 WIB

Asosiasi Nikel Minta Kenaikan Wajib DHE 50% Ditinjau Ulang

Penempatan DHE sebesar 30% selama tiga bulan sudah cukup besar. Apalagi dengan kenaikan menjadi 50% selama 12 bulan

<p>Asosiasi Nikel Minta Kenaikan Wajib DHE 50% Ditinjau Ulang</p>
<p>Asosiasi Nikel Minta Kenaikan Wajib DHE 50% Ditinjau Ulang</p>

Ilustrasi - Pekerja memperlihatkan bijih nikel yang siap diolah menjadi produk feronikel. dok.Antara/ Antam

MAKASSAR - Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Alexander Barus meminta pemerintah meninjau ulang, rencana kenaikan kewajiban penempatan devisa hasil ekspor (DHE) untuk sumber daya alam dari 30% ke 50%.

"Kami meminta agar kebijakan tentang DHE yang berlaku saat ini tidak diubah, meskipun berat, tetapi masih dalam tingkat manageable (dapat dikelola)," ujar Alexander dalam keterangannya Jumat (17/1).

Menurutnya, penempatan DHE sebesar 30% selama tiga bulan sudah cukup besar. Karena itu, pihaknya berharap peningkatan penempatan DHE ke level 50% itu tidak menjadi kenyataan.

Selain itu, pemerintah diharapkan tidak menerapkan DHE 50% untuk 12 bulan. Ia pun menyampaikan sejumlah solusi alternatif untuk dibahas bersama pemerintah.

Alexander juga menyarankan pemerintah meninjau kebijakan yang dibuat secara menyeluruh. Hal ini tak terlepas dari kondisi ekonomi makro yang kini semakin sulit, mengingat harga jual yang turun dan harga bahan baku terus naik.

Terkait dengan wacana kenaikan royalti, maupun penerapan global minimum tax atau GMT, kata dia, hal tersebut semuanya juga akan memberatkan arus kas operasional. Selain itu, investor asing juga mempertanyakan inkonsistensi kebijakan pemerintah, yang tiap tahun berubah. Hal ini dinilai bisa menurunkan daya saing dan minat investor.

"Di samping itu, prinsip konsistensi dan kepastian aturan perlu kita lembagakan, agar para pengusaha dan investor dapat bertumpu kepada dukungan pemerintah yang solid dalam ruang kepastian," harap Alaxander.

Menurutnya, hal ini akan memiliki efek domino ke isu sosial, perekonomian daerah, potensi kredit investasi yang menjadi macet, dan inisiatif keberlanjutan yang akan tertunda.

Memberatkan Eksportir
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyampaikan aturan DHE selayaknya tidak memberatkan pengekspor, misalnya, dengan usulan untuk menaikkan DHE dari 30% menjadi 50% atau 75% dalam satu tahun.

"Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dampaknya juga akan dirasakan oleh pemerintah," kata Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia Suryadi Sasmita.

Sedangkan Ketua Komite Tetap Bidang Kebijakan Publik Kadin Indonesia Chandra Wahjudi menyarankan pemerintah mempertimbangkan rencana perubahan aturan DHE SDA dengan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian. Di tambah lagi, permintaan pasar yang lemah, sehingga eksportir mendapatkan dukungan dan kemudahan ekspor yang diharapkan sebagai stimulan.

"Kita mau menggenjot ekspor agar pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Namun, di sisi lain eksportir dihadapkan dengan permasalahan yang serius dalam menjalankan kegiatan usaha, yaitu cash flow," ujarnya.

Alih-alih menerima kenaikan, Kadin Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan) justru mengusulkan adanya revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Suryadi mengatakan, kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun, perlu dievaluasi, karena tidak efektif dalam implementasinya meski bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

"Kami melihat bahwa PP 36/2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global," ujar Suryadi.

Lebih lanjut, Suryadi menjelaskan, berbagai perusahaan yang terdampak oleh kewajiban dari PP tersebut menghadapi sejumlah tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan. Selain kewajiban DHE, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki kewajiban dalam membayar pajak, royalti, serta beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin of profitability).

Kadin Indonesia serta para asosiasi dunia usaha berharap, revisi kebijakan dan aturan terkait DHE nantinya tidak memberatkan para eksportir. Terlebih, terdapat usulan untuk menaikkan DHE dari 30% menjadi 50% atau 75% dalam 1 tahun, sehingga memberatkan arus kas perusahaan.

"Kami berharap agar pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengkonversikan devisa ke dalam rupiah," kata Suryadi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar