c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

13 Mei 2025

21:00 WIB

Apronesia, Menjajal Bisnis F&B Tanpa Makanan

Kuatnya pamor bisnis makanan-minuman Indonesia tak dielakkan membuka peluang sama di sektor pendukungnya. Dari sanalah Apronesia berangkat, mengibarkan layarnya.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Rikando Somba

<p>Apronesia, Menjajal Bisnis F&amp;B Tanpa Makanan</p>
<p>Apronesia, Menjajal Bisnis F&amp;B Tanpa Makanan</p>

Produk apron berbahan denim buatan Apronesia. Instagram/@apronesia.industries

JAKARTA - Punya jumlah masyarakat besar jelas mengimplikasikan perlunya makanan yang banyak untuk pemenuhan kebutuhan. Dan tentu ini membuat ceruk besar bagi pebisnis makanan di Indonesia. Sektor makanan-minuman menjadi ladang cuan berlapis.  

Di antara mereka yang berniat menekuni bisnis ini adalah Rio K. Herdy, salah satu orang yang amat mengakui potensi besar industri perhotelan dan makanan dan minuman (F&B) di tanah air.

Peluang itu terus disorot berbekal pengamatan dan pengalamannya sejak belia di sektor tersebut. Namun, alih-alih membuka usaha bisnis makanan-minuman yang cukup populer sejak lama, pandangannya jatuh pada produk lain. Matanya tertuju pada bisnis apron, yakni busana yang digunakan koki, pelayan di resto hotel, atau mereka yang memasak di dapur.  

Demi mengakomodasi visi bisnis yang terus kepincut soal industri mamin, dia menjajal bisnis per-apron-an sejak 2017 dengan nama Apronesia. Pada gilirannya, usaha rintisannya berhasil menembus berbagai kebutuhan industri makanan-minuman tanpa sekalipun merasa basi.

Sederhana saja, kebutuhan akan perlengkapan kerja seputaran makanan-minuman profesional dan fungsional terus meningkat di sektor terkait. Tak salah memang, proyeksi Rio jitu, dengan melihat investasi perhotelan Indonesia yang terpantau terus bergerak secara positif sejak 2018 secara umum.

Laporan Panduan Investasi Hotel Indonesia yang dibesut JLL dan Watson Farley & Williams 2024 serta data  BPS, mencatat jumlah kamar hotel berbintang di Indonesia secara konsisten meningkat rata-rata 4% setiap tahun sejak 2018. Pada akhir 2023, Indonesia memiliki total setidaknya 382.160 kamar yang didistribusikan di antara 4.129 hotel berbintang.

Makin banyak investasi hotel, makin banyak kebutuhan apron sebagai alat penunjang di dalamnya. Dengan demikian, Rio yang kala itu masih berusia 30 tahun mantap mendirikan Apronesia sebagai penyedia garmen khusus untuk industri hospitality.

Dibandingkan dengan istilah apron, Sobat Valid mungkin lebih familiar dengan sebutan celemek. Sejak dahulu, celemek telah dikenal sebagai pelindung efektif terhadap berbagai risiko di dapur, mulai dari tumpahan minyak panas sampai noda saat beraktivitas.

Dalam perkembangannya, utilitasi apron tak hanya berhenti buat kegiatan di belakang kompor saja. Saat ini, perangkat yang sama juga sudah digunakan dalam berbagai aktivitas kala penggunanya membersihkan rumah, melukis, hingga berkebun. 

Meski horison kerjanya bervariasi, apron tetap berfungsi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, nyaman, dan higienis, tak kalah penting melindungi pakaian dari kotoran dan kerusakan.

Sampai kini, perusahaan yang berbasis di Bandung ini telah melayani ribuan perusahaan, baik skala lokal maupun nasional dengan produk seragam custom yang tidak hanya mementingkan desain tapi juga fungsi dan kenyamanan.

Co-founder sekaligus Chief Operating Officer (COO) Apronesia Greg W. Ladjuba menjelaskan, perusahaan dirintis bermula dari kebutuhan pasar akan perlengkapan kerja yang fungsional dan representatif untuk industri F&B yang masih minim di dalam negeri. 

“Apronesia berdiri pada tahun 2017, saat itu kami melihat adanya kebutuhan seragam di pasar hospitality, khususnya di Bandung dan Jakarta. Kami mulai dengan apron sebagai core product kita,” ujar Greg kepada Validnews, Jakarta, Jumat (9/5).

Greg sendiri baru bergabung dua tahun lalu untuk memperkuat sisi operasional perusahaan. Sementara Rio tetap memegang kendali di sisi desain, pemasaran, dan pengembangan bisnis.

Sebagai langkah strategis perusahaan untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan profesionalisme, Apronesia akhirrnya bertransformasi dari bisnis rintisan menjadi perseroan terbatas pada 2023 di bawah badan hukum PT Mitra Apronesia Jadi Unggul.

Berbasis sistem Business-to-Business (B2B) dan Business-to-Customer (B2C), Apronesia kini menjadi mitra penyedia garmen bagi berbagai jenis usaha di sektor hospitality, mulai dari restoran kecil hingga jaringan hotel besar.

Tertatih Hadapi Covid-19
Ketangguhan bisnis rasanya tidak afdol kalau tidak diuji. Seperti banyak bisnis lainnya, Greg menyebut pagebluk covid-19 menjadi ajang ujian bisnis nasional berjamaah, tak terkecuali buat Apronesia. 

Kalau masih ingat, pandemi berhasil meluluhlantakkan sektor hotel dan makanan-minuman, ditandai dengan banyaknya restoran, kafe, dan bisnis kuliner lainnya yang terpaksa tutup atau beroperasi terbatas. Namun, di tengah situasi yang serba sulit tersebut, Apronesia berusaha berjuang mempertahankan eksistensi dengan mencatatkan pertumbuhan di sektor penjualan daring.

Jujur saja, Greg mengungkapkan bahwa kunci keberhasilan Apronesia bertahan di masa pandemi adalah kesiapan mereka dalam memanfaatkan kanal digital sejak awal. 

“Waktu itu kami memang sudah memiliki koleksi produk dan sudah aktif di toko online seperti Tokopedia dan Shopee,” ujarnya.

Meski bisnis offline terpaksa menurun drastis akibat pembatasan aktivitas fisik, Greg bersyukur, Apronesia justru melihat peningkatan signifikan pada penjualan ritel secara online

Bak mati satu tumbuh seribu, saat banyak pelaku F&B tutup usaha, di saat yang sama bermunculan gelombang baru wirausaha kecil-kecilan yang mulai menjalankan bisnis kuliner dari rumah. Segmen ini ternyata membawa peluang baru bagi bisnis Apronesia.

“Jadi justru saat itu penjualan kami yang online cukup tinggi ya, walaupun offline penjualan langsung direct yang biasa ketemu dengan customer, dengan owner kafe, coffee shop atau restoran itu enggak ada,” jelas Greg.

Apronesia pun menerima lonjakan pesanan apron ritel dalam jumlah kecil dan konsisten setiap harinya. Order demi order masuk lewat platform e-commerce yang telah dikelola sebelumnya. 

Meskipun tidak sebesar pesanan dalam skala B2B seperti biasanya, permintaan ritel ini nyatanya menjadi penyelamat utama operasional perusahaan selama pandemi. “Setiap hari ada aja yang bermunculan order yang masuk. Ya boleh dibilang, (bisnis) kami bisa tetap survive selama pandemi, karena order-order via online,” tambahnya.

Situasi tersebut juga mendorong Apronesia untuk lebih fokus mengembangkan kanal digital. Strategi ini dinilai efektif dan membuka pasar baru yang sebelumnya belum banyak dijangkau.

"Memang, di awal kami sudah ada (toko online), tapi dengan kondisi seperti itu kami bisa lebih fokus ya terutama untuk semakin men-develop shop online kami," imbuhnya.

Macam-Macam Produk
Dalam perkembangannya, Apronesia terus memperluas lini produk dari sekadar apron menjadi berbagai jenis seragam, termasuk jaket chef, celana kerja, topi dapur, dan perlengkapan lainnya.

Produk-produk ini Apronesia rancang untuk bisa menunjang kebutuhan pekerja dari bagian depan hingga belakang dapur, dari atas kepala hingga ujung kaki, bisa dipakai barista, pelayan, koki, hingga staf kebersihan. Produknya makin spesial karena dikustomisasi setiap keperluan pekerja secara spesifik.

“Kami membantu pelanggan dari sisi desain virtual hingga produksi. Konsepnya disesuaikan dengan peran masing-masing pengguna. Misalnya, apron untuk barista kami lengkapi dengan kantong khusus sesuai alat yang mereka bawa, agar mendukung kinerja mereka sekaligus tetap terlihat estetik,” jelas Greg.

Tak hanya melayani pemesanan dalam jumlah besar, Apronesia juga menawarkan produk siap pakai ready-to-wear yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, termasuk penambahan logo dengan bordir maupun sablon. 

Strategi ini memungkinkan pelanggan yang membutuhkan produk dalam waktu singkat tetap mendapatkan layanan berkualitas.

“Seringkali pelanggan membutuhkan seragam dalam jumlah kecil dan dalam waktu cepat, 1-2 hari. Untuk itu, kami menyediakan berbagai pilihan produk yang siap pakai,” tambahnya.

Harga yang ditawarkan oleh Apronesia juga sangat terjangkau. Misalnya saja untuk apron masak berukuruan 80 x 60 cm dibanderol dengan harga Rp79 ribu. Selain itu, Apronesia juga menyediakan apron profesional dengan bahan denim premium dengan harga Rp240 ribu.

Soal material dan warna, Apronesia memiliki 24 pilihan warna dan material, jadi bagi sobat Valid yang tertarik punya bisa kustomisasi produk sesuai kebutuhan dan identitas brand masing-masing.

Jangkau Pelanggan Lebih Luas
Greg mengatakan, kini Apronesia telah menjangkau berbagai segmen pasar di dalam dan luar Pulau Jawa dengan kapasitas produksi mencapai ribuan potong per bulan. Saat ini, pelanggan Apronesia didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar, terutama yang berasal dari Jakarta dan Bandung.

“Kami bekerja sama dengan beberapa holding company besar yang memiliki banyak brand dan outlet, seperti Ismaya Group, Kopi Kapal Api Group (Excelso dan Sosye), serta Re.juve. Di Bandung sendiri, kami melayani pelanggan seperti Wills Coffee, Lui Cafe, Barbecue Mountain Boys, Sukre, dan Kabin,” ujarnya.

Perluasan pasar tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Dengan memanfaatkan kanal online dan e-commerce, Apronesia kini juga melayani pelanggan di berbagai daerah luar Jawa seperti Palembang, Lampung, Kalimantan, hingga Sulawesi.

"Karena untuk kanal online, itu membantu kami untuk bisa menjangkau customer-customer dari luar pulau Jawa," terangnya. 

Dalam hal produksi, Greg mengatakan pihaknya memiliki sample room yang digunakan untuk mengembangkan produk berkolaborasi dengan mitra penjahit dari kalangan UMKM.

Kini, perusahaan garmen khusus itu sudah bekerja sama dengan sekitar 20 penjahit di Bandung, yang mayoritas merupakan mantan pekerja pabrik garmen. Mereka diberdayakan untuk membangun usaha jahit mandiri dengan dukungan order rutin dari Apronesia.

"Jadi mereka punya tempat, mereka punya mesin jahit dan kita membantu mereka dengan memberikan order yang rutin kepada mereka,” paparnya.

Dengan sistem tersebut, Apronesia memiliki kapasitas untuk memproduksi hingga 2.000 potong apron atau seragam dalam satu bulan, tergantung pada jenis dan volume pesanan. 

Untuk pesanan dalam jumlah besar, seperti dari Texas Fried Chicken, Wheels Coffee, atau Barbecue Mountain Boys, satu kali pemesanan bisa mencapai ratusan hingga 600 potong produk untuk kebutuhan seluruh outlet mereka.

“Kapasitas maksimal kami sekitar 2.000 potong per bulan. Tapi itu sangat bergantung pada variasi desain dan kuantitas per desain. Semakin sedikit desain dan semakin besar jumlah pesanan per desain, maka produksi bisa lebih efisien,” tambahnya.

Meski tidak mengungkapkan secara detail, Greg mengatakan, Apronesia mengucurkan modal sekitar puluhan juta rupiah di awal perusahaan berdiri pada 2017.

Seiring berjalannya waktu serta sukses menghadapi pandemi covid-19, dia mengatakan, Apronesia bisa meraup omzet hingga ratusan juta per bulan. Nominal ini tentu bertambah selaras dengan pertambahan klien dan konsumennya.

"Kalau dulu, mungkin karena kan custom, mungkin puluhan juta satu bulannya (omzet) dulu di awal-awal di 2017. Sekarang sih ya sudah lumayan lah ya. Karena boleh dibilang kami punya banyak customer yang kami layani," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar