14 November 2023
20:19 WIB
Penulis: Yoseph Krishna, Fitriana Monica Sari, Nuzulia Nur Rahma, Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Kurun tiga tahun belakangan, tepatnya 2019-2022, jumlah investor pasar modal Indonesia melesat hingga lima kali lipat. Catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah investor pasar modal menyentuh angka 11,9 juta investor.
Menurut Direktur Utama BEI, Iman Rachman, pertumbuhan investor di Indonesia selama 2019-2022 didominasi oleh investor muda generasi milenial. Mereka lahir di kisaran tahun 1981-1996 dan gen Z atau generasi yang lahir di rentang tahun 1997-2012.
Pada 2023 ini, jumlah investor baru pasar modal masih bertambah 1,6 juta. Jadi total selama hampir enam tahun ini adalah 13,5 juta investor.
Dari jumlah investor tersebut, investor saham mencapai 5 juta investor baik dari kalangan investor retail maupun institusi. Jumlahnya juga meningkat lima kali lipat di lima tahun terakhir.
Peningkatan ini pun diklaim Iman karena keyakinan investor untuk berinvestasi di pasar saham masih cukup terjaga.
“Hal ini mencerminkan keyakinan investor investasi di pasar saham kita masih cukup terjaga, meski dihadapkan situasi ekonomi global dan domestik yang dipenuhi ketidakpastian,” ujar Iman dalam agenda CEO Networking 2023 di Jakarta, Selasa (7/11).
Untuk menjaga keyakinan investor tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan baru yang bertujuan untuk menjaga kinerja dan stabilitas pasar modal Indonesia di tengah fluktuasi karena dampak pandemi, maupun sentimen global serta domestik.
Peraturan baru yang dimaksud adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 13 Tahun 2023 tentang Kebijakan dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi secara Signifikan.
Secara ringkas beleid ini mengandung beberapa substansi. Diantaranya sebagai bentuk peraturan dan kebijakan yang bisa mengantisipasi kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan.
Iman mengaku, peningkatan jumlah investor saham juga sebagai implikasi dari upaya BEI dan pemangku kepentingan yang gencar melakukan sosialisasi, edukasi, dan literasi kepada masyarakat terkait pasar modal.
Dia menyebutkan, hingga September 2023, pihaknya sudah memberikan kegiatan edukasi lebih dari 13 ribu kegiatan di seluruh Indonesia yang melibatkan 705.151 peserta.
Edukasi juga dilakukan dengan memperluas distribusi galeri investasi yang totalnya mencapai 847 unit di seluruh Indonesia, dan ditambah edukasi melalui kantor perwakilan 386 komunitas investor dan berbagai media sosial yang telah dimiliki BEI dan IDX Channel sebagai saluran televisi kebursaan.

Dibandingkan Inklusi Keuangan
Meski jumlah investor terus bertambah dan edukasi terus dilakukan, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menilai tetap ada risiko mengintai.
Wanita yang akrab disapa Kiki ini menjelaskan, risiko ini bersumber dari gap atau selisih antara literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia masih tinggi. Literasi keuangan adalah level pemahaman masyarakat tentang produk atau jasa keuangan.
Sementara itu, inklusi keuangan adalah level akses masyarakat terhadap produk ataupun jasa keuangan.
Di tengah banyaknya masyarakat yang berinvestasi, lebih banyak pula di antara mereka yang belum benar-benar memahami produk atau jasa keuangan tersebut.
Tingginya gap tersebut terbukti dari laporan OJK. Pertumbuhan inklusi keuangan mengalami kenaikan yang pesat yakni dari kisaran 59,7% pada 2012 menjadi 85,1% pada 2022.
Akan tetapi, kenaikan inklusi keuangan belum bisa diimbangi dengan kenaikan literasi keuangan. Pada periode yang sama, literasi keuangan hanya naik dari 21,8% menjadi 49,7%.
“Ternyata masih banyak masyarakat yang menggunakan produk dan jasa keuangan, tapi sebetulnya belum begitu paham apa itu produk dan jasa keuangan yang digunakan,” ungkap Friderica dalam agenda ‘Pengawasan Market Conduct dan Perlindungan Konsumen SJK Pasca Penerbitan POJK 6/2022 dan UU P2SK, Jakarta, Jumat (10/11).
Banyaknya jumlah masyarakat yang lebih memilih menggunakan produk dan jasa keuangan sebelum benar-benar memahaminya turut mendorong peningkatan pengaduan masyarakat pada OJK.
Per 20 Oktober 2023, OJK mencatat ada sekitar 18.010 aduan yang diterima selama tahun 2023. Jumlah tersebut naik dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 14.771 pengaduan.
Lebih tingginya kenaikan inklusi keuangan dibanding literasi keuangan juga dipicu pesatnya perkembangan digitalisasi jasa keuangan. Ini dapat dibuktikan melalui kenaikan jumlah rekening di industri perbankan maupun pasar modal saat pandemi covid-19.
Bahkan terbaru, karena masih rendahnya literasi keuangan di masyarakat Indonesia, dampaknya muncul banyak korban pinjaman online (pinjol) ilegal.
Masalah-masalah ini diakuinya sangat mengkhawatirkan. Friderica menyebutkan, OJK telah berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Nadiem Makarim untuk membahas agar literasi keuangan bisa segera masuk ke kurikulum pendidikan.
Rencananya, literasi keuangan atau finansial akan dimasukkan di kurikulum Merdeka Belajar.
Content Investment Specialist Jalan Investasi (platform edukasi keuangan) E Natanael W menilai masalah literasi keuangan tak sekadar rendah. Masalah lainnya terkait literasi adalah belum merata, pertumbuhan literasi keuangan lebih cepat di kota besar daripada daerah lain di Indonesia.
Selain itu, Nathan-sapaan akrabnya, juga melihat masih banyaknya budaya yang menuntut anak melanjutkan keuangan keluarga atau biasa dikenal sebagai generasi sandwich. Padahal ini terus terjadi karena pondasi atau pola pikir soal keuangan yang salah.
Belum lagi gaya hidup generasi muda yang banyak mementingkan self-reward atau penghargaan untuk diri sendiri, sehingga tidak ada sisa dana untuk ditabung.
“Belum lagi masalah gaji, masalah keperluan A,B,C,D, dan banyak lagi yang menjadikan orang lalai atau malas untuk belajar apa itu keuangan,” tutur Nathan kepada Validnews, Senin (13/11).
Oleh karena itu, Nathan mengingatkan agar generasi muda mulai memanfaatkan platform edukasi keuangan jika belum mampu belajar secara mandiri.
Tarik Minat Investasi
Selain meminimalkan risiko, literasi juga memantik minat berinvestasi. Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyebutkan dengan literasi keuangan yang baik, maka para investor baru atau lama yang akan masuk ke pasar modal.
“Kalau bicara tentang kesulitan investor, sebetulnya lebih kepada literasi pasar modal dan keuangan. Bagaimana cara agar para investor ini melihat pasar modal merupakan salah satu wadah untuk berinvestasi,” ucap Herditya saat dihubungi Validnews, Rabu (8/11).
Ucapan Herditya diamini Angeu Sri Nur Aini (20 tahun). Keinginannya untuk berinvestasi di saham muncul seiring pemahaman yang semakin bertumbuh.
Mahasiswi Universitas Terbuka asal Bandung, yang akrab disapa Angeu ini bercerita soal ini kepada Validnews, Sabtu (11/11). Dia mengaku mengetahui soal pasar modal dan produk keuangan lainnya sejak masih duduk di bangku kelas X SMK atau kisaran usia 17 tahun.
Dia mempelajari sedikit soal pasar modal karena ia sekolah di jurusan Akuntansi, sehingga pasar modal dan produk keuangan menjadi salah satu materi wajib yang perlu diketahui.
Namun, hanya dasar soal pasar modal saja yang diketahuinya. Pengetahuan soal kondisi pasar hingga kapan saat yang tepat untuk buy atau sell didapat Angeu dari platform pembelajaran.
Dia mengaku belum pernah mengikuti edukasi secara formal dari lembaga pemerintah.
Sejak November 2022, Angeu pun memutuskan fokus berinvestasi di saham. Meski dari sisi nominal, yang diinvestasikan masih kecil, rerata Rp200 ribu, setiap bulannya.
Untuk bisa membaca kondisi pasar dan menentukan investasi kini Angeu sudah bisa membaca, menganalisis dan menetukan kondisi pasar saham sendiri.
“Rugi juga pernah sekitar 30%, tapi saya nggak kapok sih. Karena yang dipakai kan bukan uang panas. Saya juga beberapa kali masih suka salah analisis prospek ke depannya. Ini aja sih kesulitan yang dialami sekarang,” ungkap Angeu.
Kisah lain diungkapkan Agum Satrio (26 tahun) yang berprofesi sebagai desainer di salah satu agensi di Jakarta. Dia mengaku mulai terpapar informasi tentang pasar modal sejak tahun 2017 melalui artikel-artikel di media online.
Kemudian dia mulai mendalami soal investasi saham melalui berbagai sumber yang sebagian besar berasal dari konten Youtube pada 2020. Langkah awal berinvestasi saham dilakukan pertama kalinya pada 2021 dengan dana sekitar Rp4-5 juta.
“Sebagaian besar saya teredukasi melalui konten digital video maupun teks secara digital,” tutur Agum kepada Validnews, Jumat (10/11).
Sepanjang dia mulai berinvestasi saham, Agum mengaku dirinya juga pernah mengalami kerugian di kisaran Rp100 ribu hingga Rp200 ribu. Meski demikian, dia tidak merasa kapok.
Dia menilai saat ini kesempatan untuk memperoleh literasi keuangan sudah sangat terbuka lebar dan mudah diakses. Hanya saja, kesulitannya adalah memilah informasi yang valid, sesuai kebutuhan dan kemampuan finansial seseorang.
Hal serupa juga dirasakan Setiarama (26 tahun). Kreator konten yang bekerja di Cilacap ini mengaku sudah mulai mengenal pasar modal dan investasi keuangan saat masih berkuliah pada 2018 silam.
Saat itu, dia bersama teman satu ‘geng’-nya membahas cara mengelola keuangan, dan salah satu di antaranya menjelaskan tentang investasi saham.
Setelah lulus dan tepat di masa pandemi, pria yang akrab disapa Rama ini memilih memanfaatkan waktu luang untuk belajar investasi di saham. Jadi pada akhir 2021, dirinya mulai rutin setiap sebulan sekali menyisihkan uang dingin untuk berinvestasi di saham. Motivasi Rama berinvestasi juga ingin menyiapkan dana di hari tua.
Harapan Pada Pemilu
Menghadapi pemilu yang sudah di depan mata, Rama berharap pesta demokrasi ini tak berubah menjadi sentimen negatif bagi pasar modal.
Salah satunya dengan tetap menjaga situasi aman dan menghindari politik yang menyinggung isu agama.
Dia juga berharap, bagi pasangan presiden-wapres yang terpilih, maka bisa terus gencar mengedukasi soal pasar modal terutama bagi Gen Z.
“Kita tahu kan, generasi kita ini kalau dapet uang, nggak mikir buat hari tua. Jadi perlu terus diedukasi,” ucap Rama.
Hampir sama, Angeu menilai tahun politik secara umum akan mendorong kinerja pasar modal. Bahkan setelahnya akan muncul sejumlah sentimen positif.
Meski demikian, dia tetap berharap bagi pasangan pemimpin Indonesia yang terpilih, harus tetap menjaga ekonomi stabil dan merata.
Sementara bagi Agum, tahun politik membuatnya lebih hati-hati dalam berinvestasi. Dia menyoroti adanya potensi ketidak-pastian dalam perekonomian.
“Saya masih memantau iklim politik di Indonesia. Masih terlalu berisiko bagi saya sebagai investor pemula,” kata Agum.
Dia pun berharap untuk pasangan presiden dan wapres yang terpilih nantinya bisa lebih mengedukasi masyarakat di level manapun dengan penggunaan bahasa yang lebih sederhana. Jadi istilah-istilah rumit dalam dunia pasar modal mampu dicerna dengan efektif.

Cara Tingkatkan Literasi?
Soal literasi dan inkluasi yang timpang, juga menjadi perhatian tim pasangan capres-cawapres yang bakal berlaga tahun depan.
Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional (TPN) pasangan Ganjar-Mahfud, Andi Widjayanto berpendapat, untuk bisa menumbuhkan pasar modal Indonesia maka diperlukan masuknya emiten-emiten di bidang teknologi di BEI.
Namun, hal tersebut baru bisa dicapai jika literasi keuangan Indonesia naik, sehingga menarik investor-investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Andi menyampaikan, literasi keuangan Indonesia di tingkat global hanya mencapai posisi 63 dari 182 negara.
Selain itu, Indonesia juga hanya memiliki nilai 0,3 pada indeks pembangunan institusi keuangan, yang artinya masih di bawah rata-rata global yang mencapai 0,47 dan negara maju di 0,62.
“Indeks pembangunan keuangan kita jauh tertinggal dari negara maju. Literasi keuangan Indonesia juga mestinya mencapai 70, tapi kita 40 pun belum. Literasi keuangan kita sangat rendah, sehingga wajar jika kemudian ada masalah pinjol,” ucap Andi dalam agenda Debat Tim Capres ‘Arah dan Wajah Pasar Modal Indonesia 2024’ pada Kamis (9/11).
Oleh karena itu, Andi mengungkapkan bahwa pasangan Ganjar-Mahfud memiliki rencana jika terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) akan memperkuat literasi keuangan pada anak muda, di samping transparansi kondisi fundamental korporasi baik yang akan melakukan Initial Public Offering (IPO) maupun yang sudah melantai di bursa saham, dan transaksi keuangan pasar modal berbasis kondisi pasar yang sehat.
Hanya saja, Andi tidak merinci langkah yang akan diambil untuk mendongkrak literasi keuangan.
Sementara itu, Tim Visi-Misi pasangan Anies-Muhaimin, Wijayanto Samirin menilai upaya edukasi untuk literasi keuangan oleh lembaga keuangan di Indonesia telah jauh sangat baik dibandingkan dahulu.
Dia menyebutkan bahwa pasangan Anies-Muhaimin akan tetap melanjutkan apa yang sudah ada pada sektor keuangan Indonesia saat ini.
“Saya melihat ada progres yang bagus pada sektor keuangan saat ini. Dulu kalau proses penyidikan dan penyelidikan kan dilakukan oleh polisi, tapi sekarang dilakukan oleh ahlinya yaitu dihandle oleh OJK yang memang expertise-nya. Sehingga saya sangat optimis dengan pendekatan baru ini, ditambah edukasi bagi para investor pemula, maka akan membuat mereka merasa nyaman untuk berinvestasi,” ucap Wijayanto.
Berbicara di forum yang sama, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Prabowo-Gibran, Panji Irawan menyampaikan bahwa pasangan capres dan cawapres mereka akan mengubah tagging ‘Saving Society’ menjadi ‘Investor Society’.
Caranya dengan mengajak anak-anak muda untuk berinvestasi. Salah satu upaya yang dilakukan kata Panji yakni sama, meningkatkan literasi keuangan.
“Kita gaet anak muda gen z dan milenial. Caranya supaya mereka nyaman, ya tentu saja ini saya setuju dengan literasi. Dan yang paling penting juga, bagaimana untuk menjamin adanya praktik terbaik pasar modal. Selain itu juga penguatan pengawasan bagi emiten, investor, dan auditornya,” kata Panji di agenda Debat Tim Capres ‘Arah dan Wajah Pasar Modal Indonesia 2024.
Sayangnya, lagi-lagi, tak ada langkah rinci soal bagaimana meningkatkan literasi anak muda soal keuangan dan pasar modal.
Padahal, menurut OJK, meski gap indeks antara literasi dan inklusi keuangan terus menurun, namun tidak signifikan. Apalagi jika ditilik dari rentang tahun perhitungan.
Pada 2013 ada 37,9 poin persentase sebagai selisih antara literasi dan inklusi keangan. Dan, hampir sepulih tahun kemudian, pada 2022, selisihnya hanya turun sedikit, yakni di 35,4 poin persentase.