Dinamika global akan kembali menguji kekuatan fundamental mata uang garuda dalam waktu dekat ini, seperti sentimen konflik Timteng, suku bunga acuan AS, serta perlehelatan Pilpres Negeri Paman Sam.
Ilustrasi. Dok Bank Indonesia
JAKARTA - Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menyampaikan, sejumlah sentimen global akan jadi faktor pemberat pergerakan nilai tukar rupiah saat ini. Dinamika global akan kembali menguji kekuatan fundamental mata uang garuda dalam waktu dekat ini.
Untuk hari ini, Ariston memproyeksi, mata uang rupiah masih berpotensi melemah terhadap dolar AS. Ekspektasi negatif ini bisa terjadi akibat pergolakan konflik di Timur Tengah di akhir pekan lalu ditandai dengan serangan roket Israel ke wilayah Iran, serta eskalasi militer Israel dengan Lebanon.
"Memanasnya situasi di Timur Tengah dengan serangan Israel ke Iran dan Lebanon mendorong pelaku pasar masuk ke aset aman (safe haven) di dolar AS," paparnya kepada Validnews, Jakarta, Senin (28/10).
Ariston menyampaikan, indeks dolar AS atau DXY pagi ini terpantau naik lagi ke level kisaran 104,40-an. Untuk itu, proyeksinya, rupiah hari ini berpotensi melemah ke arah Rp15.700-15.730 per dolar AS, dengan potensi support di sekitar Rp15.600 per dolar AS.
Selain geopolitik yang memanas, kekuatan nilai tukar rupiah juga akan menghadapi sentimen ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS oleh pasar dalam waktu dekat ini. Pasar mengira pemangkasan suku bunga The Fed akan diimplementasikan lebih kecil.
"Ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS yang lebih kecil karena kondisi ekonomi AS yang masih solid, juga membantu penguatan dolar AS," sebutnya.
Lainnya, pelaku pasar juga dipercaya akan menyoroti perkembangan kontestasi Pemilu Presiden AS ke-60. Pilpres AS dijadwalkan berlangsung pada 5 November 2024 dan akan menentukan siapa yang akan menjabat sebagai Presiden AS untuk periode 2025-2029.
Baca Juga: Perang Iran-Israel Teken Pergerakan Rupiah Awal Pekan Ini
Adapun pelaku pasar mengantisipasi kemenangan Donald Trump dalam seri Pilpres AS yang akan berlangsung Selasa pekan depan atau 5 November 2024. Kebijakannya yang menekankan prioritas pada kepentingan nasional AS atau America First dalam berbagai aspek, seperti perdagangan, imigrasi, keamanan, dan hubungan internasional disinyalir akan ikut memperkuat greenback nantinya.
"Kepemimpinan Trump sebelumnya yang menimbulkan perang dagang dengan negara lain mendorong penguatan dolar AS (juga)," sebutnya.
Di sisi lain, Ariston juga menyampaikan, rupiah relatif tidak tertekan dengan sejumlah sentimen domestik, termasuk laporan makroekonomi inflasi yang akan dilaporkan awal November nanti.
Menurutnya, eksternal masih akan berpengaruh besar pada pergerakan rupiah terhadap dolar AS saat ini.
"Eksternal masih pengaruh besar ke USD-IDR saat ini, faktor internal biasanya tidak terlalu mempengaruhi kecuali ada hal di luar kebiasaan," paparnya.
Mengutip Bloomberg, dolar AS masih terus perkasa terhadap rupiah RI saat ini. Per pukul 14.43 WIB, rupiah bernilai Rp15.732 terhadap dolar AS, melemah sebesar Rp86 atau 0,55% dari perdagangan sebelumnya. Hari ini, pasar memproyeksi rupiah akan berada dalam kisaran Rp15.710-15.748 per dolar AS.
Sentimen Pilpres AS
Mengutip Reuters, sentimen Pilpres AS menjadi topik hangat yang aktif diperbincangkan di antara pejabat keuangan, gubernur bank sentral, dan kelompok masyarakat sipil dalam pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia pekan lalu di Washington DC.
Di antara yang menjadi kekhawatiran adalah potensi Trump untuk menjungkirbalikkan sistem keuangan global. Melalui kenaikan tarif besar-besaran, penerbitan utang triliunan dolar AS, dan pembalikan upaya untuk melawan perubahan iklim demi produksi energi bahan bakar fosil yang lebih banyak.
"Semua orang tampaknya khawatir tentang ketidakpastian yang tinggi mengenai siapa yang akan menjadi presiden berikutnya, dan kebijakan apa yang akan diambil di bawah presiden baru," kata Gubernur Bank Jepang Kazuo Ueda.
Baca Juga: Rupiah Akhir Pekan Menguat ke Level Rp15.481
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta menyampaikan, pihaknya menegaskan perlunya kebijakan dan langkah yang konsisten dalam menghadapi ketidakpastian global. BI menyerukan pentingnya upaya mengatasi dampak rambatan (spillover) dari perekonomian global terhadap negara berkembang.
Hal tersebut bisa diatur melalui keleluasaan penggunaan bauran kebijakan bank sentral, dukungan Lembaga Keuangan Internasional (International Financial Institution/IFIs) kepada negara berkembang untuk memperkuat formulasi bauran kebijakan tersebut.
"Serta koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dan reformasi struktural sangat diperlukan dalam upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi," terang Filianingsih, Sabtu (26/10).
Pada aspek penguatan kerja sama multilateral IMF-Bank Dunia tersebut, Bank Indonesia telah menyampaikan kesiapan mendukung implementasi kesepakatan 16th General Review of Quota yang akan meningkatkan kapasitas IMF sebagai jaring pengaman keuangan global.
"Serta mendorong penyesuaian formula kuota IMF untuk memperkuat keterwakilan negara berkembang di IMF melalui 17th General Review of Quota," bebernya.