13 November 2025
14:11 WIB
Aksesi OECD, RI Perkuat Kebijakan Adaptif Melalui Regulatory Impact Assessment
Pemerintah menerapkan Regulatory Impact Assessment (RIA) sebagai salah satu indikator kesiapan RI dalam aksesi menuju keanggotaan OECD, sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi.
Penulis: Siti Nur Arifa
Agenda The Regulatory Impact Assesment (RIA) Forum 2025 bertajuk 'Memperkuat Regulasi Berbasis Bukti di Indonesia: Penjabaran Ambang Batas dan Penerapan RIA untuk Mewujudkan Praktik Regulasi yang Baik', Jakarta, Rabu (12/11). Dok Kemenko Ekonomi
JAKARTA - Kemenko Bidang Perekonomian menyampaikan, pemerintah menerapkan Regulatory Impact Assessment (RIA) sebagai bagian dari Good Regulatory Practices (GRP) guna memperkuat kebijakan adaptif melalui reformasi tata kelola regulasi.
Langkah itu bertujuan memastikan setiap regulasi disusun secara efisien, berbasis bukti, dan berdampak positif bagi perekonomian, masyarakat, serta lingkungan. Tidak hanya itu, prinsip yang sama juga diambil sebagai salah satu syarat indikator aksesi Indonesia menuju keanggotaan OECD.
Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Evita Manthovani menjelaskan, penerapan GRP termasuk RIA menjadi salah satu indikator kesiapan RI untuk sejajar dengan negara-negara dengan standar tata kelola terbaik, khususnya dalam proses aksesi Indonesia menuju keanggotaan OECD.
"Artinya, penerapan RIA tidak hanya memperkuat kebijakan nasional, tapi juga membuka jalan bagi integrasi Indonesia dalam tatanan ekonomi global yang lebih transparan dan kompetitif,” kata dalam acara Assessing Impact, Shaping Change: The Regulatory Impact Assessment (RIA) Forum 2025, Rabu (12/11).
Baca Juga: BPK Akui Kelemahan Tata Kelola di Indonesia Sistemik
Di saat bersamaan, kebijakan RIA juga bertujuan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kini diyakini masih tangguh dengan berada di kisaran 5%, didukung konsumsi domestik, ekspor, dan investasi yang terus meningkat.
Dampak Kebijakan Terhadap Ekonomi
Evita menambahkan, penerapan RIA sebagai bagian dari GRP di Indonesia penting dalam menjabarkan ambang batas (threshold) yang menentukan sejauh mana suatu kebijakan dianggap memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian.
Bekerja sama dengan Pemerintah Inggris dalam menggelar RIA Forum 2025, kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Inggris dalam memperluas praktik pembuatan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy making), serta pertukaran pengalaman dalam menerapkan GRP.
“Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas institusional Pemerintah Indonesia dalam melakukan evaluasi dampak kebijakan dan mendorong terciptanya proses regulasi yang lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel,” tambahnya.
Dalam kesempatan sama, Duta Besar Inggris untuk ASEAN Helen Fazey mengatakan, melalui ASEAN-UK Economic Integration Programme, Pemerintah Inggris terus memperkuat kemitraan dengan negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, dalam membangun kapasitas untuk kebijakan dan regulasi yang berbasis bukti.
Sedikit informasi, terdapat berbagai kegiatan di dalam ASEAN-UK Economic Integration Programme yang berfokus pada tiga area utama, yaitu reformasi regulasi, promosi perdagangan terbuka, dan pengembangan layanan keuangan inklusif.
Selain itu, program tersebut juga memberikan perhatian lintas sektor terhadap digitalisasi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi, serta mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta wirausaha perempuan.
Pihaknya pun mengapresiasi penyelenggaraan RIA Forum 2025 sebagai contoh konkret kerja sama antara Inggris dan Indonesia dalam mendorong praktik regulasi yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil.
“Inisiatif ini (RIA Forum 2025) mencerminkan komitmen bersama kami untuk menciptakan lingkungan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif,” tutup Helen.