c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

24 September 2024

18:24 WIB

Airlangga: RI Siap Terapkan Biodiesel B40 Pada 2025

Kementerian ESDM tengah mempersiapkan infrastruktur untuk meningkatkan biodiesel dari B40 menuju B50. Bahkan, juga telah membuat kajian untuk peningkatan biodiesel sampai B60

<p>Airlangga: RI Siap Terapkan Biodiesel B40 Pada 2025</p>
<p>Airlangga: RI Siap Terapkan Biodiesel B40 Pada 2025</p>

Ilustrasi. Mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif menunjukkan bahan bakar B40 usai melepas uji jalan kendaraan di Jakarta, Rabu (27/7/2022). Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, Indonesia telah siap untuk menerapkan wajib bahan bakar minyak (BBM) biodiesel B40 pada 2025. Sekadar mengingatkan, B40 merupakan BBM dengan campuran bahan bakar komposisi 40 persen minyak kelapa sawit dan 60 persen solar.

"Kesiapan (BBM) B40, sih, sudah siap karena kita sekarang (BBM) B35," kata Airlangga saat Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, Selasa.

Ia juga menyebutkan, tidak ada kendala selama proses produksi B40. Program peningkatan biodiesel B35 menjadi B40 sendiri, merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menjalankan transisi energi dari ketergantungan pada bahan balar fosil ke sumber energi terbarukan.

Nantinya, pemberlakuan B40 akan menyedot banyak penggunaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebagai bahan dasar untuk BBM tersebut. Namun, Airlangga memastikan, pasokan CPO akan tetap mencukupi untuk kebutuhan B40.

"Cukup, (CPO) cukup. Sekarang kan (sudah biodiesel) B35," tegasnya.

Guna mencukupi pasokan kebutuhan dalam negeri, pemerintah sejatinya sudah mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor CPO. Hal ini berimbas pada harga minyak sawit CPO di pasar global yang mulai naik.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM Eniaya Listiani Dewi menyampaikan, pihaknya saat ini tengah mempersiapkan infrastruktur untuk meningkatkan biodiesel dari B40 menuju B50. Bahkan, pemerintah juga telah membuat kajian untuk peningkatan biodiesel sampai B60.

Bargaining Pada Dunia
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengungkapkan, biodiesel B50 menjadi bargaining Indonesia kepada dunia.

"Barangkali dari semua komoditi perkebunan ini yang paling siap adalah sawit. Sawit ini tinggal kita dorong, bagaimana sawit supaya bisa masuk ke banyak pasar peningkatan ekspor kita, kemudian dikonversi menjadi B50 sebagai bagian dari bargaining kita kepada dunia," ujar Sudaryono baru-baru ini.

Menurut dia, hal bisa dicapai karena Indonesia menguasai hampir 60% pasar sawit dunia. "Sawit itu kita produsen terbesar, terus rata-rata pengusaha petani sawit kita ini, dalam dia berusaha ada kekhawatiran apakah laku atau tidak produknya. Sekarang ini kita sudah punya substitusi, jadi kalau misalnya negara tujuan ekspor mempersulit dan lain-lain, kita bisa substitusi menjadi energi," katanya.

Dengan menguasai hampir 60% sawit dunia dan mampu mengonversinya menjadi biodiesel B50, lanjutnya, maka Indonesia bisa berdaulat dalam sektor pangan dan energi. "Saya kira ini kita tidak lagi ditentukan nasib kita oleh para pembeli. Kenapa? Kalau pembeli tidak mau beli sawit, maka sawit dikonversi menjadi bahan bakar," ucap Sudaryono.

Selain itu dengan sawit dapat diubah menjadi B50, maka Indonesia juga dapat mengendalikan harga komoditas sawit di market.

"Itu artinya kalau produktivitas kita tinggi tetapi harga jatuh, kita konversi sebagian untuk B50 untuk bahan bakar biosolar kita. Jadi kita ada bandulan. Sama seperti Brazil melakukan bandulan antara gula sama bioetanol. Jadi saat harga gula tinggi, dia produksi di gula supaya harga gula turun. Kalau harga gula lagi rendah sekali, dia tarik sebagian untuk bioetanol supaya harga gulanya stabil," ujarnya.

Ia pun menegaskan, Kementerian Pertanian berkomitmen untuk terus mendukung peningkatan biodiesel dari sawit. "Jadi ini akan terus ditingkatkan dari B50, bahkan secara teknologi B100 sudah berhasil," serunya.

Mandatori Januari 2024
Eniya Listiani Dewi menambahkan, pemerintah menargetkan, penerapan mandatori biodiesel B40 pada awal Januari 2025. "Bioenergi akan menjadi prioritas juga, dan mungkin bukan hanya B50, kita lagi mempersiapkan B40 untuk mandatorinya. Mandatori nanti saya keluarkan Insya Allah di 1 Januari 2025," kata Eniya.

Ia mengungkapkan, arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terkait bioenergi yang menjadi prioritas utama untuk segera diselesaikan. Eniya mengungkapkan, pemerintah telah menyiapkan program ini dengan bauran solar yang mencakup 40% bahan bakar nabati berbasis minyak sawit.

Dia menambahkan, pihaknya sedang menyiapkan sejumlah infrastruktur pendukung seperti pelabuhan, pengiriman, dan logistik untuk kelancaran penerapan mandatori bioenergi yang ditargetkan persiapan selesai Desember 2024.

"Memang perlu banyak hal untuk mempersiapkan kaya pelabuhannya, pengirimannya, logistik. Industri harus mempersiapkan, investasi butuh modal juga," ucapnya.

Selain fokus pada B40, pemerintah juga mengkaji kemungkinan penerapan biodiesel B50. Eniya menyebutkan, kajian teknis terkait performa mesin dengan penggunaan B50 sudah dilakukan. Eniya menuturkan, uji coba implementasi biodiesel B50 telah dilakukan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Kalimantan Selatan.

Pemerintah kini sedang mempertimbangkan tidak hanya B50, tetapi juga kemungkinan untuk B60. Kajian teknis menjadi sangat penting untuk menentukan efektivitas dan performa bahan bakar tersebut dalam mesin kendaraan.

Kajian teknis itu adalah bagian dari persiapan untuk memastikan kelancaran transisi ke penggunaan biodiesel dengan kandungan yang lebih tinggi. "Tadi diarahkan untuk bukan hanya B50 aja, bisa juga ke B60. Nah ini perlu kajian memang, kajian teknis harus ada. Jadi kajian teknis performa di angine itu yang paling penting," tuturnya.

Rencana ini sejalan dengan data realisasi kinerja subsektor EBTKE tahun 2024 yang menunjukkan perkembangan positif. Data terbaru menunjukkan bahwa pemanfaatan biodiesel pada kuartal kedua tahun 2024 mencapai realisasi sebesar 6,2 juta kiloliter, atau sekitar 54,2% dari target tahunan sebesar 11,3 juta kiloliter.

Selain memberikan kontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca, peningkatan konsumsi biodiesel juga berdampak positif pada perekonomian, dengan menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.

 



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar