28 Februari 2024
09:39 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan kode bahwa anggaran program makan siang gratis tidak akan sepenuhnya ditanggung oleh APBN 2025. Selain itu, realisasi anggaran atas program yang tampaknya akan terimplementasi tahun depan itu tak akan mencapai Rp400 triliunan.
“Tidak segitu (bobot anggaran makan siang gratis 2025 di APBN),” katanya ketika ditemui di kantornya usai pertemuan dengan pejabat Bank Dunia, Jakarta, Selasa (27/2).
Airlangga mengungkapkan, belum ada data anggaran program terkait yang bisa diberikan kepada publik sampai saat ini. Pasalnya, pemerintah masih menajamkan data Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) 2025 yang masih sedang berlangsung hingga kini.
Adapun data KEM-PPKF tersebut bakal menjadi bahan Pembicaraan Pendahuluan dalam rangka penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN tahun depan kepada DPR pada 20 Mei mendatang. Karena itu, belum ada gambaran secara terperinci pengalokasian anggaran program tersebut dalam APBN 2025.
“Orang APBN (2025) belum ada detail makronya, jadi belum ada (anggaran) yang dipangkas,” urainya.
Airlangga pun menilai, dirinya tidak ragu anggaran makan siang gratis sebesar Rp15 ribu per anak menyampingkan kadar gizi maupun nutrisi kebutuhan pangan. Apalagi, pilot project program ikonik ini diakuinya sudah berhasil dilaksanakan.
“Kita kan sudah membuat pilot project, nanti kita lihat saja (pelaksanaannya),” ucapnya.
Terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menguraikan, pemenuhan gizi berdasarkan anggaran untuk program makan siang gratis Rp15 ribu per anak, perhitungannya untuk masing-masing daerah bisa saja berbeda.
Berdayakan Desa Se-Indonesia
Sebelumnya, agar program ini lebih berdampak riil pada pertumbuhan dan kemandirian ekonomi nasional, pelaksanaannya tidak hanya melalui pendekatan pembelanjaan hilir atau langsung belanja porsi makan tanpa menyiapkan sumber bahan pangannya, dan mengandalkan APBN saja.
Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Budiman Sudjatmiko menyebutkan, pemerintah akan mengandalkan desa sebagai basis produksi komoditas dan bahan pangan yang dibutuhkan untuk menyediakan makan siang dan minum susu gratis.
“Pembelanjaan hulu, hilirisasi komoditi pangan skala kabupaten, serta konsep collaborative farming yang melibatkan industri pangan nasional akan mewarnai implementasi program ini,” jelasnya.
Program ini dalam skala penuh dan mengutamakan komposisi pangan 4 Sehat 5 Sempurna, akan memerlukan hingga 6,7 juta ton beras/tahun, 1,2 juta ton daging ayam/tahun, 500 ribu ton daging sapi/tahun, 1 juta ton daging ikan/tahun, berbagai kebutuhan sayur mayur dan buah‐buahan, hingga kebutuhan 4 juta kiloliter susu sapi segar/tahun.
“Karena itu, Prabowo‐Gibran merencanakan program ini akan dibangun dengan format kolaborasi para pemangku kepentingan di sektor industri pangan nasional,” jelasnya.
Perkiraannya, sekitar 10 ribu desa dari total 74.961 desa bisa dilibatkan memproduksi padi untuk memenuhi kebutuhan program ini. Lalu, sekitar 20 ribu desa bisa membangun peternakan ayam pedaging dan petelur, serta penggemukan sapi serta usaha sapi perah.
Selanjutnya, sekitar 2 ribu desa nelayan dapat diandalkan untuk penyediaan ikan segar. Sementara ribuan desa lainnya dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhan sayur mayur, buah‐buahan hingga bumbu masak untuk penyediaan makan siang gratis.
“BUMDES atau Badan Usaha Milik Desa, UMKM dan koperasi akan dikonsolidasikan untuk menyusun rantai pasok khusus penyediaan kebutuhan bahan pangan program ini,” ungkapnya.
Sementara itu, industri besar pangan nasional bisa berperan untuk mendorong peningkatan kualitas, produktivitas, serta penerapan teknologi pertanian. Jadi, production spillover yang dihasilkan dapat dinikmati oleh industri pangan secara efektif dan efisien.
Dengan pendekatan gotong royong produksi pangan seperti ini, diperkirakan terjadi penghematan hingga 40‐50% dari kebutuhan pembiayaan program dari sumber APBN, jika hanya melakukan pembelanjaan hilir.
Dengan demikian, perkiraan alokasi APBN yang dibutuhkan pada tahun pertama pelaksanaan program ini sekitar Rp50‐60 triliun saja. “Angka kebutuhan APBN sebesar itu, tentu dapat dialokasikan oleh pemerintahan Prabowo‐Gibran dengan relatif mudah, melalui efisiensi anggaran dan peningkatan penerimaan negara,” terangnya.