c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

17 Januari 2025

18:37 WIB

Airlangga: Kemenangan RI Di WTO Bukti Biodiesel CPO Diakui Dunia

Satu hal membuktikan, dalam kasus kelapa sawit dan biodiesel, WTO mengakui Eropa melakukan diskriminasi terhadap Indonesia

<p>Airlangga: Kemenangan RI Di WTO Bukti Biodiesel CPO Diakui Dunia</p>
<p>Airlangga: Kemenangan RI Di WTO Bukti Biodiesel CPO Diakui Dunia</p>

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kemenangan Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) membuktikan, biodiesel berbasis CPO diakui dunia, di Jakarta, Jumat (17/1/2025). Antara/ Kemenko Perekonomian

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kemenangan Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), menjadi bukti biodiesel berbasis minyak kelapa sawit (CPO) diakui dunia.

Seperti diketahui, melalui Panel Report (Laporan Hasil Putusan Panel) pada 10 Januari 2025 lalu, WTO memutuskan, Uni Eropa telah melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang tidak adil dan merugikan bagi minyak sawit dan biofuel Indonesia.

“Kemarin kita menang di WTO untuk kelapa sawit. Jadi itu satu hal yang membuktikan bahwa dalam kasus kelapa sawit dan biodiesel, diakui Eropa melakukan diskriminasi terhadap Indonesia,” ujar Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (17/1).

Ia menilai, kemenangan ini merupakan hasil dari perjalanan panjang melawan diskriminasi Uni Eropa terhadap komoditas kelapa sawit.

“Kemarin khusus untuk sawit, kita fight di REDD dan kita menang. Sehingga biodiesel yang sekarang kita ambil sebagai sebuah kebijakan, itu mau nggak mau dunia harus menerima bahwa tidak hanya biodiesel berbasis rapeseed, soybean, dan yang lain, tetapi juga yang berbasis daripada CPO,” ujarnya pula.

Selanjutnya, WTO juga berpendapat, Uni Eropa tidak melakukan evaluasi yang tepat terhadap data yang digunakan untuk menetapkan biofuel yang berasal dari alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk). Lalu, terdapat kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi risiko rendah ILUC (low ILUC-risk) dalam Renewable Energy Directive (RED) II.

Dalam putusan WTO tersebut, juga disebutkan, dalam konteks implementasi dari The French TIRIB (The Incentive Tax Relating to Incorporation Biofuels) atau insentif pajak penggunaan biofuel dalam sistem transportasi Prancis, telah terbukti melakukan diskriminasi terhadap biofuel berbasis kelapa sawit.

Pihak Uni Eropa hanya menerapkan insentif pajak bagi biofuel berbasis minyak rapeseed dan soybean. Adapun putusan tersebut akan diadopsi dalam waktu 60 hari dan akan mengikat bagi Indonesia dan Uni Eropa.

Dengan demikian, Uni Eropa diminta untuk dapat menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation terkait hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dari WTO. Lebih lanjut, Airlangga juga menyebutkan, keputusan tersebut tentu akan berdampak pada kebijakan yang diambil Uni Eropa yakni European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Sebelumnya Uni Eropa secara resmi mengadopsi proposal penundaan implementasi EUDR selama 1 tahun hingga 30 Desember 2025 mendatang yang mengindikasi ketidaksiapan Uni Eropa.

Keputusan WTO tersebut tentu juga menjadi tambahan kekuatan bagi Indonesia yang tengah berupaya menentang kebijakan EUDR. Indonesia, imbuhnya, akan terus menentang kebijakan yang bersifat diskriminatif dan tidak prorakyat, terlebih mempertimbangkan terdapat lebih dari 41% penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia merupakan pekebun rakyat.

Selain itu, Airlangga juga menyebutkan, momen ini dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk kian memperkuat strategi implementasi, agar komoditas sawit tidak mengalami diskriminasi kembali.

“Dengan kemenangan ini, saya berharap bahwa cloud ataupun yang selama ini menghantui perundingan IEU-CEPA ini bisa hilang dan dan kita bisa segera selesaikan IEU-CEPA,” ucapnya.

Memonitor Ketat
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan, Pemerintah Indonesia akan memonitor secara ketat perubahan regulasi UE agar sesuai dengan putusan dan rekomendasi DSB WTO. Khususnya terkait unsur diskriminasi yang dimenangkan Indonesia. Jika diperlukan, Pemerintah Indonesia juga akan menilai kepatuhan (compliance panel) terhadap hal tersebut.

Secara paralel, kata Budi, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk membuka akses pasar produk sawit Indonesia di pasar UE melalui berbagai forum perundingan.

"Keberhasilan Indonesia dalam memenangkan sengketa dagang di WTO merupakan hasil dari langkah proaktif dan koordinasi yang intensif para pemangku kepentingan di dalam negeri seperti kementerian dan lembaga terkait, pelaku industri, asosiasi kelapa sawit Indonesia, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia," ujar Budi pula.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar