24 Juli 2025
18:58 WIB
Airlangga: Indonesia Takkan Buka Keran Ekspor Mineral Mentah Untuk AS
Menko Airlangga menekankan Indonesia tak mengekspor mineral mentah ke AS. Adapun ekspor mineral kritis ke AS bakal berbentuk komoditas industri atau produk yang sudah diolah di dalam negeri.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan mineral kritis yang akan bakal RI ekspor ke AS masuk dalam kategori komoditas industri bukan dalam bentuk mentah, Jakarta, Kamis (24/7). ValidNewsID/Siti Nur Arifa
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal ekspor mineral di dalam kesepakatan yang terjalin dengan Amerika Serikat sebagai buntut dari negosiasi tarif resiprokal.
Airlangga menjelaskan, mineral kritis yang akan diekspor ke Negeri Paman Sam masuk dalam kategori komoditas industri. Jadi, format ekspor bukan berbentuk mineral mentah, tetapi minimal dalam produk setengah jadi setelah diolah di dalam negeri.
"Jadi ini formatnya bukan ore (mineral mentah), tapi sebagai industrial product," ucapnya dalam sesi konferensi pers di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (24/7).
Baca Juga: IMA Khawatir Hilirisasi RI Terancam Bila Mineral Kritis Diekspor Lagi
Dia juga mengakui, Presiden AS Donald Trump punya ketertarikan khusus terhadap produk tembaga yang dimiliki Indonesia. Karenanya, katoda hasil pengolahan tembaga oleh PT Freeport Indonesia pun berpeluang diekspor ke Amerika Serikat ke depannya.
"Karena itu, Pak Presiden AS menyebut Indonesia kuat di copper karena itu dilakukan mulai sejak Freeport merubah menjadi cathode daripada tembaga. Nah, itulah yang akan diperdagangkan (ekspor)," tambah Airlangga.
Lebih lanjut, Airlangga menginformasikan, selain kesepakatan pengiriman mineral sebagai komoditas industri, Donald Trump juga menyepakati investasi mineral kritis di Indonesia.
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) bersama International Development Finance Corporation Airlangga sebut telah membuka pembicaraan soal peluang pembiayaan investasi ekosistem bidang mineral kritis.
Secara mendasar, Indonesia ditegaskannya terbuka atas investasi dari pihak manapun, tak terkecuali dari Negeri Paman Sam.
"Dan itu juga yang kemarin diminta oleh Uni Eropa, dimana Uni Eropa mendapat akses melalui perusahaan yang dimiliki Pemerintah Prancis, Eramet, itu sama dengan seperti Amerika Serikat dengan Freeport-nya," tandas Airlangga Hartarto.
Pembukaan Ekspor Mineral Mentah Mustahil
Sementara di tempat berbeda, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menekankan, pembukaan keran ekspor mineral mentah merupakan sebuah hal yang mustahil dilakukan oleh pemerintah.
Pasalnya dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, tertulis jelas perusahaan tambang punya kewajiban untuk mengolah sumber daya mineral di dalam negeri, serta dilarang untuk mengekspor dalam bentuk mineral mentah atau ore.
"Enggak, enggak (buka keran ekspor mineral mentah), di UU tidak (membolehkan ekspor mineral mentah)," tegas Tri saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (24/7).
Baca Juga: Bahlil Soal Klaim Trump Akses Tembaga: Aturan RI Tetap Berlaku
Pemerintah, sambungnya, tak mungkin merombak lagi beleid yang mengatur soal bisnis pertambangan mineral dan batu bara hanya untuk Amerika Serikat. Dengan demikian, sikap pemerintah jelas untuk tetap menutup keran ekspor mineral mentah sesuai yang termaktub dalam UU Nomor 3 Tahun 2020.
Semenjak beleid diluncurkan 2020 lalu, pemerintah telah memberi relaksasi kepada pelaku usaha untuk mengirim mineral mentah ke luar negeri selama tiga tahun sebagai dampak dari melambatnya bisnis di era pandemi covid-19.
Artinya, kebijakan menutup keran ekspor mineral mentah dalam hal ini baru berjalan efektif sejak 2023. Bahkan untuk tembaga, keran ekspor PT Freeport Indonesia baru benar-benar ditutup pada 2024 akibat lambatnya progres pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter.
"Kemarin relaksasi karena ada covid-19. Nah sekarang kalau mau dibuka lagi, ya ganti UU mestinya, atau apa?" katanya.