31 Oktober 2024
14:13 WIB
ADB: Perubahan Iklim Sanggup Susutkan PDB Asia-Pasifik Hingga 17% Di 2070
Lebih jauh, kondisi yang sama juga bisa meningkatkan penurunan PDB di regional ini sebesar 41% pada 2100. Adapun proyeksi buruk tersebut berlandaskan skenario emisi gas rumah kaca tingkat tinggi.
Editor: Khairul Kahfi
Solusi berbasis alam untuk pendinginan dan menurunkan suhu perkotaan, seperti pohon di jalan, taman kota, atap hijau, hingga lahan basah. Dok ADB
MANILA - Riset terbaru Bank Pembangunan Asia (ADB) menemukan, perubahan iklim dapat berdampak negatif mengurangi produk domestik bruto (PDB) di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang sebesar 17% pada 2070.
Ditarik lebih jauh, kondisi yang sama juga bisa meningkatkan penurunan PDB di regional ini menjadi 41% pada tahun 2100. Adapun proyeksi buruk tersebut berlandaskan skenario emisi gas rumah kaca tingkat tinggi.
"Naiknya permukaan air laut dan menurunnya produktivitas tenaga kerja akan menyebabkan kerugian terbesar, dengan pendapatan yang lebih rendah dan ekonomi yang rapuh akan terkena dampak paling parah," tegas Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam keterangan di Jakarta, Kamis (31/10).
Riset baru tersebut disajikan dalam edisi perdana Laporan Iklim Asia-Pasifik ADB, dengan merinci serangkaian dampak buruk yang mengancam kawasan tersebut.
Lebih lanjut, ADB mengestimasi sekitar 300 juta orang di Asia-Pasifik dapat terancam oleh banjir pesisir, apabila krisis iklim terus meningkat. Sedangkan, aset pesisir senilai triliunan dolar AS dapat rusak setiap tahunnya pada tahun 2070.
"Perubahan iklim telah memperparah (efek) kehancuran akibat badai tropis, gelombang panas, dan banjir di wilayah tersebut, yang berkontribusi terhadap tantangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan penderitaan manusia," katanya.
Spesifik, ADB menilai, negara-negara berkembang di Asia menderita dan berkontribusi terhadap krisis iklim. Adapun intensitas emisi ekonomi di kawasan ini telah menurun lebih dari 50% sejak tahun 2000.
Namun, kawasan ini masih menghasilkan sekitar setengah dari emisi gas rumah kaca global pada 2021, didorong oleh meningkatnya konsumsi domestik, permintaan energi, dan produksi.
Baca Juga: Bank DBS Sampaikan Krisis Iklim Jadi Tantangan Mendesak Dan Perlu Solusi
Tanpa upaya adaptasi dan mitigasi yang lebih kuat, kawasan ini menghadapi dampak yang parah dan kerugian ekonomi yang besar.
Dengan demikian, sektor yang bergantung pada iklim seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami penurunan produksi.
Suhu yang lebih panas juga akan mengurangi produktivitas tenaga kerja, mengikis modal manusia dan sosial, serta meningkatkan risiko kematian dan kesehatan.
Untuk itu, ADB menggarisbawahi, Asia-Pasifik perlu melakukan tindakan perbaikan iklim yang mendesak dan terkoordinasi dengan baik dalam mengatasi dampak ini sebelum terlambat.
Laporan iklim ini juga memberikan wawasan tentang cara membiayai kebutuhan adaptasi yang mendesak.
"(ADB) menawarkan rekomendasi kebijakan yang menjanjikan kepada pemerintah di negara-negara berkembang anggota kami, tentang cara mengurangi emisi gas rumah kaca dengan biaya terendah," ucapnya.
Laporan tersebut menemukan, sentimen publik regional mendukung tindakan perbaikan iklim. Dalam studi persepsi perubahan iklim ADB 2024, sebanyak 91% responden di 14 ekonomi regional mengatakan bahwa mereka memandang pemanasan global sebagai masalah serius, dengan banyak yang menginginkan tindakan pemerintah yang lebih ambisius.
Baca Juga: Wakil Rakyat Diminta Aktif Cegah Dampak Perubahan Iklim
Respons adaptasi perlu dipercepat untuk mengatasi risiko iklim yang terus meningkat, bersamaan dengan keharusan untuk meningkatkan pendanaan iklim yang berfokus pada adaptasi.
Laporan yang sama juga menilai, kebutuhan investasi tahunan bagi negara-negara regional untuk beradaptasi dengan pemanasan global berkisar antara US$$102-431 miliar.
Jumlah itu jauh melampaui hitungan kebutuhan pendanaan adaptasi iklim yang terlacak di kawasan tersebut sebesar US$34 miliar pada 2021-2022.
"Reformasi regulasi pemerintah dan peningkatan pengakuan risiko iklim membantu menarik sumber baru modal iklim swasta, tetapi arus investasi swasta yang jauh lebih besar (masih tetap) diperlukan," ungkapnya.
Di bidang mitigasi, laporan tersebut menunjukkan, kawasan tersebut berada pada posisi yang tepat untuk merangkul energi terbarukan dalam mendorong transisi menuju nol bersih.
"(Sambil) terus maju dengan pasar karbon domestik dan internasional dapat membantu mencapai tujuan aksi iklim dengan biaya yang efektif," tandasnya.