c

Selamat

Selasa, 18 Juni 2024

EKONOMI

15 November 2023

18:02 WIB

Ada Ajakan Boikot Merek Pro Israel, Ini Tanggapan Investor Saham

Ada beberapa sektor-sektor yang terkena dampak aksi boikot. Namun hal tersebut tidak serta-merta memengaruhi kinerja investasi secara keseluruhan.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Rheza Alfian

Ada Ajakan Boikot Merek Pro Israel, Ini Tanggapan Investor Saham
Ada Ajakan Boikot Merek Pro Israel, Ini Tanggapan Investor Saham
Warga membawa spandung saat aksi bela Palestina di Monas, Jakarta, Minggu (5/11/2023). Shutterstock/ Poetra.RH

JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini merilis Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina, yang mengharamkan membeli produk-produk dari produsen yang mendukung agresi Israel ke Palestina.

Lantas, bagaimana nasib para investor saham? Apakah hal ini mempengaruhi saham pilihannya?

Puput (26) adalah salah satu investor saham dari generasi Z yang turut terpengaruh dengan hal tersebut. Dia kini mengaku lebih berhati-hati dalam memilih saham.

"Iya lebih hati-hati banget. Sebisa mungkin enggak bersinggungan sama segala produk yang berkaitan dukung Israel. Selagi ada produk substitusinya, saya pilih produk substitusi itu yang justru pro Palestina," kata Puput saat berbincang dengan Validnews, Rabu (15/11).

Ke depan, Puput akan mencoba untuk membeli saham lokal yang halal dan tidak terafiliasi Israel.

Sejak awal bermain saham, Puput sendiri memiliki komitmen untuk mencari perusahaan yang tidak menjual produk haram, rokok, miras, dan perbankan.

"Saya sebenarnya dari dulu kalau taruh saham, usahain cari emiten yang produk output-nya produk halal," ungkap perempuan yang baru memulai main saham di awal tahun 2023 ini.

Baca Juga: MUI Rilis Fatwa Haram Produk Pendukung Agresi Israel 

Senada dengan Puput, Adit (27) juga mengatakan, akan lebih berhati-hati dalam memilih saham ke depannya. Untuk saat ini, dirinya mengaku akan coba menghindari saham yang terafiliasi dengan Israel, salah satunya adalah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

"Selain harga dan kinerjanya yang enggak sebagus dulu, Unilever ini salah satu yang terafiliasi dengan Israel, jadi akan dihindari untuk waktu yang lama deh," tutur lelaki yang kerap memulai saham tahun 2018 silam kepada Validnews, Rabu (15/11).

Menurut Adit, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan saat membeli saham perusahaan. Pertama, dividen, perusahaan yang rutin dan rajin bagi dividen pasti ada di porto seperti PTBA atau DMAS.

Kedua, lanjut dia, yang valuasinya masih murah dilihat dari PBV dan PER-nya. Jadi ketika harganya koreksi atau sudah di area range buy, dibeli bertahap. Terakhir atau yang ketiga adalah saham syariah.

Lain halnya dengan Linda (27). Kepada Validnews, Rabu (15/11), perempuan yang mulai berkecimpung di dunia saham pada tahun 2021 ini mengaku tidak terlalu ambil pusing dengan imbauan boikot produk Israel tengah menyukai saham sektor perbankan sebagai pilihan. 

Menurutnya, saham perbankan sangat cocok untuk menjadi pilihan investasi dalam jangka panjang. Selain itu, saham perbankan dikenal memberikan dividen yang cukup besar.

"Kalau sekarang banyak tertarik ke perbankan ya. Karena saham BBCA dan BBRI terutama sering naik," ujarnya.

Jika melihat daftar produk pro Israel yang dirilis oleh Gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS), mereka memasukkan Unilever sebagai salah satu perusahaan yang diserukan untuk diboikot. Lantaran, Unilever dinilai memiliki sejarah yang cukup panjang dalam mendukung agresi Israel ke Palestina.

Selain Unilever, ada beberapa produk lainnya yang juga disebut. Diantaranya, Puma, Hewlett Packard (HP), McDonalds, Starbucks, Pepsi, Siemens, Puma, Carrefour, AXA, SodaStream, Ahava, RE/MAX, dan masih banyak lagi.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai MUI telah memiliki langkah berani sebagai satu-satunya organisasi ormas Islam di dunia, yang secara terang-terangan mengeluarkan fatwa haram membeli produk-produk pro Israel.

Tak ayal, hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku pasar terhadap kinerja saham-saham di pasar modal, apabila sampai terkena dampak dari fatwa MUI tersebut.

"MUI itu adalah perkumpulan organisasi yang terdiri dari beberapa ormas Islam. Ada NU, Muhammadiyah, LDII, Persis, dan lainnya. Jadi ketika MUI mengeluarkan fatwa, maka itu pasti akan direspons oleh pasar," kata Ibrahim kepada Validnews, Rabu (15/11). 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai hal tersebut dikarenakan sikap investor yang cenderung melihat dinamika jangka panjang, bukan jangka pendek.

Oleh karena itu, dia meyakini aksi boikot produk Israel minim pengaruhnya terhadap investor, baik asing maupun dalam negeri, untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Saya rasa, iklim investasi tidak terlalu banyak terganggu, kalau pun boikot ini berjalan dan kemudian mengakibatkan penurunan penjualan," ujarnya kepada Validnews, Rabu (15/11).

Baca Juga: Investor Lebih Resahkan Situasi Pilpres 2024 Daripada Aksi Boikot

Tanpa memerinci, Faisal memprediksi ada beberapa sektor-sektor yang terkena dampak aksi boikot. Namun hal tersebut tidak serta-merta memengaruhi kinerja investasi secara keseluruhan.

Dia mencontohkan saat pandemi covid-19 pada 2020 lalu. Dia menyebutkan bahwa investasi di sektor manufaktur dan pertambangan, khususnya smelter justru mengalami peningkatan.

Menurut Faisal, itu karena tidak semua sektor usaha terdampak covid-19. Sama halnya dengan seruan aksi boikot yang kini sedang terjadi.

"Aksi boikot ini tidak lantas memengaruhi investasi secara keseluruhan. Mungkin ada sektor-sektor tertentu (yang terdampak), tapi investor umumnya melihat bagaimana dinamika jangka panjang, bukan jangka pendek," katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar