c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

02 September 2017

10:18 WIB

Ubah Stigma Ketinggalan Zaman dengan Distro Betawi

Distro pun dipilih sebagai konsep untuk menunjukkan kekinian dan kebudayaan Betawi bisa tampil harmonis dalam satu tempat

Ubah Stigma Ketinggalan Zaman dengan Distro Betawi
Ubah Stigma Ketinggalan Zaman dengan Distro Betawi
Betawi Punya Distro. Validnews/Teodora Nirmala Fau

JAKARTA  - “Anak Betawi ketinggalan zaman, katenye. Anak Betawi nggak berbudaye, katenye!”  Penggalan lagu dari film Doel Anak Sekolahan yang sempat tenar di pertengahan dekade 1990-an tersebut tentu sudah tidak asing. Mirisnya tertangkap kesan dalam lagu tersebut  bahwa anak-anak muda Betawi sudah tidak peduli dengan kebudayaannya. Di sisi lain, yang bertahan dengan kebudayaan tersebut kerap dikatai “ketinggalan zaman”.

Kesan tidak modern itulah yang pada akhirnya membuat kebudayaan Betawi sempat kurang diterima di masyarakat. Setidaklah, itulah yang dirasakan oleh Ricky, pemilik dari Betawi Punya Distro, saat ditemui Validnews di Condet dalam acara Lebaran Betawi, beberapa waktu lalu.

Untungnya saat ini keadaannya sudah berbalik. Menurutnya, budaya Betawi kini mulai diterima masyarakat hingga menyusup ke berbagai kegiatan sehari-hari.  Akan tetapi, tidak dapat dimungkiri masih banyak budaya Betawi yang kian tergerus dan makin tidak terjalinnya silaturahmi antarmasyarakat Betawi . Beberapa alasan tersebutlah yang membuat pemuda ini akhirnya memilik mendirikan Betawi Punya Distro pada tahun 2013 silam.

“Kite membuat seperti ini sebetulnya suatu cara kita mencoba menjalin silaturahmi masyarakat Betawi. Jadi istilahnya, kite membuat ini supaya tujuannya itu. Jadi, biar orang Betawi itu bisa mengembangkan kreasi. Terus dia punya ide-ide kreasi bisa dijual,” tutur pemuda yang esentrik dengan rambut gimbalnya tersebut.

Ia mengakui bahwa kiprahnya di dalam perdagangan tak lepas dari usaha orangtuanya sedari dahulu. Uniknya sedari dulu pun orangtua Ricky telah berkonsentrasi menjual produk-produk berbau Betawi. Tidak seperti Ricky yang fokus menjual fashion ala Betawi dalam konsep kekinian, orangtua Ricky lebih kepada menjual minuman-minuman tradisional Betawi, seperti bandrek maupun bir pletok.

Makin turunnya animo masyarakat membuat Ricky mengolah ide untuk mencari pangsa yang lebih ramai. Tentunya ide usaha tersebut tak boleh lepas dari nuansa Betawi yang menjadi tanah kelahirannya. Minuman khas memang sulit diharapkan karena penjualannya kian menurun, terutama bir pletok. Untuk bandrek sendiri walaupun terjadi penurunan, hanya di kisaran 15% dibandingkan pada masa-masa tahun 1990-an.

Distro pun dipilih sebagai konsep untuk menunjukkan kekinian dan kebudayaan Betawi bisa tampil harmonis dalam satu tempat. Sasarannya jelas, anak muda. Meskipun ia juga tak menampik banyak pula kalangan tua Betawi yang tertarik membeli produk Betawi Punya Distro milik Ricky. Menurutnya itu sekaligus membantah pendapat yang mengatakan banyak golongan tua Betawi yang kolot dan tidak menerima gubahan baru untuk tampilan budaya khasnya.

“Sama sekali tidak karena mereka sangat respect terhadap keberadaan kite. Ini kan salah satunya mengingatkan mereka memori. Seperti contoh, ini salah satu item desain misbar,” ucapnya sembari meraih sebuah hanger yang tergantung baju dengan desain menyerupai tiket bioskop jadul.

Misbar sendiri merupakan akronim dari gerimis bubar yang merupakan sebutan muda-mudi Betawi untuk pertunjukan layar tancap. Disebut misbar karena kerap acara menonton film yang sedang berlangsung tiba-tiba harus bubar karena hujan datang. Maklum, layar tancap biasa dilakukan di area terbuka tanpa atap penutup sekalipun.

Binaan UKM
Konsep Betawi Punya Distro yang digagas oleh Ricky sebenarnya adalah mengharmonisasikan model-model fashion kekinian dengan desain-desain budaya Betawi. Misbar hanyalah salah satunya. Masih banyak desain lain yang dibaut Ricky dan kawan-kawannya di bengkel Betawi Punya Distro, yang toko fisiknya berada di Jalan Kebon Kosong, Kemayoran. Beberapa di antaranya adalah gambar Si Pitung, Ondel-ondel, hingga gambaran kawasan Betawi tempo dulu lewat desain bertajuk Kota Baru.

“Sekarang sudah mengumpulkan sekitar 87 item desain,” aku Ricky dengan logat Betawinya yang kental.

Mengenai hak ciptanya sendiri, Ricky menambahkan, saat ini tiap desain yang ia dan timnya buat sedang diupayakan untuk memperoleh hak cipta. Tujuannya jelas, agak desainnya tidak sembarangan diaku oleh pihak lain. Dengan hak cipta pula, kesan eksklusif bahwa desain tersebut hanya menjadi milik Betawi Punya Distro pun bisa tercapai.

Untunglah usaha milik Ricky termasuk dalam salah satu Binaan Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta. Dengan demikian setidaknya ia memperoleh bantuan dalam pengurusan hak cipta.

Kepada Validnews, Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta, Irwan, Sabtu (26/8), menyebutkan pengurusan hak cipta menjadi salah satu bantuan yang Pemprov berikan kepada para pelaku UKM di DKI Jakarta. Bantuan lainnya berupa pelatihan bahkan modal.

“Hak ciptanya memang itu kita sudah urus. Contohnya Batik Rusun Marunda. Itu di bawah Dekranasda, Dewan Kerajinan Seni Daerah DKI Jakarta,” ucap pria yang menjadi Ketua Dekrasnada DKI ini pula.

Bahkan melalui bantuan hak cipta tersebut, beberapa motif batik Betawi pun telah diakui, seperti elang bondol, tumbuhan-tumbuhan Betawi, ataupun tapak dara. Dengan demikian, batik Betawi menjadi tidak salah arah dalam hal corak.

Selain merasa diuntungkan dalam pengurusan hak cipta, Ricky juga mengakui mendapat banyak manfaat dari bergabungnya Betawi Punya Distro dalam program binaan Dinas Koperasi dan UMKM Jakarta.

“Keuntungannya sih sangat banyak. Misalkan kite bisa berdagang atau melapak di kantor walikota, terus di Monas, terus di acara kayak di Ancol. Acara-acara resmi kite masuk di situ,” tukasnya. Mengenai kemudahan penjualan tersebut, Ricky menjelaskan, akan tidak diperoleh apabila tidak tergabung dalam binaan UKM.

Andalkan Online dan Bazar
Kemudahan berjualan di acara-acara resmi pemerintahan menjadi anugerah tersendiri bagi Betawi Punya Distro. Bagaimanapun Ricky mengakui, pendapatan dari membuka stan-stan di bazar tidaklah sedikit. Ia kemudian mengambil contoh ketika berjualan selama 45 hari di Jakarta Fair.

“Kalau pas di Jakarta Fair hampir Rp270 juta,” ujarnya kepada Validnews.

Karena alasan inilah, ia selalu berburu acara berbau Betawi untuk menempatkan produk-produknya. Tentunya tidak terkecuali di Lebaran Betawi. Ia mengungkapkan, untuk acara tersebut, ia membuka dua stan di dua lokasi sekaligus, yakni di Condet dan di Setu Babakan. Harapannya jelas, omzet yang terkeruk bisa berlimpah.

Di stan yang ia buka di Condet, dagangan pun tergelar. Tidak hanya baju-baju distro dengan kisaran harga Rp50.000-120.000, terdapat juga beragam aksesori kekinian yang kental dengan nilai-nilai Betawi. Beberapa di antaranya adalah boneka ondel-ondel yang tampil dengan warna-warni cerahnya, gelang karet berisi petuah-petuah Betawi, hingga pin aneka rupa. Untuk aksesori sendiri, harga yang dipatok berkisar Rp25.000—50.000.

Selain berjualann dari bazar ke bazar, pemasukan bagi Betawi Punya Distro juga datang dari e-commerce. Memiliki toko online dengan alamat betawipunyedistro.com, ratusan juta dapat ia kantongi tiap tahunnya.

Online-nya, kite kalau per tahun bisa hampir Rp300 jutaan lebih,” paparnya.  

Besarnya omzet yang Betawi Punya Distro peroleh setidaknya menggambarkan masih lakunya kebudayaan untuk dijual. Sebab budaya tidak melulu kuno, dengan gubahan yang  terkesan “muda”, budaya bisa tampil kekinian dan disukai banyak orang. Kreativitas untuk menggabungkan budaya dengan konsep kekinian nyatanya juga dapat menjadi sumber penghasilan bagi banyak orang. (Teodora Nirmala Fau)

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar